Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Susahnya Jadi Pasien Berpenyakit Langka di Indonesia

PENYAKIT LANGKA. Diskusi memperingati Rare Disease Day 2018. Foto oleh Tarida Angelina/Rappler

Oleh Tarida Angelina

JAKARTA, Indonesia —Setiap tahun, angka pasien penderita penyakit langka kian bertambah di dunia, termasuk di Indonesa. Kondisi pasien berpenyakit langka pun kadang serba sulit. Tak cuma harus berjuang melawan penyakit langka yang dideritanya, pasien masih harus dipusingkan dengan masalah lain yakni akses obat dan kurang maksimalnya pelayanan kesehatan.

Penyakit langka disebut langka karena memiliki jumlah yang rendah (kurang dari 2.000 dalam sebuah populasi) walaupun secara kolektif, sudah lebih dari 7.000 penyakit langka teridentifikasi di Asia. Jika digabungkan, ini bisa menjadi sebuah populasi dengan urutan jumlah terbesar nomor tiga di dunia.

Di Indonesia sendiri, sekitar 25 juta pasien terdeteksi penyakit langka di Indonesia tetapi hanya 5% yang bisa diobati karena penyakit ini bersifat progresif. Penyakit langka juga kebanyakan diderita oleh anak-anak, tepatnya sebesar 75% dan 30% di antaranya meninggal sebelum usia 5 tahun. Sangat disayangkan juga karena masih banyaknya masyarakat yang belum aware akan penyakit langka.

Default Image IDN

Maka dari itu, pada tanggal 29 Februari diperingati sebagai Rare Disease Day atau Hari Penyakit Langka yang hanya terjadi setiap empat tahun sekali. Hari terakhir di bulan Februari selalu disebut Rare Disease Day. Indonesia mulai merayakan peringatan Hari Penyakit Langka pada tahun 2016 dengan menggelar seminar dan diskusi bersama keluarga pasien dan perwakilan lembaga pemerintahan terkait.

Tahun ini, Hari Penyakit Langka diperingati pada 28 Februari 2018 yang bertempat di Aula IMERI, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Acara ini dihadiri oleh dokter-dokter, direktur RSCM, Kementerian Kesehatan, dan masih banyak lagi. Acara ini dibuat dalam rangka memperingati sekaligus diskusi dari berbagai narasumber yang datang dari mancanegara seperti Virginia Tsai dari Taiwan dan dr. Ratna Dua Puri dari India.

Sulitnya mendeteksi penyakit langka

Penderita penyakit langka sulit mendapatkan penanganan yang cepat karena mengalami beberapa hal seperti kurangnya akses untuk mendiagnosis yang benar. Hal ini sering dialami oleh penderita penyakit langka. Faktanya 40% dari penderita penyakit angka pernah salah diagnosis setidaknya sekali, menurut The Global Challenge of Rare Disease Diagnosis.

Minimnya fasilitas yang memadai juga menjadi alasan sulitnya mengenali penyakit langka. Apalagi penyakit masih sulit ditemukan di Indonesia. Menurut dr. Damayanti Rusli Sjarif, pakar penyakit nutrisi, di RSCM sudah didirikan sebuah laboratorium tetapi baru bekerja secara bertahap. Sisanya masih meminta bantuan negara lain seperti India dan sebagainya.

Orphan food dan orphan drugs

Orphan food dan orphan drugs adalah produk medis yang dilakukan untuk diagnosis, pencegahan, serta perawatan penyakit langka. Sebuah makanan atau obat disebut orphan karena makanan dan obat tersebut sulit dipasarkan disebabkan hanya ditujukan untuk pasien penyakit langka yang masih berjumlah sedikit.

Penyakit langka memiliki pengobatan yang berbeda seperti makanan khusus dan susu khusus sebagai obat. Orphan formula yang sesuai dengan jenisnya hanya diproduksi 2-3 kali setahun dengan jumlah terbatas. Makanan dan obat ini juga terhalang bea cukai padahal dibutuhkan akses secepatnya.

“Di negara-negara lain seperti India, Jepang, dan Korea, mereka memiliki pabrik susu yang bisa memproduksi susu lokal. Sedangkan di Indonesia, pabrik susu sudah tidak ada, jadi sejauh ini akses didapatkan melalui donasi yang masih melewati BPOM,” lanjut dr. Damayanti.

Selain itu, orphan drugs juga tidak tersedia di Indonesia. Persyaratan di luar pun berbeda dengan Indonesia sehingga semakin menyulitkan.

Orphan food dan orphan drugs yang langka dan mahal juga tentuny amemberatkan pasien berpenyakit langka. Salah satunya Jessica, salah satu penderita penyakit langka yang dulunya memerlukan konsumsi obat satu botol seharga Rp 15 juta. Selain itu, untuk obat Patent ductus arteriosus (PDA) bisa mencapai Rp tiga miliar. Beruntung, banyak pihak yang bersedia membantu pengobatan tersebut dan hingga saat ini Jessica bisa lulus dari perguruan tinggi ternama di Jakarta.

Default Image IDN

Pengiriman orphan food and orphan drugs ini juga sempat terhalang dengan bea cukai. Selain adanya biaya kenaikan hingga 17,5%, terhambat oleh perizinan obat yang tidak terdaftar di Indonesia. Menurut dr. Damayanti, jika memesan obat dari Amerika, pihak sana langsung sigap dan mengirim 24 jam ke Singapura, tetapi ketika dikirimkan ke Indonesia, malah tertahan di bea cukai.

“Bayangkan, mereka harus menyiapkan Rp 7,5 juta untuk satu anak. Sedangkan gaji belum tentu segitu. Tetapi keadaan sekarang sudah lebih baik karena kita bekerja sama dengan Bea Cukai untuk memberi akses kepada orphan food dan orphan drugs secara cepat,” kata dr. Damayanti.

Penanganan penyakit langka

Terhitung sejak tahun 2000-2017, terdeteksi sebanyak 120 pasien penyakit langka yang terdiagnosis di RSCM. Diketahui kasus paling banyak adalah Mukopolisakandosis (33 pasien), Glycogen storage disease (10 pasien), X-linked adrenoleukodystrophy (11 pasien), Niemann-pick disease (7 pasien), Gaucher disease (8 pasien). Jumlah ini pastinya akan terus bertambah mengingat penyakit ini bersifat genetik dan progresif.

Selain RSCM ada juga Pusat Pelayanan Penyakit Langka yang memiliki layanan bagi pasien yang dapat diterapi melalui orphan food dan memiliki layanan diagnostik oleh berbagai dokter spesialis seperti dokter spesialis anak, dokter bedah, dokter radiologi, dokter patologi klinik, dan sebagainya. Tim dokter juga bekerja sama dengan Human Genetic Research Center IMERI FKUI dan laboratorium diagnostik yang ada di Malaysia, Amerika Serikat, Hong Kong, Belanda, Australia, dan lain-lain.

Ada pula Yayasan Muccopolysacchariodosis & Penyakit Langka Indonesia yang adalah organisasi non-profit mencoba membantu pasien penyakit langka dibantu oleh tenaga kesehatan dan konsultan medis.

Default Image IDN

Penanganan penyakit langka tentunya berbeda untuk setiap negara. Di Malaysia, Taiwan dan Jepang, semua obat-obatan di rumah sakit nasional dibayar. Berbeda dengan Malaysia, di Vietnam, pemerintah bekerjasama dengan perusahaan untuk menekan harga yang nantinya juga dibayar oleh pemerintah. Untuk Indonesia sendiri masih dalam bertahap. Dokter penanganan penyakit langka juga sudah tersebar sebanyak 23 orang di Indonesia, menurut dr. Damayanti.

Selain itu, terhitung sejak peringatan Hari Penyakit Langka 2017, sejumlah instansi seperti BPOM, Kementerian Kesehatan, dan Direktorat Bea Cukai Kementerian Keuangan menyepakati alur akses emergensi untuk obat dan makanan bagi pasien penyakit langka. Besar harapan untuk melihat anak bertumbuh, walaupun harus mengonsumsi makanan dan obat tetapi mereka bisa beradaptasi dengan keadaan.

Yayasan MPS & Penyakit Langka juga berharap keluarga bisa meningkatkan kesadaran tentang penyakit langka baik kepada tenaga kesehatan tetapi juga masyarakat umum dan bisa memberi kemudahan untuk akses orphan food dan orphan drugs.

—Rappler.com

Share
Topics
Editorial Team
Yetta Tondang
EditorYetta Tondang
Follow Us