Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Suciwati Desak Komnas Tetapkan Pembunuhan Munir Pelanggaran HAM Berat

Istri Munir Said Thalib, Suciwati di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat. (IDN Times/Santi Dewi)

Jakarta, IDN Times - Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) kembali mendatangi kantor Komnas HAM di area Menteng, Jakarta Pusat pada Kamis (7/9/2023). Salah satu tujuannya untuk mendesak Komnas HAM segera menetapkan pembunuhan berencana terhadap pegiat HAM, Munir Said Thalib, sebagai pelanggaran HAM berat. KASUM merupakan koalisi aktivis yang terdiri dari KontraS, Imparsial, Amnesty International Indonesia (AII) dan LBH Jakarta. 

KASUM termasuk istri Munir, Suciwati, sempat berorasi di depan kantor Komnas HAM. Mereka lalu diterima untuk melakukan audiensi dengan dua komisioner Komnas HAM yakni Anis Hidayah dan Hari Kurniawan. Sayang, usai melakukan audiensi selama hampir dua jam, Suciwati dan rekan-rekannya merasa kecewa dengan respons dari Komnas HAM. 

Ia mengaku bingung karena tim adhoc untuk menyelidiki ulang pembunuhan Munir di dalam pesawat Garuda Indonesia pada 2004 lalu, justru tidak diumumkan ke publik. Hasil penyelidikan ulang dari Komnas HAM ini lah yang bakal dijadikan dasar serta pertimbangan apakah kasus pembunuhan Munir layak ditetapkan jadi pelanggaran HAM berat. 

Sedangkan, bila dikategorikan tindak kriminal biasa maka kasus itu memiliki batas kedarluawasa yakni 18 tahun. Momen itu sudah lewat karena per 2023, pembunuhan berencana Munir dengan racun arsenik memasuki 19 tahun. 

"Hari ini katanya sudah dibentuk tim projustitia, tapi apa kabarnya? Apakah ada orang yang diperiksa? Bagaimana dalangnya? Mana? Itu lah yang kami pertanyakan kepada Komnas HAM," ujar Suciwati dalam orasinya di depan kantor Komnas HAM pada Kamis siang. 

Selain itu, Suciwati turut mempertanyakan bila komisioner Komnas HAM memiliki keberanian untuk menyelidiki ulang kasusnya. "Jadi, apakah memang teman-teman komisioner Komnas HAM berani atau memang sedang mencari-cari cara (untuk menghindar) melalui berbagai alasan serta pembenaran. Salah satu alasan yang digunakan masih riset," tutur dia. 

Maka, Suciwati mengaku heran dengan sikap Komnas HAM yang membutuhkan waktu hingga 19 tahun untuk menetapkan pembunuhan berencana Munir termasuk pelanggaran HAM berat atau tidak. 

1. Suciwati juga mendesak Presiden Jokowi untuk menuntaskan kasus pembunuhan Munir

Ilustrasi sosok Munir (IDN Times/Sukma Shakti)

Lebih lanjut, Suciwati juga mendesak Presiden Joko "Jokowi" Widodo untuk menuntaskan penyidikan kasus pembunuhan Munir. Selama ini terdakwa yang diseret ke meja pengadilan dianggap belum dijatuhkan vonis yang memenuhi keadilan.

Tiga terdakwa itu yakni pilot Garuda Pollycarpus, mantan Direktur Utama Garuda Indonesia, Indra Setiawan dan Muchdi Prawiro Pranjono. Namun, dalam pengadilan pada 2008 lalu, Muchdi divonis bebas oleh hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Pollycarpus divonis 14 tahun bui. Sedangkan, Indra dibui selama satu tahun. 

Namun, Pollycarpus sudah menghirup udara bebas sejak 2018 lalu. Pada 2020 lalu, Pollycarpus meninggal dunia yang disebut-sebut karena mengidap COVID-19.

Suciwati turut mendesak agar otak pembunuhan suaminya ikut diseret ke meja pengadilan. Sebab, yang selama ini disorot oleh publik hanya aktor di lapangannya saja. 

"Jadi, saya pikir tugas kita adalah membangunkan yang namanya presiden, lalu lembaga-lembaga seperti Komnas HAM yang selama ini saya lihat masih banyak kasus pelanggaran HAM berat yang diabaikan. Belum ada satu pun yang dihukum berkeadilan," katanya. 

Ia pun menduga para terdakwa kasus pelanggaran HAM berat bisa bebas lantaran di pengadilan HAM Ad hoc, hakim dan jaksa telah disiapkan. Tugas mereka diduga agar tidak memproses kasus-kasus pelanggaran HAM berat. 

"Jadi, kami memang selalu dipatahkan. Padahal, pada 1998 lalu kita memperjuangkan penegakan hukum. Nyatanya Munir yang selama ini membela orang-orang tertindas justru dibunuh," katanya lagi. 

2. Suciwati nilai penjahat HAM sulit ditindak karena berada di lingkar kekuasaan

Komite Aksi Solidaritas untuk Munir ketika mendatangi kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat pada Kamis, 7 September 2023. (IDN Times/Santi Dewi)

Lebih lanjut, Suci menduga kuat salah satu alasan otak pembunuhan suaminya tidak juga diproses hukum karena ia kini berada di lingkar kekuasaan. Maka, tingkat kepercayaan Suci kepada presiden pun menurun. 

"Bahwa dia presiden tapi dia bersama dengan para penjahat HAM. Saya perlu untuk temui orang seperti itu? Saya tidak mau bertemu dengan orang yang tidak bermartabat," katanya. 

Bagi Suci, individu yang bermartabat adalah orang yang menjunjung tinggi HAM dan menyelesaikan kasusnya. "Jadi, bukan malah kemudian berbulan madu dengan para penjahatnya," tutur dia. 

Ia pun mewanti-wanti tak bisa di masa depan presiden selanjutnya menganggap tidak bertanggung jawab atas kasus tewasnya Munir. Menurutnya, itu jawaban klasik. 

"Seorang presiden, siapapun nanti, seharusnya malu berbicara begitu. Ia tidak layak dicontoh oleh rakyat," ujarnya. 

3. Kasus pembunuhan Munir didorong jadi pelanggaran HAM berat agar tak ada masa kedaluwarsa

Direktur eksekutif Amnesty International Indonesia (AII), Usman Hamid ketika berada di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat pada 7 September 2023. (IDN Times/Santi Dewi)

Sementara, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII), Usman Hamid mengatakan kasus pembunuhan Munir terus didorong agar bukan sekadar tindak pidana biasa. Aksi pembunuhan itu, kata Usman, merupakan pelanggaran HAM yang berat. 

"Maka, dengan begitu, kasus Munir tidak lagi mengenal kedaluwarsa," ujar Usman di depan kantor Komnas HAM. 

Selain itu, bila dinyatakan sebagai pelanggaran HAM berat, maka terduga pelaku yang sebelumnya pernah diadili dan divonis bersalah tetap bisa diproses hukum lagi. Terduga pelaku pelanggaran HAM berat, kata Usman, juga tidak berhak untuk mendapatkan pengampunan dari presiden. 

"Jadi, dengan menempatkan kasus pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM berat atau kejahatan kemanusiaan menyebabkan kasusnya tidak mengenal kedaluwarsa, pengampunan, dan alasan pemaafan hanya karena itu merupakan perintah atasan," tutur dia. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Dwifantya Aquina
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us