Viral! Rektor UII Minta Gelar Akademiknya Tak Ditulis di Dokumen Biasa

- Rektor UII, Fathul Wahid, meminta agar gelar akademiknya tidak dicantumkan dalam dokumen kecuali ijazah dan transkrip nilai.
- Fathul juga meminta orang-orang untuk tidak memanggilnya dengan sebutan 'prof' sebagai upaya desakralisasi jabatan profesor.
- Fathul menyebut sikapnya hanya pendapat personal dan tidak menginstruksikan kalangan struktural di UII untuk melakukan hal serupa.
Jakarta, IDN Times - Surat edaran Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta yang ditandatangani Fathul Wahid selaku rektor viral di media sosial. Sebab, ia meminta seluruh pejabat struktural di lingkungan UII tak perlu mencantumkan gelar akademik miliknya selain di dokumen ijazah dan transkrip nilai. Surat edaran itu bernomor 2748/Rek/10/SP/VII/2024 dan diteken pada 18 Juli 2024.
"Dalam rangka menguatkan atmosfir kolegial dalam tata kelola perguruan tinggi, bersama ini disampaikan bahwa korespondensi surat, dokumen, dan produk hukum selain ijazah dan transkrip nilai dan yang setara itu dengan penanda tangan rektor yang selama ini tertulis gelar lengkap 'Prof Fathul Wahid, S.T, M.Sc, Ph.D' agar dituliskan tanpa gelar menjadi Fathul Wahid," demikian isi surat edaran tersebut dan dikutip pada Jumat (19/7/2024).
Sementara, melalui akun media sosialnya pada 17 Juli lalu, Fathul meminta sahabat dan kolega tidak memanggilnya dengan sebutan 'prof.' Hal itu merupakan upaya desakralisasi jabatan profesor.
"Maka, mulai hari ini mohon panggil saja Fathul, Dik Fathul, Kang Fathul, Mas Fathul atau Pak Fathul. Insyaallah akan lebih menenteramkan dan membahagiakan," kata Fathul dikutip dari akun media sosial Facebook.
1. Fathul sebut gelar akademik terkait tanggung jawab

Ketika dikonfirmasi, Fathul menyebut, surat edaran tersebut valid. Ia membuat surat edaran itu karena gelar akademik tersebut terkait dengan jabatan akademik. Langkah itu sudah ia lakukan sejak awal diangkat sebagai profesor.
"Karena kami kan menganggap itu (gelar profesor) terkait dengan jabatan akademik. Intinya yang lebih punya tanggung jawab daripada berkah. Kira-kira begitu kan? Artinya, itu kan tanggung jawab moralnya yang jadi sangat penting. Itu tidak relevan untuk dicantumkan di dalam dokumen-dokumen, termasuk kartu nama," kata Fathul pada Jumat (19/7/2024).
2. Fathul Wahid coba jadikan pembuatan dokumen tanpa gelar akademik sebagai gerakan kultural

Ia juga menyebut, sikap yang tak bersedia dipanggil 'prof' dan penggunaan gelar akademik hanya di produk ijazah dan transkrip nilai hanya pendapat personal. Fathul tidak memaksa orang untuk mengikuti sikapnya itu.
"Saya mencoba menjadikan ini sebagai gerakan kultural, ya, katakanlah begitu. Kalau ini bersambut, tentu itu sangat baik," ujar Fathul.
Oleh sebab itu, Fathul tidak menginstruksikan kalangan struktural di UII untuk melakukan hal serupa.
"Ya, silakan itu kan (sikap) personal. Kami kan tidak bisa melarang. Cuma kalau yang saya lakukan, yang kecil ini diikuti, saya akan sangat berbahagia," katanya.
Ia pun berharap profesi sebagai profesor menjadi terhormat. Sebab, yang lebih penting dari jabatan itu adalah tanggung jawab dan amanah akademik.
3. Sikap Rektor UII disambut positif warganet

Surat edaran itu ditanggapi positif di media sosial. Sebagian besar setuju dengan sikap personal Fathul yang menilai gelar akademik sebaiknya hanya ditulis untuk keperluan akademik.
"Massive respect sih ini. Sudah sepantasnya dunia civitas akademik lebih membangun equality dan progresif. Semoga kampus lain di Jogja menyusul," ujar warganet di X.
"Desakralisasi gelar. Karena selain untuk menghormati, orang yang memanggil 'prof' itu terkadang juga untuk menjilat," kata warganet lainnya.
"Kepada Pak Fathul yang memilih untuk tidak menuliskan semua gelar beliau termasuk panggilan untuk beliau sebagai sebuah teladan kolegial. Terima kasih untuk menjadi yang pertama yang memberikan keteladanan, di saat pemberian gelar akademik malah dimudahkan untuk beberapa alasan," tutur warganet.