Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

China akan Gelar Kongres Rakyat Nasional Pada 5 Maret 2025

Potret Tiananmen Square di kota Beijing, China. (unsplash.com/Nick Fewings)
Intinya sih...
  • Kongres Rakyat Nasional China akan membuka sidang tahunannya pada 5 Maret 2025 di Beijing.
  • Presiden Xi Jinping dan anggota senior Partai Komunis akan membahas kebijakan utama termasuk kebijakan moneter yang longgar.
  • Fokus kongres adalah target pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pertahanan, dan hubungan dengan negara-negara tetangga seperti Jepang, India, dan Australia.

Jakarta, IDN Times - Kongres Rakyat Nasional (National People's Congress/NPC), yang merupakan badan legislatif China, akan membuka sidang tahunannya di Beijing pada 5 Maret 2025. 

Kantor berita Xinhua yang dikelola pemerintah China mengatakan pada Rabu (25/12/2024) tentang jadwal tersebut, menyusul keputusan yang dibuat oleh Komite Tetap NPC.

Adapun agenda yang direkomendasikan untuk sidang tahunan, meliputi peninjauan laporan kerja pemerintah, pemeriksaan laporan terkait pelaksanaan rencana tahunan tentang pembangunan ekonomi dan sosial untuk tahun 2024, serta rancangan rencana tentang pembangunan ekonomi dan sosial nasional untuk tahun 2025.

Sidang tahunan tersebut diharapkan untuk memeriksa laporan tentang pelaksanaan anggaran pusat dan daerah untuk tahun 2024 dan rancangan anggaran pusat dan daerah untuk tahun 2025, dilansir Global times.

1. Apa saja fokus perhatian yang akan dibahas di Kongres?

NHK News melaporkan, Presiden Xi Jinping dan anggota senior Partai Komunis yang berkuasa, serta hampir 3 ribu delegasi regional akan menghadiri sesi tersebut, di mana kebijakan utama untuk hari ini diputuskan. 

Perdana menteri Li Qiang diperkirakan akan melaporkan kegiatan pemerintah pada hari pembukaan di Balai Agung Rakyat.

Awal bulan ini, para pemimpin memutuskan untuk menerapkan kebijakan moneter yang cukup longgar pada 2025. Ini menandakan kesiapsiagaan negara untuk menopang perekonomiannya yang sedang lesu. 

Fokus perhatian Kongres adalah target pertumbuhan ekonomi yang akan diumumkan, mengingat ekonomi Negeri Tirai Bambu sedang mengalami perlambatan. Target tersebut ditetapkan sekitar 5 persen untuk tahun ini.

2. Fokus China mempertahankan Taiwan

Fokus lainnya adalah pengeluaran pertahanan yang telah meningkat. Sebab, Beijing telah meningkatkan tekanan militer terhadap Taiwan dan melanjutkan aktivitas maritimnya di Laut China Timur dan Selatan.

Baru-baru ini, Beijing memprotes pengumuman terbaru Amerika Serikat (AS) terkait penjualan dan bantuan militer ke Taiwan. Pihaknya juga memperingatkan agar Washington tidak bermain api.

"China mendesak AS untuk berhenti mempersenjatai Taiwan, serta menghentikan tindakan berbahaya yang merusak perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan," kata Kementerian Luar Negeri China pada 22 Desember 2024, dikutip dari Associated Press.

Beijing menambahkan, tindakan Washington tersebut sangat melanggar kedaulatan dan kepentingan keamanan negaranya. Hal ini sebagai respons atas pengumuman Gedung Putih yang mengesahkan penyediaan dana hingga 571 juta dolar AS (sekitar Rp9,2 triliun) dan persetujuan penjualan militer senilai 295 juta dolar AS (Rp4,7 triliun) untuk membantu Taiwan mempertahankan diri dan menghalangi Beijing melancarkan serangan.

AS tidak secara resmi mengakui Taiwan secara diplomatis, tetapi Washington menjadi sekutu strategis dan pemasok senjata terbesar bagi pulau itu.

3. China tingkatkan upaya diplomatik di kawasan

Bendera Tiongkok. (Unsplash.com/Macau Photo Agency)

China telah berupaya memperlancar hubungan dengan negara-negara di kawasan. Ini termasuk dengan Jepang, India, dan Australia. Berbagai langkah juga telah dilakukan, seperti menggelar pertemuan diplomatik tingkat tinggi antara Beijing-Tokyo untuk memperlancar hubungan kedua negara.

Pada Oktober 2024, Beijing mengadakan pertemuan puncak pertamanya dengan India dalam lima tahun terakhir, guna membahas masalah teritorial dan berbagai masalah lainnya. Keduanya juga telah menyepakati rencana 6 poin yang bertujuan untuk menjaga stabilitas di sepanjang perbatasan dan mengembangkan hubungan bilateral.

China juga mengalami peningkatan hubungan dengan Australia. Kedua negara telah bersitegang sejak pandemik COVID-19, ketika Beijing memberlakukan tarif tambahan dan pembatasan impor atas berbagai macam produk Negeri Kanguru. Akan tetapi, dengan kesepakatan untuk melanjutkan pengiriman lobster Australia pada Oktober, sebagian besar tindakan China tersebut kini telah dicabut.

Pendekatan Beijing tersebut terhadap sejumlah negara dipandang sebagai strategi menjelang kembalinya Donald Trump sebagai Presiden AS. China bersiap menghadapi sikap yang lebih keras dari Washington setelah presiden terpilih tersebut dilantik bulan depan. Ini termasuk kekhawatiran bahwa ketegangan perdagangan kedua negara dapat meningkat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rahmah N
EditorRahmah N
Follow Us