China Diprediksi Akan Memiliki 1.500 Hulu Ledak Nuklir

Jakarta, IDN Times – China sedang menambah stok senjata nuklirnya dengan laju tercepat dibanding negara lain, menurut laporan baru dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI).
Penelitian yang dirilis Senin (16/6/2025) itu mencatat bahwa China kini memiliki setidaknya 600 hulu ledak, dan sekitar 100 hulu ledak ditambahkan setiap tahun sejak 2023. Dengan kecepatan ini, China diperkirakan bisa memiliki 1.500 hulu ledak nuklir pada 2035, mendekati angka kepemilikan Rusia dan Amerika Serikat (AS).
Guo Jiakun dari Kementerian Luar Negeri China menolak mengomentari laporan tersebut, namun tetap menyampaikan posisi resmi China.
“China selalu mematuhi strategi nuklir untuk pertahanan diri, selalu mempertahankan kekuatan nuklirnya pada tingkat minimum yang diperlukan untuk keamanan nasional, dan tidak berpartisipasi dalam perlombaan senjata,” kata Guo, dikutip dari The Guardian, Selasa (17/6/2025).
Laporan SIPRI juga menyebut Rusia kini memiliki 5.459 hulu ledak, sedangkan AS memiliki 5.177. Kedua negara ini menguasai sekitar 90 persen dari total stok senjata nuklir global.
1. Xi Jinping perluas senjata dan hubungkan ke isu Taiwan
Presiden China, Xi Jinping, mempercepat perluasan arsenal nuklir China secara signifikan dibandingkan pemimpin sebelumnya. Saat ini, China diperkirakan memiliki 24 hulu ledak nuklir yang sudah berada di misil atau pangkalan militer dan bisa dikerahkan dalam waktu sangat singkat. Pendahulunya, seperti Deng Xiaoping, hanya mengandalkan cadangan sederhana sebagai pencegah serangan.
Situasi ini menimbulkan kekhawatiran baru bagi Taiwan, wilayah yang diklaim China. Beijing secara terbuka menyatakan niat untuk “menyatukan” Taiwan dengan kekuatan militer jika diperlukan. Menurut para pakar, kepemilikan senjata nuklir berfungsi sebagai pencegah bagi negara ketiga, termasuk kemungkinan intervensi dari AS jika terjadi konflik.
Para cendekiawan China menilai bahwa peningkatan kapabilitas nuklir akan memperkuat posisi China dalam sengketa ini. Senjata nuklir dianggap menjadi perisai strategis dari kemungkinan keterlibatan militer pihak asing, khususnya dalam konflik perebutan Taiwan.
2. China juga kembangkan kapal selam nuklir
China kini sedang membangun ratusan fasilitas untuk misil balistik antar benua (ICBM) di daerah gurun di bagian utara. Selain itu, tiga pegunungan di wilayah timur dilaporkan menjadi lokasi silo ICBM tambahan. SIPRI menilai China tengah menjalani fase modernisasi dan ekspansi arsenal secara masif.
Dilansir dari South China Morning Post, kapal selam misil balistik Type 094 kini dipasangi misil jarak jauh, dan generasi berikutnya Type 096 sedang dalam tahap pengembangan. Namun, kemajuan proyek Type 096 mengalami penundaan dan belum diketahui berapa unit yang akan digunakan oleh angkatan laut China.
China juga telah meningkatkan kemampuan ICBM DF-5 dengan teknologi kendaraan re-entri independen (MIRV), memungkinkan satu misil membawa beberapa hulu ledak untuk menyerang berbagai target. Dalam lima tahun terakhir, misil DF-41 dengan teknologi MIRV telah dikerahkan. Jika semua silo diisi dengan satu hulu ledak, kapasitasnya bisa mencapai 650. Namun dengan tiga MIRV per misil, jumlah itu bisa melebihi 1.200 hulu ledak.
3. SIPRI peringatkan akhir era pengurangan senjata nuklir
Dilansir dari Economic Times, India dan Pakistan juga terus memperkuat kemampuan nuklir masing-masing. India menambah delapan hulu ledak menjadi total 180 dan mengembangkan misil baru dari seri Agni yang mampu membawa beberapa hulu ledak. Pakistan ikut mengembangkan sistem misil baru, tetapi jumlah hulu ledaknya diperkirakan tetap stabil di angka 170.
“Era pengurangan jumlah senjata nuklir di dunia, yang telah berlangsung sejak akhir perang dingin, sedang berakhir,” kata Hans M. Kristensen dari SIPRI.
Pada Januari 2025, total hulu ledak global diperkirakan mencapai 12.241, dengan Rusia dan AS menyumbang sekitar 90 persen.
Selain ketiga negara utama itu, enam negara lain yaitu Inggris, Prancis, India, Pakistan, Korea Utara, dan Israel juga sedang meningkatkan senjata nuklir mereka. SIPRI menyebutkan hampir semua negara bersenjata nuklir telah mempercepat program modernisasi pada 2024.
Dari sekitar 2.100 hulu ledak yang siaga di misil balistik, hampir semuanya milik Rusia dan AS, meski China juga mulai menyimpan sebagian hulu ledak di misil selama masa damai.
Direktur SIPRI, Dan Smith, mengingatkan bahwa masa depan perjanjian pengendalian senjata masih suram.
“Pengendalian senjata nuklir bilateral antara Rusia dan AS memasuki krisis beberapa tahun lalu dan sekarang hampir berakhir,” katanya, mengacu pada mandeknya negosiasi pengganti perjanjian New START.