Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

'The Post': Tentang Pentingnya Perjuangan Mengungkap Kebenaran

DUET. AKtor Tom Hanks dan aktris Meryl Streep berduet akting di film 'The Post'. Foto dari akun Instagram @thepostmovie

JAKARTA, Indonesia —Setelah menunggu cukup lama, akhirnya penikmat film di Indonesia bisa menyaksikan film The Post mulai 21 Februari 2018. Dibanding negara asal dan beberapa negara lainnya di dunia, rilis The Post di Indonesia memang cukup terlambat. Yang awalnya diperkirakan akan tayang Januari, malah molor hingga akhir Februari.

The Post jadi salah satu film yang paling banyak dinantikan sejak akhir 2017 hingga awal 2018. Banyak alasannya. Beberapa di antaranya pasti karena nama besar yang terlibat di proses produksi film berdurasi 116 menit ini.

Kursi sutradara diduduki oleh Steven Spielberg. Ada Janusz Kamiński yang bertindak sebagai cinematographer hingga John Williams sebagai komposer musik. Sementara di jajaran aktor dan aktris ada Meryl Streep, Tom Hanks, Sarah Paulson, Bob Odenkirk hingga Matthew Rhys.

Dengan parade nama aktor dan aktris seperti itu, tak mungkin rasanya melewatkan kesempatan untuk duduk di kursi bioskop dan menikmati akting kelas dunia.

Ringkasan cerita

Steven Spielberg membuka film ini dengan kisah dari medan perang Vietnam tahun 1966. Saat itu ada analis militer bernama Daniel Ellsberg (diperankan Matthe Rhys) yang bertugas terjun ke medan perang untuk mengamati perkembangan perang Vietnam.

Sepulang dari Vietnam, Dan menemukan beragam fakta ganjal yang seluruhnya direkam dalam bentuk dokumen. Dokumen-dokumen itulah yang kelak disebut sebagai Pentagon Papers yang menghebohkan dunia karena mengungkap rahasia perang AS dan Vietnam.

Sementara itu, di Washington, ada surat kabar lokal yakni The Washington Post yang tengah berjuang mempertahankan bisnis dan eksistensi mereka di bawah kepemimpinan Katherine "Kay" Graham (Meryl Streep). Di tengah gonjang-ganjing situasi ekonomi, The Washington Post tengah bersiap go public. Selain Kay, salah satu orang penting di surat kabar tersebut adalah sosok Ben Bradlee (Tom Hanks), sang Editor in Chief.

Di saat bersamaan, surat kabar The New York Times membuat geger seluruh negeri karena mempublikasi isi dokumen Pentagon Papers ke publik. Dokumen tersebut kurang lebih menunjukkan betapa sebenarnya AS sudah kalah di perang Vietnam namun dengan sengaja membiarkan perang terjadi berlarut-larut, mengorbankan banyak nyawa tentara muda.

Keberhasilan The New York Times membuat Ben Cs geregetan. Dengan skala pemberitaan sebesar itu, The Washington Post seharusnya bisa dikenal lebih lagi daripada sekadar surat kabar milik keluarga lokal. Tapi dilema melanda karena Kay yang masih berpijak di dua kaki. Ia sebagai pemilik The Washington Post dan ia sebagai sosialita elit AS yang berteman dengan banyak petinggi pemerintahan. Salah satunya Robert McNamara, yang bertanggung jawab atas Pentagon Papers. Konflik kepentingan berperan besar di sini.

Belum lagi, Kay harus berjuang mempertahankan posisinya di industri media yang kala itu dijalankan oleh mayoritas pria. Ia harus bisa mempertahankan idealisme dari sisi jurnalistik, sementara di sisi lain, persahabatan dan jaringan dengan pemerintah jadi taruhannya.

Nasib malang menimpa The New York Times karena pemerintahan Presiden Nixon mengancam keras aksi pembocoran Pentagon Papers ke publik. The New York Times pun digugat. Dan Ben saat itu melihat ini sebagai peluang untuk unjuk kebolehan. Untungnya, dia punya tim editorial yang solid yang pada akhirnya sukses mendapatkan dokumen Pentagon Papers. 

Lagi-lagi, Kay, Ben dan tim The Washington Post dihadapkan pada dilema. Menentang pemerintah dengan kemungkinan nasib mereka berakhir seperti The New York Times atau teguh mempertahankan idealisme jurnalistik dan membagikan Pentagon Papers ke publik. Apa yang akan mereka pilih?

Highlights

Rasanya terlalu banyak highlights yang harus diungkapkan sepanjang film ini. Yang paling mencolok tentu duet akting dan chemistry antara Tom Hanks dan Meryl Streep. Percaya atau tidak, The Post adalah film pertama yang menyatukan akting aktor dan aktris kaliber dunia ini. Meski sering terlibat dalam dialog yang panjang, tak sedikit pun penonton dibuat bosan. Kalimat demi kalimat, dialog demi dialog, semua membangun rasa yang intens, sedikit demi sedikit.

Penonton pun dituntut untuk mendalami sejarah singkat soal apa yang terjadi di AS saat itu. Tapi semua bisa dipahami dengan mudah, meski begitu banyak pihak yang terlibat di dalamnya. Semua karena kemulusan dialog yang dituturkan.

Bukan cuma Hanks dan Streep yang menonjol. Nyaris semua aktor dan aktris menunjukkan porsi akting mereka yang pas. Meski hanya mendapat peran kecil, semua terlihat serasi dan sejalan, satu sama lain tidak saling tumpang tindih. Sarah Paulson, Matthew Rhys dan Bob Odenkirk menampilkan performa mereka dengan sangat baik.

Selain itu, dari sisi sinematografi, keseluruhan film sangat menarik disaksikan. Tone warna yang sangat 60-an dengan latar belakang Washington dan New York, seakan membawa penonton menjelajah waktu kembali ke masa lalu. Semuanya itu, dibalut komposisi musik dari John Williams, terasa lengkap.

Menarik pula untuk melihat bagaimana cara kerja perusahaan surat kabar di masa lalu, saat semuanya masih bersifat analog. Mulai dari suara mesin tik yang terdengar dari seluruh penjuru newsroom hingga dapur gedung percetakan yang tradisional. Salah satu yang menarik adalah ketika Spielberg menyuguhkan adegan para petugas percetakan harus menyusun satu per satu panel huruf untuk dicetak di surat kabar, per halaman. 

Tapi di atas segalanya, yang jadi highlight utama adalah cerita yang disuguhkan. Meski memang berdasar kisah nyata, namun kemasannya terasa pas. Beragam angle digarap dengan baik tanpa kehilangan makna. Dari topik kesetaraan gender, kebebasan pers hingga urusan politik dan peperangan, semua tersingkap dan tersaji dengan baik.

Kelemahan

Sulit rasanya menemukan kelemahan di film ini. Tapi jika disuruh memilih, mungkin salah satu yang terlihat janggal adalah ketika Spielberg terlihat terlalu "berusaha keras" untuk menyampaikan semacam petunjuk bahwa kemungkinan film ini akan memiliki sekuel kelak. Tanpa bermaksud membocorkan inti cerita, namun bocoran sekuel yang dimaksud Spielberg kemungkinan akan berpusat pada skandal Watergate.

Selain itu, kelemahan lain mungkin terlihat ketika Kay Graham berada di gedung pengadilan. Entah kenapa, selama ia ada di seputaran wilayah pengadilan, sejumlah perempuan sudah berdiri menatapnya dengan nanar dan penuh harapan. Tak jelas latar belakang dan keberadaan mereka di sana. Seperti penari latar seorang penyanyi yang sedang manggung.

Kemungkinan besar ini dimaksudkan untuk menggambarkan kekaguman kaum perempuan pada sosok Kay yang bertahan di industri yang lebih banyak didominasi laki-laki. Tapi rasanya kurang sesuai saja.

Rating

8,5/10

Rekomendasi

Saya pribadi selalu tertarik menyaksikan film yang bertema jurnalistik. Mungkin karena latar belakang saya yang jurnalis. Tapi memang tak banyak film yang mengangkat kisah seperti ini. Tapi sekalinya ada, pasti kualitasnya selalu di atas rata-rata. Sebut saja Spotlight, yang tahun 2016 sukses membawa pulang Piala Oscar untuk kategori Best Picture. Sebagai informasi, The Post juga menerima nominasi di kategori serupa di Oscar tahun ini.

Itu membuktikan bahwa dari sisi kualitas cerita, sinematografi dan banyak lainnya, film ini layak untuk ditonton. Selain itu, penonton diajak untuk belajar sejarah dengan cara yang menarik. 

Hanya saja, ini memang bukan tipe film yang bisa disaksikan dengan santai sambil mengunyah popcorn. Dialog demi dialog berperan penting untuk kesinambungan keseluruhan film. Lewat sedikit saja, kamu dipastikan bingung dan bertanya-tanya. 

Karena itu, butuh konsentrasi dan fokus yang baik saat menyaksikan film ini. Ditambah lagi, banyak aktor dan aktris (terutama Meryl Streep) memilih menggunakan gerak tubuh dan sorot mata yang berbeda untuk menjelaskan emosi-emosi yang tersaji di film ini. 

Meski baru tayang 21 Februari, penonton juga bisa menyaksikan sneak preview film ini mulai Sabtu, 17Januari di jaringan bioskop CGV Cinemas. Sneak preview adalah kesempatan untuk menonton film ini lebih dulu dari tanggal rilisnya. —Rappler.com

 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yetta Tondang
EditorYetta Tondang
Follow Us