Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Suara Golkar Melonjak di Pemilu 2024, Berniat Rebut Kursi Ketua DPR?

Ilustrasi markas Partai Golkar di Slipi. (IDN Times/Santi Dewi)

Jakarta, IDN Times - Pemilu 2024 menjadi berkah bagi Partai Golkar. Berdasarkan rekapitulasi sementara di tingkat nasional, suara partai dengan lambang pohon beringin itu kini mengekor ketat raihan suara PDI Perjuangan. 

Mengacu kepada rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) per 6 Maret 2024 lalu, suara Golkar sudah mencapai 15,05 persen. Angka ini meningkat dari raihan Golkar pada pemilu 2019 yakni 12,31 persen. Sementara, suara PDIP pada pemilu 2024 ada di angka 16,39 persen. 

Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Golkar, Maman Abdurrahman, mengatakan peningkatan suara partai beringin itu sudah sesuai dengan target yang ditetapkan. Menurut Maman, DPP Partai Golkar menargetkan bisa meraih 14-15 persen suara dari perolehan suara di tingkat nasional. 

"Alhamdulilah, kalau berdasarkan quick count memang sudah dihitung yaitu range-nya perolehan pencapaian Partai Golkar di angka 14-15 persen. Pertanyaannya, apakah ini sesuai dengan target? Sesuai. Karena memang target kita ada di angka 14-15 persen," ujar Maman kepada media di Jakarta pada 21 Februari 2024 lalu. 

Maka, kini tak mengherankan bila Golkar kembali mengincar kursi sebagai Ketua DPR untuk masa kerja 2024 hingga 2029. Terakhir, Golkar menduduki kursi ketua saat masih ada Setya Novanto. Namun, ia mundur dari kursi Ketua DPR karena tersangkut kasus mega korupsi pengadaan KTP Elektronik. 

Apalagi berembus informasi bahwa Golkar mengincar kursi yang dimiliki oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Apa kata Ketum Golkar, Airlangga Hartarto soal rumor bahwa Golkar ingin merebut kursi Ketua DPR?

1. Airlangga tegaskan Golkar ikuti prosedur bukan rebut kursi Ketua DPR

Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sementara, Airlangga menepis menyiapkan skenario agar Golkar bisa merebut posisi Ketua DPR. Soal siapa yang akan menjadi DPR-1, pria yang juga menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu meminta publik untuk menunggu pada 1 Oktober 2024. 

"Partai Golkar tidak mungkin merebut. Kami akan ikut mekanisme yang ada," ujar Airlangga di kantor DPP Golkar, Jakarta Barat pada 10 Maret 2024 lalu. 

Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo tak menampik bisa saja ada revisi Undang-Undang nomor 2 tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD atau MD3. Mengacu kepada undang-undang itu, maka kursi Ketua DPR menjadi milik partai yang memiliki kursi terbanyak di parlemen. 

"Kemungkinan (revisi) ada. Cuma kita lihat tren (raihan suara Golkar)," kata Bambang yang juga menjabat sebagai Ketua MPR itu. 

Ia pun tak menampik bahwa suara Golkar hingga kini belum menempati posisi pertama dalam pileg 2024. Selisih suaranya dengan PDIP terpaut tipis yakni 1 juta suara. 

"Tapi, dua hari lalu, saya lihat Golkar masih berada di bawah PDIP," tutur dia. 

2. PPP percaya diri akan lolos batas ambang parlemen 4 persen

Ketua DPP PPP Achmad Baidowi masih yakin PPP lolos ke parlemen. (IDN Times/Amir Faisol)

Sementara, ketika dikonfirmasi kepada Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Achmad Baidowi, ia menilai tidak masuk akal informasi partai berlambang Ka'bah itu akan kehilangan belasan kursi di parlemen. Apalagi hingga saat ini suara PPP sudah lolos batas ambang parlemen (Parliamentary Treshold) 4 persen. 

"Namanya rekapitulasi itu suara dulu (yang dihitung). Kok tiba-tiba bisa hilang belasan kursi, gimana logikanya coba? Jadi, PPP lolos PT atau tidak. Kalau tidak lolos PT, kemungkinan suaranya bergeser ke mana. Kami kan juga punya catatan," ujar pria yang akrab disapa Awiek itu ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada 13 Maret 2024 lalu. 

Ia pun mewanti-wanti agar tidak menciptakan persepsi seolah-olah kursi PPP diambil oleh partai lain. "Kalau pun (suara) itu berpindah, itu disebabkan karena tidak lolos PT. Tapi, kan hingga kini PPP masih lolos PT," katanya lagi. 

Berdasarkan rekapitulasi sementara KPU per 6 Maret 2024, suara PPP sudah mencapai 4,01 persen atau setara 3.085.836. 

3. Golkar bisa bersekongkol untuk menggeser PDIP agar tidak duduk sebagai Ketua DPR

Megawati Soekarnoputri (instaagram.com/presidenmegawati)

Sementara, dalam pandangan analis politik dari Citra Institute, Efriza menilai terlalu berisiko bagi Golkar bila ingin menggembosi suara yang sudah diraih oleh PPP atau Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Pencurian suara dari parpol lain, kata Efriza sudah tergolong tindak pidana. Hal itu merujuk kepada UU Pemilu nomor 7 tahun 2017 pasal 532. 

"Isinya setiap orang yang dengan sengaja mengurangi atau menambahkan suara salah satu peserta pemilu dapat dikenakan pidana," ujar Efriza kepada IDN Times melalui pesan pendek pada 13 Maret 2024 lalu. 

Apalagi saat ini eranya sudah keterbukaan informasi. Semua orang, kata dia, punya gawai untuk dijadikan bukti dan demi kepentingan transparansi. 

"Sehingga, diyakini tidak akan seberani dan sebrutaal itu. Meski peluang kecurangan masih memungkinkan terjadi. Tapi, untuk menggeser 18 kursi dari kedua partai itu rasanya tak mungkin," tutur dia lagi. 

Efriza pun tak menampik bahwa Golkar coba melemparkan psywar lantaran mengincar kursi Ketua DPR RI periode 2024-2029. Argumentasi itu dibangun dengan narasi sebaran suara Partai Golkar lebih merata.

Terutama di luar Pulau Jawa. Meski suara itu belum dikonversi menjadi kursi. 

"Tetapi, Airlangga selaku ketua umum kemudian berusaha meredakan narasi itu. Sebab, ia sadar Partai Golkar tetap harus mengikuti mekanisme yang ada," ujarnya. 

Meski begitu, langkah Golkar untuk untuk menggeser PDIP dari posisi sebagai Ketua DPR RI periode selanjutnya masih memungkinkan terjadi. Persekongkolan buruk bisa dilakukan.

Salah satu caranya dengan melakukan revisi UU MD3. Hal itu pernah terjadi pada pemilu 2014 lalu di mana revisi UU MD3 dilakukan sehari sebelum pemilu digelar. 

"Akibatnya, saat itu Koalisi Merah Putih (KMP) yang merupakan koalisi gendur pendukung paslon Prabowo-Hatta Rajasa dapat mengganti mekanisme pemilihan Ketua DPR dengan paket yang terdiri dari Golkar sebagai Ketua DPR-nya," kata dia. 

Padahal, pemenang pemilu pada 2014 adalah PDIP. Tetapi, lantaran aturan pemilihan Ketua DPR berdasarkan sistem paket dan bukan sistem proporsional, PDIP gagal menduduki posisi DPR-1. 

Namun, Efriza melihat untuk DPR periode 2024, kubu Gerindra belum mengamini persekongkolan agar merevisi lagi UU MD3. Mereka masih terlihat ingin konsisten menjalankan apa yang ada di dalam rumusan UU MD3. 

"Tetapi, kemenangan agenda di menjelang pemilu 2014 dapat menjadi pembelajaran yang berharga. Revisi UU MD3 memungkinkan dilakukan lagi. Apalagi sudah jelas kekuatan partai politik pengusung Prabowo-Gibran lebih banyak dan kuat dibandingkan PDIP-PPP," tuturnya. 

Koalisi Indonesia Maju (KIM) memiliki 45,39 persen suara di parlemen. Sedangkan, bila PDIP digabung dengan PPP hanya memiliki 22,56 persen suara. 

4. Golkar dinilai berambisi jadi Ketua DPR agar bisa loloskan kebijakan Prabowo-Gibran

IDN Times pada 16 Oktober 2023, menggelar diskusi dalam program Gen Z Memilih dengan topik "Putusan MK, Karpet Merah Gibran?" (Youtube.com/IDN Times)

Sementara, dari sudut pandang analis politik dari Voxpoll Centre Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago bisa saja Golkar mengincar sisa kursi dari dapil yang belum disahkan rekapitulasinya oleh KPU. Sebab, Golkar dinilainya berambisi untuk menjadi Ketua DPR. 

"Targetnya Golkar hari ini kan tujuannya raihan suara nasional oke nomor dua, tapi perolehan kursi nomor satu supaya jadi Ketua DPR. Itu kan memang nampaknya sudah target Golkar. Makanya itu yang dikhawatirkan oleh PDIP. Mereka sekarang merasa was-was dan terus menjaga ketat suaranya. Jangan sampai suara dan kursi Golkar melampaui PDIP," ujar Pangi ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Kamis (14/3/2024). 

Ia pun turut mengamini analisa Efriza terkait penentuan Ketua DPR berdasarkan UU MD3. Sebab, undang-undang tersebut bisa berubah, tergantung pembuat kebijakan dan apa yang ada di DPR. 

"Karena dulu kan pernah ada Koalisi Merah Putih (KMP) melawan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Isi UU-nya diubah dan berisi ketua DPR tidak ditentukan berdasarkan suara terbanyak parpol dan kursi terbanyak. Itu kan pernah terjadi pada 2014," tutur dia lagi. 

Ketika itu, KMP yang dipimpin oleh Partai Gerindra mengambil semua alat kelengkapan dewan, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) hingga fraksi-fraksi. "PDIP kan ketika itu gak dapat apa-apa. Padahal, kursi Ketua DPR jatahnya PDIP," kata pria yang juga memimpin lembaga survei nasional itu. 

Lebih lanjut, Pangi mengatakan pemerintahan di masa mendatang yang kemungkinan dipimpin Prabowo, merasa tidak nyaman bila kursi Ketua DPR diisi oleh PDIP. Karena di koalisi pemerintah, kecil kemungkinan Partai Gerindra bisa duduk sebagai Ketua DPR. 

"Harapannya satu-satunya yang memungkinkan menjadi Ketua DPR ya Golkar. Karena kalau Golkar tidak jadi Ketua DPR, pemerintahan mendatang merasa tak nyaman. Tapi, kan pasti PDIP akan memperjuangkan supaya kursi Ketua DPR gak lepas," tutur dia. 

Namun, menurutnya, pemerintahan di masa mendatang diduga kuat sudah disiapkan presidennya dijabat Prabowo, sedangkan Ketua DPR diisi oleh koalisi pemerintah yakni Partai Golkar. "Karena kalau Ketua DPR tetap diisi oleh PDIP, bagi mereka akan mengganggu proses legislasi," katanya blak-blakan. 

*Dengan tambahan data dan laporan dari Yosafat Diva Bayu Wisesa

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Anata Siregar
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us