UI Bantah Batalkan Gelar Doktor Bahlil: Keputusannya Revisi Disertasi

- UI memutuskan membina Bahlil dan tidak mencabut gelar doktornya
- Bahlil wajib melakukan revisi terhadap disertasinya
- Empat organ UI menunda proses wisuda doktoral Bahlil
Jakarta, IDN Times - Universitas Indonesia (UI) kembali menegaskan pihaknya tidak membatalkan gelar doktor Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia. Keputusan yang diambil oleh empat organ utama UI, termasuk rektor yakni Bahlil wajib melakukan revisi terhadap disertasinya.
Pernyataan itu tertuang di dalam rilis terbaru yang disampaikan oleh Direktur Humas, Media, Pemerintah dan Internasional, Arie Afriansyah pada Rabu (12/3/2025). Sebelumnya, Rektor UI, Heri Hermansyah menyampaikan di dalam jumpa pers pada 7 Maret 2025 lalu bahwa Bahlil tidak dikeluarkan dari kampus meski terbukti melakukan pelanggaran etik akademis.
"Tuntutan pembatalan gelar mahasiswa yang bersangkutan tidak relevan. Mahasiswa tersebut justru dinyatakan oleh empat organ UI belum dapat lulus dan belum mendapatkan ijazahnya," ujar Arie.
Empat organ UI yang dirujuk Arie yakni Dewan Guru Besar (DGB), Senat Akademik (SA), Majelis Wali Amanat (MWA) dan Rektor. Ia menambahkan tuntutan agar disertasi Bahlil dibatalkan tidak tepat. Meskipun, ia mengakui Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) melakukan promosi doktor Bahlil di Gedung Makara Art Centre, Depok pada 16 Oktober 2024.
"Tetapi, empat organ UI telah memutuskan bahwa mahasiswa yang bersangkutan harus melakukan revisi disertasi. Artinya, empat organ UI telah secara eksplisit menyatakan bahwa mahasiswa tersebut belum dapat diterima disertasinya sebagai dokumen pendukung kelulusan," katanya.
"Bila disertasi belum diterima dan dinyatakan sah, bagaimana mungkin disertasi tersebut dibatalkan?" imbuh Arie.
Padahal, usai mempertahankan disertasinya yang berjudul "Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia", Bahlil dinyatakan lulus program doktor dengan nilai cumlaude. Ia berhasil menuntaskan studi doktor dan riset dalam kurun waktu 20 bulan saja.
1. Wisuda Bahlil ditunda hingga proses revisi disertasi selesai

Lebih lanjut, Arie mengatakan bahwa empat organ UI juga memutuskan untuk menunda proses wisuda doktoral Bahlil. "Yudisium ditunda hingga proses revisi selesai," ujar Arie.
Di dalam keterangan tertulisnya, Arie juga menjelaskan alasan UI menggunakan terminologi pembinaan bagi Bahlil meski ia terbukti melanggar etika akademis. Ia mengatakan tugas utama UI adalah mengupayakan peningkatan kualitas dan perubahan perilaku. Bukan hanya menghukum perilaku yang tidak etis.
Tetapi, di dalam keterangan tertulis Arie tidak menjelaskan apa saja pelanggaran etika yang sudah dilakukan oleh Bahlil. Informasi tersebut justru diketahui dari hasil sidang etik DGB yang bocor ke ruang publik.
Berdasarkan hasil investigasi DGB UI yang melibatkan 32 guru besar, Bahlil terbukti melakukan empat pelanggaran akademik yaitu:
- Ketidakjujuran akademik: pengambilan data tanpa izin dan tidak transparan
- Pelanggaran standar akademik: lulus dalam waktu singkat dan tanpa memenuhi syarat
- Perlakuan khusus: proses pembimbingan dan kelulusan mendapatkan keistimewaan
- Konflik kepentingan: promotor dan ko-promotor terkait dengan kebijakan Bahlil
2. UI bantah tebang pilih dalam menindaklanjuti pelanggaran etik

Arie juga membantah tuduhan adanya perlakuan yang tebang pilih dalam penerapan sistem dan mekanisme etik di Universitas Indonesia (UI). Sebab, selain Bahlil, promotor, dua ko-promtor, direktur sekolah dan kepala program studi Bahlil juga dijatuhi sanksi.
"Pembinaan dilakukan dalam bentuk larangan mengajar, menerima mahasiswa bimbingan baru, dan bahkan larangan menjabat di posisi struktural dalam jangka waktu tertentu," katanya.
"Pembinaan bagi manajemen berpangkat tinggi di strata akademik dan struktural UI justru menunjukkan bahwa empat organ UI tidak tebang pilih dalam penerapan sistem dan mekanisme etik," imbuhnya.
3. Proses studi doktoral Bahlil sejak awal sudah janggal

Kejanggalan proses studi doktoral Bahlil diungkapkan oleh Guru Besar Antropologi Hukum di Fakultas Hukum UI, Sulistyowati Irianto. Ia mengatakan pangkal persoalan akademik ini bermula dari dibukanya program Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG).
Mekanisme yang berlaku di SKSG yaitu calon mahasiswa doktor bisa menempuh studi berbasis riset. Minimal waktu studinya selama empat semester.
"Itu calon doktor ilmu sosial, menurut saya, tidak mungkin (bisa dicapai gelar doktor empat semester). Kecuali seseorang emang sudah punya risetnya, dia sudah siap, menguasai bidang itu dan menginginkan gelar," ujar Sulistyowati ketika berbicara di YouTube Kanal Anak Bangsa TV dan dikutip pada Rabu (12/3/2025).
Dampaknya, kata Sulis, calon mahasiswa yang masuk ke SKSG mayoritas merupakan pejabat publik yang mampu membayar biaya kuliah dan menginginkan titel doktor. Cara Bahlil melakukan studi doktoralnya pun janggal. Sebab, minimal waktu yang dibutuhkan untuk meraih gelar doktor empat semester.
"Tapi, di semester ke-4 dia (Bahlil) sudah ujian. Diketahui di bulan Agustus, dia baru mencari data, tiba-tiba di bulan Oktober sudah ujian. Kan ada kemustahilan-kemustahilan di situ," tutur dia.
Setelah Bahlil melewati ujian promosi doktor baru terungkap dugaan sejumlah kecurangan. Salah satunya surat protes yang dilayangkan oleh LSM Jaringan Advokasi Tambang (JATAM). Mereka mengaku tidak mengetahui data-datanya akan digunakan dalam disertasi Bahlil.