China Sebut Filipina Biang Kerok di Laut China Selatan

Jakarta, IDN Times - Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, mengatakan Filipina harus bertanggung jawab atas meningkatnya ketegangan di Laut China Selatan.
“Tanggung jawab atas keadaan darurat yang terjadi baru-baru ini di perairan sekitar Ren’ai Jiao, sepenuhnya berada di tangan Filipina,” kata Mao, dikutip dari ANTARA, Selasa (12/12/2023).
Ren’ai Jiao yang disebut China ini adalah nama lain dari Kepulauan Spratly. Filipina menyebutnya sebagai Beting Ayungin.
1. Kapal China tembak meriam air

Pada Minggu (10/12/2023), kapal-kapal China dilaporkan menembakkan meriam air ke tiga kapal Filipina, untuk mengirimkan pasokan kepada nelayan di Scarborough Shoal.
Setelah itu, terjadi tabrakan antara kapal Filipina dan China di Second Thomas Shoal.
“Hal ini sangat melanggar kedaulatan China dan membahayakan personel kami. Penjaga pantai China sudah mengambil tindakan hukum yang diperlukan terhadap kapal Filipina, sesuai dengan hukum dalam negeri dan internasional,” ucap Mao.
Kementerian Luar Negeri China juga sudah mengajukan nota protes kepada Filipina.
2. Spratly diklaim milik China

Sementara itu, Mao menegaskan, Kepulauan Spratly adalah mutlak bagian dari China.
“China memiliki kedaulatan yang tak terbantahkan atas Nansha Qundao termasuk Ren’ai Jiao dan perairan sekitarnya. Hal ini terjadi dalam perjalanan sejarah panjang dan konsisten dengan hukum internasional termasuk Piagam PBB,” ungkap Mao.
3. Filipina disebut melanggar hukum internasional

Mao mengatakan Filipina melanggar hukum internasional dan ketentuan dari Declaration of Conduct (DoC) Laut China Selatan serta teritorial China.
“Kami sekali lagi mendesak Filipina untuk berhenti melanggar kedaulatan China dan melakukan tindakan provokatif, berhenti menyerang dan menjelek-jelekkan China tanpa dasar dan merusak perdamaian serta stabilitas di Laut China Selatan,” tegasnya.