Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Wansus: Ketua KPK Bicara Hasto, Ridwan Kamil, hingga Hukuman Mati

Ketua KPK, Setyo Budiyanto (IDN Times/Aditya Mustaqim)

Jakarta, IDN Times - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2024-2029 sudah lebih dari 100 hari memimpin lembaga antirasuah. Dalam periode tersebut, sejumlah hal telah terjadi di KPK.

Mulai dari penetapan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka hingga akhirnya jadi terdakwa, penggeledahan di rumah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, hingga Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di tahun 2025.

IDN Times berkesempatan berbincang dengan Ketua KPK Setyo Budiyanto terkait berbagai isu pemberantasan korupsi. Berikut petikan wawancaranya.

Bagaimana awal karier Setyo Budiyanto sebagai polisi? Apakah ini cita-cita Anda sejak kecil?

Ketua KPK, Setyo Budiyanto (IDN Times/Aditya Mustaqim)

Ya karena memang saya juga berasal dari keluarga polisi, kakek saya. Kakek saya polisi, saya tinggal sama kakek nenek saya itu cukup lama, sampai SMA. Tinggal di asrama polisi juga, jadi ya sedikit banyak itu mewarnai.

Kemudian saya sekolah di Surabaya, sampai kemudian daftar dan ya alhamdulillah, proses semua seleksi saya lewatin, dan penempatan pertama di Makassar, kemudian geser di beberapa provinsi.

Sebagai polisi, apakah pencalonan sebagai pimpinan KPK hingga terpilih saat ini merupakan arahan Kapolri?

Ketua KPK, Setyo Budiyanto (IDN Times/Aditya Mustaqim)

Oh gak ada. Jadi kalau pendaftaran ke Komisi Pemberantasan Korupsi melalui Pansel saat itu, itu memang tidak memerlukan izin tertulis dari atasan.

Nah jadi sebelumnya kan saya pernah bertugas di OJK, Otoritas Jasa Keuangan, ya itu penugasan. Termasuk juga saya pernah bertugas sebelumnya di Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian.Ya itu juga penugasan.

Tapi kalau ini ke KPK, itu memang murni datang dari pribadi. 

Mengapa Anda ingin menjadi Ketua KPK?

Ketua KPK, Setyo Budiyanto (IDN Times/Aditya Mustaqim)
Ketua KPK, Setyo Budiyanto (IDN Times/Aditya Mustaqim)

Ya, yang pertama mungkin karena saya pernah di sini, ya sebelumnya saya Direktur Penyidikan.
Kemudian sedikit banyak, ya kurun waktu hampir 4 tahun saya bertugas di sini, sudah sedikit banyak mengetahui lah gitu bagaimana kinerja, bagaimana kemudian KPK melakukan pemberantasan dari sisi penindakan, kemudian pencegahan, termasuk juga masalah pendidikan.

Nah itu juga bagian yang kemudian menarik saya untuk menjadi bagian yang bisa melakukan pemberantasan korupsi.

Mulai dari pencalonan hingga terpilih, hujan kritik datang kepada Anda yang berstatus polisi aktif. Bagaimana menanggapinya?

Ketua KPK, Setyo Budiyanto (IDN Times/Aditya Mustaqim)

Ya, menurut saya nggak boleh disamakan seperti itu ya. Masing-masing orang kan pasti punya karakter sendiri-sendiri gitu ya.

Jadi intinya bahwa saya secara pribadi bersama empat pimpinan yang lain itu masuk ke KPK dan sekarang bekerja untuk KPK, bekerja untuk bangsa dan negara itu melalui proses. Dan proses itulah yang menurut saya sebagai filter atau saringan untuk bisa memilih apakah terlepas kemudian pimpinan berasal dari latar belakang kepolisian, kejaksaan, kehakiman, kemudian BPK dan mantan komisioner, itu adalah pilihan.

Hasil daripada proses pilihan yang begitu ketat, begitu panjang prosesnya, dan begitu terbuka transparan, mendapatkan masukan dari masyarakat, dari semua pihak, memberikan kontribusi informasi kepada pansel.

Cara yang dilakukan itu menjadi sebuah alat untuk menentukan dari mulai yang 400 sekian, kemudian turun-turun sampai kemudian sisa 10 dan tinggal 5.

Anda dilantik oleh Presiden Prabowo 16 Desember 2024, serah terima jabatan 20 Desember, lalu pada 24 Desember tiba-tiba mengumumkan Hasto sebagai tersangka. Bagaimana hal itu bisa terjadi begitu cepat?

Ketua KPK, Setyo Budiyanto (IDN Times/Aditya Mustaqim)
Ketua KPK, Setyo Budiyanto (IDN Times/Aditya Mustaqim)

Itu juga melalui proses ekspos. Jadi tidak serta-merta kemudian begitu hari Jumat kalau nggak salah ya, di tanggal 20 Desember itu kemudian begitu pimpinan lima orang ini masuk, udah langsung tetapkan. Nggak seperti itu. Mekanisme yang berjalan di sini tetap dilakukan sesuai dengan prosedur.

Kenapa kemudian orang menganggap ini cepat di saat pimpinan 16 dilantik oleh Presiden, 20 serah terima dengan pimpinan lama, ya kemudian langsung melakukan penetapan.

Karena sebenarnya prosesnya sudah berjalan dari pimpinan sebelumnya. Pimpinan yang 2024-2029 itu melanjutkan generasi yang pimpinan sebelumnya yang sudah dilakukan tahapan-tahapan.

Pemeriksaan sudah jalan, beberapa kali mungkin ekspos juga sudah dilakukan. Saya dan empat pimpinan yang lain hanya tinggal mensikapi saja. Apakah bukti permulaannya sudah cukup? Apakah hasil pemeriksaan-pemeriksaan terhadap para saksi juga sudah dilakukan? Sehingga kemudian diambillah sebuah keputusan di tanggal 20 Desember itu.

Berarti pimpinan KPK periode sebelumnya, sebetulnya bisa saja menetapkan Hasto sebagai tersangka?

Ketua KPK, Setyo Budiyanto (IDN Times/Aditya Mustaqim)

Ya mungkin karena mempertimbangkan, karena pimpinan sebelumnya antara, kan 16 itu secara de jurenya kami sudah dilantik oleh Presiden. Jadi menurut saya ini hanya faktor pertimbangan secara administrasi saja.

Apakah pada saat 16 ke 20 itu kalau kemudian pimpinan lama mengambil sebuah keputusan, legalitasnya mungkin ada kekhawatiran nanti di-challenge menjadi sesuatu yang ini apakah sah atau tidak. Sehingga kondisi seperti itu yang kemudian menjadi keputusan pimpinan baru untuk menindaklanjuti.

Selain kasus Hasto, KPK sempat membuat ramai publik karena menggeledah rumah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Bagaimana kasus ini bisa terjadi? Apa iklan yang dikorupsi terkait BJB atau Ridwan Kamil?

Ketua KPK, Setyo Budiyanto (IDN Times/Aditya Mustaqim)

Ya jadi dugaannya ini dari perbankan, ini dari bank daerah ini melakukan kegiatan promosi dengan cara melakukan pengadaan atau melibatkan beberapa vendor untuk promosi beberapa aktivitas perbankannya.

Nah, ini yang kemudian penyidik menduga bahwa proses itu dilakukan ada penyimpangan.

Markup?

Ya apapun lah nanti mungkin markup ya, penyimpangan, dan lain-lain ya pastinya dugaannya kegiatan yang seharusnya dibiayai dengan jumlah tertentu tapi yang dipublikasikan itu nilainya tidak sampai segitu, itu yang kemudian dijadikan sebagai atau diistilakan dengan dana non-budgeter.

Nah terkait masalah tadi penggeledahan, ya itu karena kepentingan penyidik menganggap bahwa perlu dilakukan upaya pencarian terhadap barang bukti guna membuat terang perkara. Intinya seperti itu.

KPK sangat identik dengan OTT, bahkan sempat mencapai jumlah yang tertinggi beberapa tahun lalu. Bagaimana OTT di era kepemimpinan Anda? Masih jadi prioritas?

Ketua KPK, Setyo Budiyanto (IDN Times/Aditya Mustaqim)

Sebagaimana apa yang saya sampaikan pada saat pasca-pelantikan di istana, kemudian pasca-rapat paripurna di Senayan, di DPR RI saya sebutkan bahwa OTT itu ya sebenarnya itu kan bahasa media ya, bahasa masyarakat lah. Tapi sebenarnya yang kami lakukan adalah penyelidikan secara tertutup gitu. Penyelidikan tertutup sampai dengan saat ini masih dilakukan.

Kemudian terlepas bahwa di 2019 jumlahnya cukup banyak sekarang mungkin agak berkurang, ya tentu kami juga berusaha menyesuaikan dengan ya kebiasaan daripada para pelaku itu sendiri gitu. Harapannya sih dengan banyaknya OTT kemudian ini memang habit orang untuk melakukan cara-cara suap gitu ya, penyalahgunaan kewenangan dengan menerima gratifikasi dan lain-lain itu juga mudah-mudahan sih semakin berkurang.

Jadi mudah-mudahan relevan bahwa jumlah yang kurang itu karena memang perilakunya semakin berkurang. Tapi di sisi lain KPK tetap akan melakukan OTT itu sebagai salah satu cara untuk penyelidikan gitu.

Dari tadi kita bicara soal korupsi, apa pandangan pribadi Anda terkait hal tersebut?

Ilustrasi tersangka KPK (IDN Times/Aryodamar)

Ya sebenarnya semua orang sudah tahulah apa itu korupsi. Korupsi adalah bentuk kecurangan sebenarnya kan. Sesuatu yang bukan menjadi haknya, kemudian diambil.

Sebenarnya perbuatan korupsi itu sama dengan tidak pidana umum lainnya. Sama dengan mencuri, sama dengan menggelapkan gitu ya.
Cuma karena sudah diatur dalam undang-undang tersendiri, maka kemudian menjadi sebuah tidak pidana yang diatur secara khusus gitu.

Nah orang-orang yang melakukan itu adalah orang-orang yang diberikan kesempatan, diberikan tanggung jawab untuk di bidangnya itu, tapi kemudian dengan kekuasaan dan kewenangannya itu dia melakukan penyalahgunaan, dia melakukan kecurangan, dia melakukan penyimpangan gitu untuk kepentingan dirinya sendiri ataupun kepentingan orang lain gitu.

Apa hukuman yang cocok bagi koruptor menurut Anda? Apakah seperti yang diusulkan Pak Presiden Prabowo untuk membuat penjara di pulau terpencil?

Presiden Prabowo Subianto (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Ya pernyataan Bapak Presiden yang akan membuat lembaga pemasyarakatan khusus, tempatnya terpencil, kemudian fasilitasnya dibatasi itu juga bagus. Menurut saya gitu.

Tapi memang menurut saya supaya korupsi itu betul-betul efek jerahnya ada, hukumannya memang harus tegas. Bahkan kalau perlu maksimal. Ya maksimal itu bisa aja misalkan hukuman mati.

Tapi dengan tanda kutip bahwa penerapan hukuman mati dilakukan terhadap tindak pidana korupsi yang betul-betul ya mungkin khusus lah gitu ya. Mungkin secara nilai juga besar, secara korban juga dampaknya banyak gitu ya. Dilakukan misalkan di situasi contohnya mungkin ada bencana alam, nah kira-kira gitu.

Tapi semuanya harus saling keterkaitan. Sehingga begitu itu kena, itu sangat berpengaruh, berdampak terhadap masyarakat lainnya untuk tidak melakukan hal yang sama. Ada kekhawatiran, ada ketakutan untuk melakukan seperti itu.
Nah nanti kalau memang sudah terjadi banyak perbaikan, ya mungkin bisa diubah lagi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Aryodamar
EditorAryodamar
Follow Us