Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Depresi karena Lembur 200 Jam Sebulan, Dokter Ini Bunuh Diri

Ben White via Unsplash

Seorang dokter ginekologi di Tokyo bunuh diri. Pengacara yang mewakili keluarga dokter tersebut menyebut dinas tenaga kerja setempat menetapkan kematiannya disebabkan oleh kelainan psikologis yang berkitan dengan beban pekerjaan.

Ia lembur lebih dari 200 jam sebulan.

Default Image IDN

Dikutip dari Japan Times, dokter tersebut mengalami depresi karena ia lembur selama hingga 208 jam sebulan. Pada 31 Juli lalu, kantor inspeksi tenaga kerja secara resmi menyebutnya sebagai kematian karena pekerjaan.

Dokter tersebut mendapatkan lisensi medis pada 2010 dan mulai bertugas di rumah sakit pada April 2013. Selama enam bulan sebelum bunuh diri pada Juli 2015, dokter tersebut tercatat bekerja lembur antara 143 hingga 208 jam per bulan. Pada Juli, ia bekerja lembur selama 173 jam.

Antara hak dan kewajibannya juga tak seimbang.

Default Image IDN

Setelah wafat, baru diketahui ternyata gajinya juga belum dibayarkan secara penuh. Bahkan, dalam sebulan ia hanya punya waktu libur sebanyak lima hari saja. Orangtuanya pun sempat meminta kompensasi dari asuransi pekerja pada Mei tahun lalu.

"Putra kami hancur karena berusaha memenuhi tanggungjawabnya sebagai dokter jaga yang memiliki pekerjaan berlebihan. Kecuali lingkungan pekerjaan meningkat, tragedi yang sama akan terulang," kata orangtua dokter tersebut.

Menteri Ketenagakerjaan Jepang menyebut ada 41,8 persen dokter rumah sakit yang bekerja lebih dari 60 jam per minggu pada 2012. Durasi ini adalah yang tertinggi di antara profesi yang lain. Kondisi pekerjaan untuk para dokter ginekologi jauh lebih berat dari dokter lain.

Sebabnya adalah mereka harus selalu siaga untuk sewaktu-waktu dipanggil ketika ada yang akan melahirkan, termasuk saat malam hari.

Ketika panel reformasi tenaga kerja yang dibentuk pemerintah resmi mengadopsi undang-undang ketenagakerjaan yang menyatakan waktu lembur terbanyak per bulan adalah 100 jam, profesi dokter, terutama bidang ginekologi, dinyatakan tak termasuk di dalamnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rosa Folia
EditorRosa Folia
Follow Us