Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[WANSUS] Kisah Hillary Kena Omel Politisi Senior: Bocah Sok Idealis!

Anggota Komisi I DPR dari fraksi Partai Nasional Demokrat, Hillary B. Lasut ketika berbincang di Gen Z Memilih. (Tangkapan layar YouTube IDN Times)

Jakarta, IDN Times - Hillary Brigitta Lasut sempat menjadi sorotan publik saat pelantikan anggota DPR pada 2019. Betapa tidak, di usia yang baru menginjak 23 tahun, ia berhasil meraih 70 ribu suara dan melenggang ke Senayan.

Bahkan, politisi Partai Nasional Demokrat (NasDem) itu pernah didapuk menjadi memimpin sidang paripurna DPR dan MPR. Publik sempat yakin akan ada perbedaan di parlemen pada 2019. Namun, keyakinan itu hanya berlangsung sesaat. Sebab, proses pembuatan undang-undang sering kali tidak tertib dan kerap disahkan terburu-buru. 

Pengalaman berharga pun dialami Hillary. Setelah empat tahun duduk sebagai anggota DPR, ia menyadari tidak mudah bagi anak muda untuk bertahan sebagai anggota parlemen. Ia pun kerap mendapat perlakuan diskriminatif dari tokoh-tokoh politisi senior. 

"Waktu 2019 lalu saya perempuan, berambut pirang, muda, Chinese (etnis China), Kristen. Pokoknya multiminoritas. Pasti ketika itu sudah ada stigma dan berpikir bahwa saya datang ke DPR hanya modal tampang aja," ungkap Hillary secara blak-blakan dalam program GenZMemilih yang tayang di YouTube IDN Times

Bahkan saat sempat duduk di Komisi III DPR, ia sempat diminta berhenti berbicara oleh politisi senior ketika tengah menyampaikan pendapat. Sementara, ketika saat ini duduk sebagai anggota Komisi I DPR, Hillary pernah ditegur karena terungkap mengajukan surat resmi kepada KSAD Jenderal Dudung Abdurachman untuk meminta ajudan. 

Hillary mengaku ajudan itu dibutuhkan karena ia tengah mengawal aspirasi masyarakat dari dapilnya, soal proses tambang emas di Kabupaten Sangihe. Di program itu pula, Hillary mengatakan secara terbuka sulit baginya untuk menjadi petugas partai. Hal itu lantaran ia lebih mengutamakan aspirasi masyarakat dari dapilnya. 

Tapi karena kerap dianggap membangkang instruksi partai, Hillary kini belum diajukan NasDem sebagai bakal caleg di Pemilu 2024. Dari sana kemudian muncul isu, Hillary bakal hengkang dari NasDem ke partai lain. 

Apa kata Hillary soal institusi DPR yang lekat dengan asosiasi praktik korupsi? Simak blak-blakan Hillary Lasut dalam program edukasi pemilu IDN Times berikut ini.

Apa motivasi Anda menjadi anggota DPR pada usia 23 tahun?

Hillary Brigitta Lasut saat pimpin sidang MPR (ANTARA NEWS)

Dari awal saya masuk dan mendaftar pada 2019, saya memang tidak pernah melihat DPR sebagai satu tempat yang indah. Karena kan berdasarkan hasil sejumlah survei, masyarakat menilai kinerja DPR, tingkat kepercayaan publik apabila ada skala 1-10, mungkin angkanya minus. 

DPR ini saya lihatnya sebagai tempat untuk bisa menyalurkan aspirasi. Selain itu, saya mencalonkan diri sebagai anggota DPR ketika itu sebagai pembuktian. 

Dulu, saya ini kan anak dari keluarga politisi. Tapi, ketika baru mau mencoba (jadi anggota DPR), ayah saya baru keluar dari penjara. Sedangkan, ibu saya baru kalah pilkada. Jadi, memang saat itu, saya dalam situasi yang kurang beruntung. 

Saya kuliah saja dimulai dari S1 hingga S3 dengan modal beasiswa. Dan saya cari uang sendiri. Ketika itu, saya mencari universitas-universitas yang mau memberikan beasiswa pendidikan 100 persen. 

Maksud saya pembuktian, karena ketika itu masyarakat memandang tidak mungkin keluarga politisi ini bisa bangkit lagi. Jadi, sekali lagi saya jadikan DPR itu tempat pembuktian. Meskipun saya gak punya modal. 

Jadi, bayangkan ketika itu siapa yang mau kasih dana kepada calon anggota legislatif perempuan. Dia anak dari calon kepala daerah yang kalah, sedangkan ayahnya baru keluar dari penjara. 

Tapi, saya mengakali dengan cara penggunaan media sosial Instagram. Saya jadi caleg medsos, yang ketika saya datang ke masyarakat saya foto, bantu endorse produknya, saya datangi pasar-pasar untuk buat video bareng, dan lain-lain. 

Walaupun sampai sekarang belum bisa mengubah pandangan masyarakat bahwa DPR menjadi tempat yang indah, tetapi setidak-tidaknya untuk di daerah saya, saya punya bukti yang cukup, khususnya warga di daerah Sulawesi Utara, mereka lebih memilih untuk melaporkan kepada saya ketimbang kepada instansi lain. 

Anda juga pernah beberapa kali kena tegur dari Komisi I DPR, termasuk soal pengajuan ajudan dari TNI. Sebagai anggota DPR termuda, bagaimana melihat teguran-teguran itu?

Karena ini di masa akhir jabatan dan belum tentu saya akan maju lagi sebagai caleg, saat ini saya belum mendaftar sebagai calon anggota legislatif, sehingga saat ini fokus untuk menyelesaikan masa jabatan saya. 

Ada beberapa hal di DPR akan terkesan lucu ketika diketahui hingga di dalamnya. Saya anggota DPR yang waktu itu posisinya sedang bertarung dengan perusahaan tambang di dapil saya tinggal. Dari semua partai sepertinya menolak aspirasi saya. 

Wakil Bupati di daerah itu meninggal misterius beberapa bulan sebelumnya. Padahal, dia baru berkomunikasi dengan saya. Dia tiba-tiba meninggal secara misterius karena menolak adanya tambang tersebut. 

Memang penambangan itu mendapatkan izin dari pemerintah, sehingga pengamanannya dikelilingi oleh personel Polri. Sehingga tidak mungkin kalau saya turun ke lapangan membawa ajudan juga dari Polri. 

Ayah saya kemudian mengatakan karena saya anak perempuan satu-satunya, jangan coba-coba kamu mengurus hal-hal seperti itu. Walaupun masyarakat setiap hari minta tolong. 

Saya coba balancing ini, dengan cara turun ke lapangan didampingi ajudan dari TNI. Karena saya percaya tingkat kepercayaan publik terhadap TNI cukup tinggi. 

Staf-staf saya mengatakan ya sudah ajukan saja sesuai prosedur. Ketika saya melakukan itu, yang anehnya, saya diviralkan untuk hal-hal yang lain. Jadi, modusnya begitu, ketika saya sedang mengurus sesuatu yang besar seperti calon siswa kepolisian yang tiba-tiba namanya hilang, tiba-tiba sorotan publik ke saya untuk hal-hal yang lain. Ketika ada kekuatan besar yang ingin saya tentang, saya pasti akan digas dengan cara itu. 

Dari sana saya melihat bagi anak muda di DPR yang bukan anak main, kalian masih berusaha untuk tetap stay clean dan clear, gak akan mudah agar bisa bertahan di DPR. 

Apa penyebabnya anggota DPR yang muda di parlemen sulit bertahan? Apakah karena sulit membaur karena tetap menjaga idealisme dan prinsip?

Orang yang punya prinsip, biasanya sulit membaur. Ketika kita punya cara berpikir sendiri justru kerap kali malah dikucilkan. 

Saya juga sempat viral karena urusan kecil, misalnya saya bertengkar dengan satu komika yang marah-marah ke perempuan. Sementara, saya kan menentang keras tindak kekerasan terhadap perempuan baik itu kekerasan verbal atau pelecehan, malah dari sana, anggota-anggota parlemen yang senior yang semula benci dengan saya malah ikut cari panggung dari peristiwa itu.

Saya tidak peduli, mau masyarakat memilih saya atau tidak, silakan. Saya percaya masyarakat tahu kinerja saya. Ketika di sini, saya akan lihat siapa saja yang cari panggung. Mereka justru ikut menyerang saya bukan karena perkara dengan komika itu, tetapi karena dipicu urusan lain yang sedang saya perjuangkan. 

Hal-hal seperti ini yang tidak diketahui masyarakat. Akhirnya mempersulit anggota parlemen yang benar-benar clean, mau berjuang dengan bersih, tapi karena takut dengan kekuasaan yang lain, akhirnya tidak bisa berbuat banyak. 

Kalau masyarakat belum benar-benar meminta saya kembali ke parlemen, saya belum tentu mau mencoba lagi (ikut Pileg 2024). 

Berapa gaji tiap bulan yang Anda terima sebagai anggota DPR?

Kalau gaji itu Rp15 juta per bulan. Kalau tunjangan itu Rp40 juta-Rp50 juta. Kami biasanya juga mendapatkan uang-uang kunker (kunjungan kerja), biasanya Rp12 juta. Yang saya suka heran, jadi kan ada beberapa kali anggota dewan yang viral. Mereka bilang 'oh, pemasukan anggota dewan saat reses mencapai Rp500 juta. Pemasukan anggota DPR ada yang dari kundapil (kunjungan daerah pemilihan) berapa ratus juta.' 

Justru, yang saya bingung adalah kenapa itu dianggap sebagai pemasukan anggota DPR? Sedangkan, uang reses sebenarnya adalah dana yang harus diberikan atau dikembalikan ke masyarakat. Per orang nilainya Rp150 ribu. Jadi, tidak boleh masuk ke kantong pribadi. 

Tapi, untuk gaji dan tunjangan, saya kembalikan 100 persen untuk pengabdian masyarakat. Bisa dilihat di Instagram dan yayasan saya untuk penggunaan dananya. 

Jadi, take home pay (THP) anggota DPR bisa mencapai Rp80 juta-Rp90 juta kalau dalam satu bulan ada satu kali kunker. Selain itu, kita kan juga dapat sekitar tujuh orang (staf) yang membantu tugas sehari-hari dan itu dibiayai oleh negara. 

Menurut saya, dengan gaji segitu sudah lebih dari cukup. Waktu itu, saya belum menikah ya, dan saat sudah menikah, tetap cukup meski gak bisa hidup mewah. 

Tapi, kita kan harus peka juga terhadap keadaan rakyat karena masih banyak yang susah. Ketika pandemik COVID-19 kemarin, saya termasuk salah satu anggota DPR yang menolak ikut kunjungan ke luar negeri. 

Berapa biaya yang Anda keluarkan sebagai modal untuk bisa melenggang ke Senayan?

Saya tidak mungkin hanya keluar dana sekitar Rp5 juta. Keluarnya bisa puluhan juta dari dana pribadi sendiri. 

Kalau datang ke pasar, orang Manado suka bilang 'barito' bawang, rica, tomat. Saya suka beli tuh pakai uang Rp300 ribu. Saya datang ke masyarakat dan saya belanjakan semua di pasar. Itu salah satu cara yang mudah. 

Bagi teman-teman yang ingin mencalonkan diri, gunakan Instagram dan Facebook Anda dengan baik, karena itu akan memberikan Anda pemilih yang juga akan bertahan sebagai followers

Selama menjadi anggota DPR, apakah Anda lebih memilih mengikuti aspirasi dapil atau sepenuhnya tunduk kepada instruksi parpol tempat Anda bernaung?

Hillary Brigita Lasut (instagram.com/@hillarylasut)

Inilah susahnya saya kalau di politik. Saya ini auranya aura orang Timur, jadi kami bukan tipe yang bisa berkompromi. Akhirnya dalam satu periode menjabat, saya sudah ada 100 kali mungkin menyampaikan sesuatu yang berbeda dari ketentuan partai. 

Tapi, dengan alasan kemudaan (masih berusia muda), ini masih bisa dimanfaatkan sih. 'Maaf lah, Pak. Saya mohon maaf, tapi saya kan masih muda. Saya kan masih belajar.' Tapi, paling tidak kepentingan masyarakat sudah berhasil disampaikan dulu. 

Lama-lama partainya sadar sendiri. Kayak anak ini memanfaatkan kemudaannya untuk menyuarakan sesuatu yang berbeda dari instruksi partai. Mereka akhirnya menyadari bahwa saya tidak bisa diatur oleh parpol. 

Kompromi itu adalah hal yang sangat sulit sekali. Saya juga ingin memiliki kesabaran ke arah sana. Tapi kalau masyarakat sudah melapor melalui media sosial dan mereka menyatakan penolakan terhadap hal tertentu. Semua parpol menolak, hanya saya saja yang setuju. 

Pada akhirnya, saya tetap berbicara apa yang saya mau di media. Mau kena marah oleh partai ya belakangan. Yang penting masyarakat di dapil saya, aspirasinya sudah terpenuhi. 

Karena sistemnya seperti saat ini, belum tahu apakah mau mencalonkan diri atau gak, ya gas aja. Jadi, nanti masyarakat mau pilih saya lagi atau gak, ya bodoh amat. Tapi, nanti partai mana lagi yang akan mencalonkan saya, kita lihat saja. 

Tapi ekosistemnya mau di partai mana pun Anda berada kan tetap harus tunduk kepada instruksi partai. Anda tidak menyadari hal itu?

Itu hal yang belum bisa saya jawab. Saya selalu mendobrak itu. Kalau saya disebut sebagai petugas partai, mungkin saya percaya dan membenarkan diri bahwa jiwa leadership saya tinggi. Mungkin saya gak terbiasa menjadi petugas partai. Tapi ketika menjadi petugas masyarakat karena saya merasa saya orang nyaleg aja gak bayar (ke parpol). 

Jadi, yang disebut berutang ini siapa? Masyarakat atau partai. Buat saya secara pribadi kalau mau disebut sebagai petugas partai agak susah. 

Mungkin setelah ini saya kena marah lagi. Tapi, ya sudahlah, gas aja dulu. Karena saya kan gak bisa membohongi diri sendiri. 

Apakah Anda sebagai anggota parlemen termuda pernah mendapatkan perlakuan diskriminatif?

Apalagi ketika itu di 2019 saya perempuan, berambut pirang, muda, Chinese, Kristen. Pokoknya multiminoritas. Pasti ketika itu sudah ada stigma dan berpikir bahwa saya datang ke DPR hanya modal tampang aja. 

Padahal, mereka tidak tahu bahwa saya datang dengan gelar pendidikan dan persiapan terbaik secara ilmu. Waktu awal menjadi anggota DPR, saya berbicara saja disetop. Waktu itu pernah di Komisi III tapi oleh pimpinan sebelumnya lah. 

Saat itu pimpinan sudah sampai membanting meja. "Kamu anak kecil terlalu banyak ngomong. Kamu ini mau sok-sok idealis. Kamu ya, anak dan cucu saya, usianya malah lebih tua dari kamu." Masih ada buktinya sih tapi saya gak mau ngomong. 

Sejumlah survei kerap menempatkan DPR sebagai lembaga dengan tingkat kepercayaan publik paling rendah. Apakah survei itu cerminan dari realita yang ada?

Hasil survei CSIS mengenai tingkat kepercayaan anak muda terhadap lembaga negara (IDN Times/Aditya Pratama)

Malah angka di sejumlah survei lebih tinggi daripada aslinya. Karena kalau saya datang ke satu daerah, ada 10 orang di situ, mungkin yang percaya terhadap DPR hanya satu. Itu pun petugas partai. 

Karena banyak anggota DPR yang tidak berguna, maksudnya tidak berusaha menjadikan diri mereka berguna untuk masyarakat. Jadi, menurut saya ya wajar. Masyarakat mau ngapain sih percaya ke DPR? Kan gak guna juga kalau gue percaya. 

Tapi, yang berusaha kita ubah, ketika saat di dapil, masyarakat berusaha mencari kita, kita ada. Kalau di Sulawesi Utara, masyarakat tinggal mention dan langsung bisa kita urus ya dari situ masyarakat mulai pelan-pelan percaya ke DPR. 

Kalau gak, lalu fungsinya masyarakat percaya apa juga. 

Mengapa pemilih muda masih harus menggunakan hak pilihnya dalam pemilu legislatif? Apalagi setelah mendengarkan cerita Anda di parlemen?

Menurut saya, hak pilihnya harus digunakan karena pertama, pemilih muda memiliki kewenangan untuk menentukan calon anggota legislatif seperti apa yang akan dimiliki oleh bangsa ini. Apakah sama seperti kemarin-kemarin atau yang bisa memberikan sedikit perubahan, meski cuma secuil.

Kalau bisa memilih caleg yang memiliki ide-ide gila yang bisa mewujudkan harapan masyarakat. Apalagi saat ini netizen makin maha benar, ekspektasi publik semakin tinggi aparat dan wakil rakyat yang benar. 

Jadi, untuk bisa membuktikan itu, anak-anak muda harus bisa menggunakan hak pilihnya. Karena bila hak tersebut tidak digunakan, maka mereka tidak memiliki hak untuk complaint kepada anggota parlemen 2024-2029. Hak tersebut seharusnya juga dicabut, kan loe gak milih. 

Jadi, loe juga salah kalau kita menghadapi masalah ini. Kalau Anda menginginkan perubahan, please use the least you can do. Kalian bisa melakukan hal yang bisa dilakukan, meski itu cuma seuprit. 

Kalau gen Z sekarang tidak menggunakan politik representasi, berarti anak-anak muda yang punya ide-ide gila seperti saya mungkin tidak akan terpilih. Karena anak-anak muda kan tidak akan bisa digoyang dengan uang. 

Kalau orang-orang tua kita yang sudah punya keluarga yang harus dibiayai, kan belum semua warga di negara kita sejahtera. Nomor satu kan isi perut dulu. 

Ketika satu parpol memberikan uang, maka pilihan mereka bisa saja berubah. Tapi, kalau anak-anak muda, kalau kalian punya semangat, idealisme, ambil aja duitnya tetapi gue akan tetap nyoblos yang sesuai hati nurani gue. 

Apakah politik uang dalam kampanye berpengaruh bagi perolehan suara?

Ngaruh banget dan itu sebabnya saya katakan ke masyarakat saya, ambil saja duitnya. Apa bedanya sih dengan bansos? Ambil saja duitnya, tapi tetap pilih sesuai hati nurani. Jangan pilihan kalian jadi goyang karena orang itu. 

Kami orang Menado kan menyebutnya berbagi berkat, doi. Jadi, kalau kita mau bagi-bagi berkat ya udah ambil aja, anggap saja itu bantuan sosial atau saweran. Kenapa emangnya? Tapi, tolong gunakan akal sehat terkait hak pilih kalian. 

Ketika nanti uangnya diambil tapi orangnya tidak terpilih justru ke depan, politik uang tidak lagi dianggap efektif untuk mendulang suara. Lama kelamaan itu akan hilang. Makanya, caranya ambil aja duitnya jangan pilih orangnya. 

Kecuali kalau dilihat visi, misi, programnya bagus ya silakan. Tapi, itu kan hanya bisa dilakukan oleh millennial dan gen Z. Kalau bapak-bapak, ibu-ibu senior kita ya mungkin saja karena di dapur mereka susah, tetap butuh untuk ngebul, internet susah, boro-boro lihat program kerja. Jadi, apapun yang ditawarkan ya diambil saja. 

Hak suara ditawari sembako. Itu kan biasa. 

Bagaimana menumbuhkan minat politik di kalangan anak muda?

Saya selalu bilang, ketika itu saya dimaki-maki oleh seorang komika. Dia memaki saya tolol dan bodoh. Karena ketika itu saya mengatakan 'kepada teman-teman muda, kalau kalian merasa diri kalian baik, kalian harus masuk ke dalam politik.' 

Kenapa? Ketika di dalam partai politik atau kekuasaan, isinya orang jahat semua dan kalau orang baiknya sudah menolak semua, orang baik tidak mau ke partai politik. Mereka sudah merasa kotor kalau ke politik, maka parpol akan diisi oleh orang jahat semua. 

Karena orang-orang baik pada gak mau masuk ke sana. Kalau kalian merasa orang-orang yang baik ya loncat lah ke dalam. Mau buta soal politik dulu, gak apa-apa. Loncat aja dulu. 

Karena kan kalian masih muda dan masih bisa mengandalkan kemudaan kalian untuk berbuat kesalahan yang bisa berdampak positif bagi masyarakat. 

Kalau orang-orang baik tidak mau masuk ke parpol, otomatis kan parpol diisi oleh orang-orang jahat. Maka, jangan heran dong ketika partai politik dianggap jahat, wong justru isinya orang-orang jahat. Karena orang-orang baiknya enggan masuk ke sana. 

Anak-anak muda kita justru butuh orang-orang gila yang sulit untuk berkompromi. Seperti Pak Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama misalnya. Dengan kepemimpinan Beliau justru ada banyak sekali pembangunan yang berjalan dengan baik di Jakarta. 

Saya justru berharap anak-anak muda bersedia memilih anak-anak muda lainnya yang memiliki ide-ide gila dan berani nabrak dulu. Karena kalau semua orang yang bergabung ke parpol malah jadi petugas partai, lalu yang menjadi petugas masyarakat itu siapa. Kita akan kesulitan di sini. 

Apakah memungkinkan menjabat anggota DPR tapi tidak melakukan korupsi?

Instagram/@hillarylasut

Menurut saya, karena gak dikasih kesempatan saja sih. Kalau ada sistem yang bisa tidak memberikan kesempatan kepada orang untuk main-main, seperti yang disampaikan Pak Luhut digital system, jadi ada pencegahan. Kalau dalam pandangan saya sebaiknya main di pencegahan. 

Saya setuju sekali agar segera disahkan RUU Perampasan Aset. Kalau ada kerugian negara sebaiknya dikembalikan saja. Atau dibalikin saja apa yang dianggap hasil korupsi. Ketika itu diambil kan bisa dimasukan ke kas negara. 

Bayangkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mengembalikan Rp500 miliar dalam satu tahun. Sedangkan, Komisi III DPR mengetok anggaran KPK dalam satu tahun Rp1,3 triliun. Pokoknya itu kan gak balik. 

Kita ini kebanyakan bikin aturan yang gak cuan. Masyarakat gak cuan. Karena sebenarnya dengan menambah lembaga sama saja menambah beban anggaran. Itu malah sebenarya merugikan masyarakat. 

Jadi, kembali lagi, saya setuju untuk membuatkan sebuah sistem untuk menjalankan proses pencegahan itu. Gak perlu sampai ke peradilan. Yang penting kita bisa mengembalikan duit korupsinya. 

Anda setuju bahwa anggota DPR lekat dengan cap korup?

Iya, jelas. Makanya saya suka bingung kalau ada yang teriak-teriak itu di sana korupsi. Padahal, yang di sebelah kiri sana yang justru melakukan korupsi lebih besar dan jelas. Tapi, kok justru tetap bebas. 

Ini yang bikin kita bingung, apakah seseorang bisa dijadikan tersangka atau terdakwa kasus korupsi karena ada kaitannya dengan urusan politik. Itu yang harus kita pelajari juga ke depannya. 

Saya juga ingin menggunakan forum ini untuk menjelaskan bukan saya tidak setuju dengan RUU Perampasan Aset. Tapi, harus kita pastikan jangan sampai aset kita untuk anak-cucu, justru digadaikan untuk diri sendiri. Karena ada beberapa profesor hukum yang mengatakan demikian. 

Selain itu, saya juga tidak setuju pidana mati bagi koruptor. Karena saya melihat sendiri yang mana yang seharusnya divonis mati tetapi tetap hidup, yang mana individu yang tidak melakukan apa-apa, tapi malah dia yang kena hukuman. 

Kalau hukum di Indonesia sudah tidak lagi tumpul ke atas dan hanya tajam ke bawah, rakyat benar-benar bisa merasakan dampak hukum di Indonesia secara adil, baru hukuman mati itu boleh diberlakukan. Jangan sampai yang bersih malah kena hukuman mati, tetapi yang kotor tetap hidup, damai sentosa dan bahkan bisa kembali menjadi anggota parlemen lagi. 

Apakah masih ada program kerja Anda yang belum terwujud dan akan dilanjutkan di tingkat pilkada?

Karena saat di DPR saya tidak bertugas di komisi yang menangani beasiswa seperti harapan saya, saya juga tidak berada di Komisi III seperti yang saya rencanakan, tapi saya punya program namanya 'Tim Siap Turun.' Jadi, sudah saya lakukan selama beberapa waktu lalu, semua orang yang tag saya di Instagram dan membutuhkan bantuan hukum, akan saya bantu secara gratis. 

Jadi, besok atau lusa, tim bantuan hukum akan turun di belahan wilayah mana pun di Sulawesi Utara. Kemudian, dokumentasi akan diunggah sebagai bukti. 

Jadi, teman-teman yang kena kasus KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), di-bully di sekolah, kena kasus mafia tanah atau kasus-kasus lain, akan kami bantu. Saya jujur gak punya uang banyak untuk bagi-bagi beasiswa atau sembako. 

Sehingga, yang bisa saya berikan adalah ilmu saya dengan tim DPR RI sebanyak 7 orang tadi dan itu dibiayai oleh negara untuk bisa turun ke dapil, memberikan bantuan hukum gratis bahkan hingga ke proses pengadilan. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Rochmanudin Wijaya
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us