Brasil Usir Dubes Nikaragua sebagai Aksi Balasan

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Brasil, pada Kamis (8/8/2024), mengusir Duta Besar (Dubes) Nikaragua di Brasilia sebagai pembalasan atas pengusiran Dubes Brasil di Managua, menyusul menurunnya hubungan kedua negara mengenai perbedaan pandangan politik.
Meskipun dipimpin presiden sayap kiri, Brasil dan Nikaragua memiliki praktik yang berlawanan. Presiden Nikaragua Daniel Ortega dikenal sebagai sosok diktator yang terpilih kembali lewat pemilu tunggal pada 2021 dan melakukan penahanan massal terhadap seluruh lawan politiknya.
1. Brasil tidak memutus hubungan diplomatik dengan Nikaragua
Kementerian Luar Negeri Brasil menjelaskan, kebijakan pemulangan Dubes Brasil di Managua, Breno Souza da Costa ini bukan berarti pemutusan hubungan diplomatik. Namun, keputusan ini hanya mengenai penurunan perwakilan di Nikaragua.
"Segala layanan konsuler bagi warga Brasil yang tinggal di Nikaragua akan tetap dipertakankan. Sebanyak 180 warga Brasil tinggal di negara Amerika Tengah tersebut," terangnya, dikutip Mercopress.
"Dalam praktiknya, pengusiran ini adalah mengurangi representasi Nikaragua di Brasil dan representasi Brasil di NIkaragua. Ini karena duta besar adalah representasi tertinggi suatu negara di negara lain. Dalam hubungan internasional, pengusiran duta besar adalah gestur kekecewaan dari suatu negara," tambahnya.
2. Lula tolak rezim Ortega yang persekusi Uskup Gereja Katolik

Retaknya relasi Brasil-Nikaragua terjadi menyusul penangkapan Uskup Nikaragua Rolando Alvarez atas dugaan perlawanan terhadap negara. Presiden Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva, mengaku dapat permintaan dari Paus Francis untuk mendekati Ortega.
"Saya sudah berbicara dengan Paus Francis dan dia meminta saya untuk berbicara dengan Ortega mengenai Uskup Rolando Alvarez yang ditahan. Yang terpenting adalah Ortega tidak mau menjawab panggilan telepon saya dan tidak mau berbicara dengan saya. Maka dari itu, saya tidak mau berbicara dengannya lagi," terangnya, dikutip EFE.
"Sangat disayangkan seorang yang mewujudkan revolusi seperti Ortega yang mengalahkan diktator Somoza, saat ini justru tidak tahu apa arti revolusi tersebut karena ia ingin terus berkuasa. Sebaiknya seluruh negara harus punya alternatif dalam kekuasaan karena itu adalah demokrasi yang sehat," sambungnya.
Lula sebenarnya punya hubungan yang baik dengan Ortega sejak 1980-an. Namun, hubungan tersebut retak menyusul keputusan pemerintah Nikaragua untuk mempersekusi oposisi politik.
3. Ketegangan dimulai usai acara peringatan Revolusi Sandinista
Mantan Duta Besar Nikaragua di Organisasi Negara Amerika (OAS), Arturo McFiedls, mengatakan bahwa rezim Ortega sudah menginstruksikan pengusiran Dubes Brasil di Managua karena tidak menghadiri acara peringatan Revolusi Sandinista pada 19 Juli.
Pemerintah Nikaragua memprotes Brasil yang menolak mengirimkan perwakilan dalam acara tersebut. Pada saat yang sama, Brasil enggan mengirimkan wakil karena sudah membekukan hubungan diplomatik usai persekusi terhadap pastor dan uskup Katolik di Nikaragua.
Pengusiran Dubes Brasil dan Nikaragua ini terjadi di tengah upaya Lula dan Presiden Kolombia Gustavo Petro, dan Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador untuk mencari jalan keluar dalam menangani krisis di Venezuela.
Di sisi lain, Nikaragua menjadi salah satu negara sekutu utama Venezuela di Amerika Latin yang mengakui kemenangan Presiden Nicolas Maduro meskipun kurangnya transparansi soal publikasi hasil pilpres.