Survei: Masyarakat Tak Setuju Jokowi Jadi Cawapres 2024

Jakarta, IDN Times - Lembaga survei Indonesia Polling Stations (IPS) merilis hasil riset terkait keinginan dan dukungan masyarakat terhadap majunya kembali Presiden Joko "Jokowi" dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
Survei tersebut menanyakan kepada para responden soal kesetujuan masyarakat apabila Jokowi maju sebagai calon wakil presiden (capres) 2024. Mengingat dalam konstitusi, Jokowi masih diperbolehkan mencalonkan diri sebagai cawapres.
"Sesuai Konstitusi, Jokowi tidak bisa lagi dicalonkan menjadi presiden pada Pemilu 2024 nanti, namun masih bisa dicalonkan sebagai wakil presiden. Apakah setuju atau kurang setuju apabila pada Pemilu 2024 nanti Jokowi dicalonkan sebagai Wakil Presiden?," kata Peneliti Senior IPS Alfin Sugianto membacakan pertanyaan survei, Rabu (19/10/2022).
1. Mayoritas publik tidak setuju jika Jokowi jadi cawapres 2024

Dalam survei tersebut, hasilnya sebanyak 52,9 persen tidak setuju jika Jokowi jadi cawapres dalam Pilpres 2024. Semantara, 34,8 persen menyatakan setuju Jokowi maju sebagai cawapres dan 12,3 persen menjawab tidak tahu.
"Ini menegaskan bahwa ide untuk memajukan Jokowi sebagai calon wakil presiden, karena tak bisa lagi menjadi capres, ternyata juga tak diterima publik," ujar Alfin.
2. Survei digelar 7 hingga 17 Oktober 2022 di 34 provinsi

Alfin menjelaskan, survei tersebut digelar pada 7 hingga 17 Oktober 2022 di seluruh provinsi. Populasi survei ialah seluruh warga negara Indonesia yang minimal telah berusia 17 tahun (telah memiliki KTP).
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara probability dengan teknik acak bertingkat (multistage random sampling). Pengumpulan data dihimpun dengan menggunakan teknik wawancara tatap muka oleh tenaga terlatih dengan bantuan/pedoman kuesioner.
"Jumlah sampel sebesar 1200 responden, dengan margin of error kurang lebih 2,83 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Quality control terhadap hasil wawancara petugas lapangan dilakukan secara random sebesar 20 persen dari total sampel oleh para peneliti senior IPS," imbuh Alfin.
3. Ketua KPU urai masalah jika Jokowi maju sebagai cawapres

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari buka suara terkait adanya wacana presiden yang sudah menjabat dua periode, kemudian terpilih lagi sebagai wakil presiden (wapres).
Hasyim menilai, apabila hal tersebut terjadi maka akan muncul masalah konstitusional terkait ketentuan dalam norma Pasal 8 UUD 1945.
"Dalam hal seseorang telah menjabat sebagai Presiden selama dua kali masa jabatan, dan kemudian mencalonkan diri sebagai calon wapres, terdapat problem konstitusional sebagaimana ketentuan norma Pasal 8 UUD 1945," kata Hasyim Asy'ari dalam keterangan tertulis, Jumat (16/9/2022).
Hasyim menjelaskan, sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 8 UUD 1945, aturan itu menyebut soal kemungkinan seorang wakil presiden menjadi presiden dalam kondisi tertentu.
Sehingga masalah konstitusi itu muncul ketika wakil presiden yang sebelumnya presiden dan pernah menjabat dua periode menggantikan posisi presiden terpilih karena alasan tertentu.
"Bila B sebagai capres terpilih dan dilantik sebagai presiden, dan A dilantik sebagai wakil presiden, maka dalam hal terjadi situasi sebagaimana Pasal 8 UUD, maka A tidak dapat menggantikan kedudukan sebagai presiden," kata Hasyim.
"Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya," sambung dia.
Dalam keterangannya, Hasyim menjelaskan uraian permasalahan tersebut sebagai berikut:
1. Bila A telah menjabat sebagai Presiden 2 kali masa jabatan mencalonkan diri sebagai cawapres, tetap sah dan tidak ada larangan dalam konstitusi.
2. Bila B sebagai capres terpilih dan dilantik sebagai Presiden, dan A dilantik sebagai wapres, maka dalam hal terjadi situasi sebagaimana Pasal 8 UUD.
"Maka A tidak dapat menggantikan kedudukan sebagai Presiden karena A telah pernah menduduki jabatan selama 2 kali masa jabatan sebelumnya," kata Hasyim.
"Dalam situasi tersebut, A tidak memenuhi syarat sebagai Presiden sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 169 huruf n UU 7/2017 tentang Pemilu," imbuh dia.