Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

China dan Rusia Bela Iran dari Ancaman Sanksi PBB

Presiden Rusia, Vladimir Putin dan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei. (Kremlin.ru, CC BY 4.0 <https://creativecommons.org/licenses/by/4.0>, via Wikimedia Commons)
Presiden Rusia, Vladimir Putin dan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei. (Kremlin.ru, CC BY 4.0 <https://creativecommons.org/licenses/by/4.0>, via Wikimedia Commons)
Intinya sih...
  • China dan Rusia mendukung Iran menolak sanksi PBB
  • Saling tuding melanggar perjanjian, Iran ancam balas sanksi
  • China-Rusia minta rencana sanksi dibatalkan, desak dialog politik
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - China dan Rusia mendukung Iran untuk menolak upaya tiga negara Eropa yang ingin memberlakukan kembali sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dukungan ini disampaikan melalui sebuah surat bersama yang ditujukan kepada PBB pada Senin (1/9/2025), di tengah meningkatnya ketegangan diplomatik.

Sebelumnya, Inggris, Prancis, dan Jerman, yang dikenal sebagai E3, memicu mekanisme pemulihan sanksi otomatis yang disebut "snapback". Langkah tersebut diambil karena Eropa menuduh Iran telah melanggar komitmennya dalam perjanjian nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

1. Saling tuding melanggar perjanjian

Para menteri luar negeri dari China, Rusia, dan Iran menyatakan bahwa langkah Eropa secara hukum tidak sah dan memiliki cacat prosedur. Mereka menilai tindakan E3 menyalahgunakan wewenang dan fungsi Dewan Keamanan PBB.

"Surat bersama kami dengan rekan-rekan saya, para menteri luar negeri China dan Rusia, yang ditandatangani di Tianjin, mencerminkan posisi kami bahwa upaya Eropa untuk menggunakan snapback secara hukum tidak berdasar dan merusak secara politik," kata Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, dikutip dari Strait Times.

Iran dikecam karena telah melampaui batas produksi uranium yang ditetapkan dalam perjanjian nuklir 2015. Namun, Teheran berargumen bahwa tindakan itu dibenarkan sebagai konsekuensi atas keluarnya Amerika Serikat secara sepihak dari perjanjian pada 2018.

Surat bersama tersebut juga menyoroti kegagalan pihak Eropa dalam memenuhi kewajiban mereka sendiri di bawah kesepakatan JCPOA. Menurut mereka, Eropa lebih memilih untuk memihak sanksi ilegal yang diterapkan AS daripada menepati komitmennya untuk menjaga perjanjian tetap berjalan.

2. Iran ancam balas sanksi

Pemberitahuan resmi dari E3 kepada Dewan Keamanan PBB telah memicu periode 30 hari yang krusial. Jika tidak ada keputusan lain dari dewan dalam periode ini, semua sanksi PBB yang sebelumnya dicabut dapat diberlakukan kembali secara otomatis terhadap Teheran.

Pihak Eropa menyatakan bahwa mereka telah menempuh semua jalur diplomatik yang tersedia sebelum mengambil langkah tersebut. Dilansir Anadolu Agency, mereka mendesak Iran untuk kembali ke meja perundingan dan mengizinkan pengawasan penuh oleh Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA).

Menanggapi tekanan ini, Iran telah memperingatkan akan memberikan respons yang tegas dan proporsional. Parlemen Iran bahkan berencana mengajukan rancangan undang-undang untuk menarik diri dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir jika sanksi kembali diberlakukan.

3. China-Rusia minta rencana sanksi dibatalkan

Araghchi menyatakan bahwa yang dipertaruhkan saat ini bukan hanya hak-hak negaranya. Menurutnya, integritas dari seluruh perjanjian internasional itu sendiri kini berada di ujung tanduk akibat penyalahgunaan prosedur.

Surat tersebut juga mendesak seluruh anggota Dewan Keamanan PBB untuk menolak klaim yang diajukan oleh E3. Mereka menyerukan agar semua pihak menegaskan kembali komitmennya terhadap hukum internasional dan prinsip diplomasi.

Sikap bersama China, Rusia, dan Iran ini diformalkan dalam sebuah pertemuan di sela-sela KTT Shanghai Cooperation Organization (SCO) di Tianjin. Ketiga negara meminta Prancis, Jerman, dan Inggris untuk membatalkan mekanisme tersebut. Mereka mendorong terciptanya kondisi yang kondusif untuk dialog politik yang tulus demi menyelesaikan krisis ini secara damai.

"Pihak yang tidak menepati janjinya atau tidak menjalankan tugas-tugasnya, tidak bisa berharap untuk tetap mendapatkan hak atau keuntungan yang seharusnya mereka terima dari hubungan itu," bunyi surat tersebut.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sonya Michaella
EditorSonya Michaella
Follow Us

Latest in News

See More

Usai Rumah Dijarah, Astrid Kuya Curhat Banyak Anak Sekolah Ikut-Ikutan

03 Sep 2025, 12:14 WIBNews