Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Balon Isi Sampah dari Korut Dinilai sebagai Terorisme Ringan

bendera Korea Utara (unsplash.com/Micha Brändli)
Intinya sih...
  • Laporan CSIS menyebut balon sampah dari Korut ke Korsel sebagai terorisme ringan yang tidak boleh dianggap enteng.
  • Hubungan kedua negara semakin memburuk dengan pengiriman lebih dari seribu balon sampah dan selebaran anti-Pyongyang.
  • Pihak berwenang Korsel mendesak untuk mencegah provokasi terhadap Korut setelah balon-balon tersebut mengganggu penerbangan.

Jakarta, IDN Times - Laporan lembaga pemikir Amerika Serikat (AS), Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) menyebut balon-balon berisi sampah yang dikirimkan oleh Korea Utara (Korut) ke Korea Selatan (Korsel) sebagai bentuk terorisme ringan. CSIS menekankan bahwa tindakan tersebut tidak boleh dianggap sepele.

“Meskipun balon-balon ini mencerminkan kelemahan dan ketidakamanan Korea Utara, balon-balon ini tidak boleh dianggap enteng. Balon-balon berisi sampah dan kerusakan yang diakibatkannya adalah bentuk terorisme ringan,” demikian laporan yang dirilis CSIS pada Selasa (2/7/2024), dikutip Yonhap.

“Bayangkan saja jika mereka memasukkan bubuk putih yang tidak dapat diidentifikasi ke dalam balon; hal itu akan menimbulkan kepanikan di kalangan masyarakat Korea Selatan dan berdampak pada masuknya modal asing ke dalam perekonomian negara tersebut,” tambahnya.

1. Lebih dari seribu balon berisi sampah dikirimkan ke Korsel

Hubungan antara kedua Korea telah berada pada titik terendah dalam beberapa tahun terakhir. Sejak akhir Mei, Korut telah menerbangkan lebih dari seribu balon berisi sampah ke negara tetangganya. Hal ini dilakukan sebagai pembalasan atas selebaran anti-Pyongyang yang dikirimkan oleh aktivis Korsel ke Korut.

CSIS menyebut tindakan pengiriman sampah itu sebagai pengakuan eksplisit atas kebangkrutan ideologi Korut.

“Mereka tahu bahwa mengirimkan selebaran tentang Kimilsungisme adalah hal yang menggelikan di Korea Selatan. Hal ini tidak akan terjadi pada masa-masa awal Perang Dingin, ketika perekonomian Korea Utara lebih baik dibandingkan Korea Selatan dan terdapat dukungan kuat dari buruh dan mahasiswa yang radikal terhadap cita-cita Marxis-Leninis. Sekarang, alternatifnya adalah membuang sampah," kata CSIS dalam laporannya.

Kimilsungisme mengacu pada ideologi yang didirikan oleh Kim Il-sung, pendiri Korut dan kakek dari pemimpin saat ini, Kim Jong-un.

2. Siaran anti-Korut melalui pengeras suara di perbatasan dapat meningkatkan ketegangan

CSIS memperingatkan bahwa tanggapan Korsel yang menggunakan siaran anti-Korut melalui pengeras suara di sepanjang perbatasan dapat meningkatkan ketegangan antar-Korea. Pasalnya, Kim Yo-jong, saudara perempuan dari pemimpin Korut, sebelumnya pernah mengancam akan menghancurkan pengeras suara dengan tembakan militer.

“Ini akan menjadi eskalasi yang berbahaya bersamaan dengan gangguan sinyal GPS baru-baru ini, perambahan ke dalam DMZ, dan demonstrasi rudal,” kata CSIS. DMZ adalah singkatan dari Zona Demiliterisasi yang memisahkan kedua Korea.

Laporan tersebut juga membantah klaim beberapa pengamat Korea yang mengatakan bahwa bahwa pemimpin Korut telah membuat keputusan strategis untuk berperang.

"Pertama, jika Kim Jong-un benar-benar bersiap untuk perang, kecil kemungkinannya dia akan menjual seluruh amunisinya ke Rusia. Kedua, jika perang benar-benar terjadi, Kim tidak akan melepaskan diri dari Korea Selatan. Taktik penipuan strategis Korea Utara adalah untuk menyesatkan musuh-musuhnya,” kata CSIS.

“Jika perang akan segera terjadi, Korea Utara tidak akan mengirimkan telegram agresi di masa depan – mereka akan secara bermuka dua menyerukan inisiatif perdamaian antar-Korea, seperti yang mereka lakukan menjelang Perang Korea," tambahnya.

3. 115 penerbangan terganggu akibat balon sampah dari Korut

Dilansir SCMP, seorang anggota parlemen Korsel, Jeong Jun-ho, pada Rabu (3/7/2024) mengatakan bahwa balon-balon dari Korut telah mengganggu 115 penerbangan, yang berdampak pada lebih dari 10 ribu penumpang.

"Ratusan penumpang dalam penerbangan dari San Francisco, Vancouver dan Los Angeles dijadwalkan mendarat di Bandara Internasional Incheon, tetapi berakhir di Bandara Cheongju tanpa mengetahui apa yang terjadi," kata Jeong.

"Gangguan ini merupakan perwujudan Risiko Korea," ungkapnya, mengacu pada istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragu-raguan investor terhadap ancaman militer dari Korut.

Jeong pun mendesak pihak berwenang untuk berbuat lebih banyak guna mencegah para aktivis melakukan provokasi terhadap Korut.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us