Aktivis Iran Bunuh Diri Usai Tuntut Pembebasan 4 Tahanan Politik

Jakarta, IDN Times - Seorang aktivis hak asasi manusia di Iran bunuh diri pada Rabu (13/11/2024) sebagai bentuk protes terhadap pemimpin tertinggi negara dan tindakan keras pemerintah dalam menangani perbedaan pendapat. Ia sebelumnya menuntut pembebasan empat tahanan politik yang ditahan oleh pemerintah.
Dalam unggahannya di media sosial X pada Rabu malam, Kianoosh Sanjari mengancam akan mengakhiri hidupnya jika tuntutannya tersebut tidak dipenuhi. Pria berusia 42 tahun itu kemudian bunuh diri dengan melompat dari sebuah gedung di ibu kota. Berita kematiannya beredar secara luas di media sosial.
- https://www.newarab.com/news/iran-activist-kills-himself-after-demanding-release-prisoners
- https://apnews.com/article/iran-voa-farsi-journalist-suicide-1e515467ba0a2209d54716329929e271
1. Tidak seorang pun boleh dipenjara karena mengungkapkan pendapat
Sanjari menuntut pembebasan aktivis veteran Fatemeh Sepehri, Nasreen Shakarami, ibu dari seorang remaja yang terbunuh dalam protes 2022, rapper Tomaj Salehi dan aktivis hak sipil Arsham Rezaei.
“Jika mereka tidak dibebaskan dari penjara pada Rabu pukul 19.00, dan berita pembebasan mereka tidak dipublikasikan di situs berita peradilan, saya akan mengakhiri hidup saya sebagai protes terhadap kediktatoran (pemimpin tertinggi Ayatullah Ali) Khamenei dan para sekutunya," cuitnya di X pada Rabu.
"Tidak seorang pun seharusnya dipenjara karena mengungkapkan pendapat mereka. Protes adalah hak setiap warga Iran. Hidup saya akan berakhir setelah tweet ini, tetapi mari kita ingat bahwa kita mati demi cinta kehidupan, bukan kematian,” tambahnya.
Ia juga sempat sempat mengunggah foto yang tampaknya diambil dari lantai atas sebuah gedung bertingkat di Teheran, memperlihatkan pemandangan jalan di bawahnya.
2. Pegiat HAM Iran bersedih atas kematian Sanjari
Berbagai tokoh dari kalangan oposisi menyatakan kesedihan mereka atas kematian Sanjari. Mereka menyebut aksi bunuh diri itu mencerminkan iklim di Republik Islam akibat tindakan keras yang dilakukan otoritas setelah protes nasional 2022-2023 menyusul kematian Mahsa Amini.
“Kematiannya merupakan peringatan bagi kita semua betapa beratnya akibat dari sikap diam dan ketidakpedulian,” kata aktivis Arash Sadeghi, yang pernah mendekam di penjara selama protes tersebut.
Atena Daemi, seorang aktivis buruh yang dibebaskan dari penjara pada 2022, menuding pemerintah bertanggung jawab atas kematiannya. Putra Shah yang digulingkan, Reza Pahlavi, yang kini tinggal di Amerika Serikat (AS), juga menyebutkan bahwa perjuangan mereka adalah untuk melawan rezim kematian dan eksekusi.
Sementara itu, aktor Inggris asal Iran, Nazanin Boniadi, mengatakan bahwa serangkaian penghormatan ini sangat kontras dengan perdebatan yang sering mewarnai perbincangan di kalangan oposisi Iran.
"Persatuan yang seharusnya ada dalam hidup, bukan hanya dalam kematian. Kami memiliki satu musuh bersama, rezim Republik Islam. Mari kita bertindak sesuai dengan itu," ujarnya.
3. Kematian Sanjari harus menjadi bahan kajian pemerintah
Ali Raniei, penasihat sosial Presiden reformis Iran Masoud Pezeshkian, mengatakan bahwa kematian Sanjari harus menjadi bahan kajian pemerintah. Dia menyebut peningkatan jumlah kasus bunuh diri yang dilakukan oleh generasi muda di negara itu cukup mengkhawatirkan.
Sanjari pernah bekerja di AS sebagai jurnalis di media Voice of America (VOA) pada 2008-2013. Ia sempat mendekam selama 2 tahun di penjara Iran atas tuduhan keamanan setelah kembali ke negara tersebut pada 2016.
Direktur VOA, Michael Abramowitz, menyampaikan belasungkawa atas kematian stafnya.
“Meskipun ada penindasan yang tak terbayangkan, warga Iran yang pemberani terus mempertaruhkan nyawa mereka agar suara mereka didengar. Saya sangat menghormati mereka yang menggunakan suara mereka untuk menyampaikan kebenaran kepada rakyat Iran. Itu termasuk banyak dari kalian, dan tentu saja Kianoosh," tulis Abramowitz, dikutip dari Associated Press.