Dilanda Perang, Kelaparan di Sudan Semakin Meluas

- Kelaparan di Sudan telah meluas ke lima wilayah, termasuk kamp Zamzam yang menampung lebih dari 400.000 orang.
- Perang antara tentara reguler dan paramiliter di Sudan membuat jutaan rakyatnya menderita, menciptakan krisis pengungsian dan kelaparan yang meningkat.
- Diperkirakan 24,6 juta orang Sudan membutuhkan bantuan pangan hingga Februari, dengan RSF menjarah persediaan makanan komersial dan menganggu pertanian.
Jakarta, IDN Times - Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu, atau IPC, mengatakan bahwa kelaparan di Sudan telah meluas ke lima wilayah. Ini termasuk kamp Zamzam, yang menampung lebih dari 400.000 orang, kamp Abu Shouk, kamp al-Salam dan di Pegunungan Nuba Barat.
IPC menyampaikan laporan tersebut pada Selasa (24/12/2024). Mereka juga mengatakan bahwa lima wilayah lainnya kemungkinan akan mengalami bencana kelaparan pada Mei.
IPC yang merupakan pemantau kelaparan gobal, adalah badan independen yang didanai oleh negara-negara Barat dan diawasi oleh 19 organisasi kemanusiaan besar dan lembaga antarpemerintah. Pada Agustus, mereka pertama kali mengidentifikasi kelaparan terjadi di kamp Zamzam di Darfur Utara. Sampai saat ini kelaparan masih terjadi di kamp tersebut.
1. Krisis pangan dan gizi yang belum pernah terjadi sebelumnya
Perang antara tentara reguler (SAF) dan paramiliter (RSF) di Sudan telah membuat jutaan rakyatnya menderita. Perang telah menciptakan krisis pengungsian dan juga kelapan yang terus meningkat.
"Hal ini menandai krisis pangan dan gizi yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang semakin dalam dan meluas, yang didorong oleh konflik yang menghancurkan," kata IPC.
Perang saudara tersebut telah membuat ekonomi Sudan runtuh. Layanan sosial yang penting hancur dan gangguan sosial terjadi begitu parah, sera akses kemanusiaan yang buruk.
Di wilayah dengan konflik tinggi, pertempuran membuat petani meninggalkan lahannya. Para pengungsi khususnya yang tinggal di pemukiman dan gedung publik, kemungkinan besar tidak akan mendapat manfaat dari panen tersebut.
2. PBB punya makanan tapi tidak punya akses masuk ke Sudan
Lima wilayah yang diperkirakan juga akan mengalami bencana kelaparan pada Mei adalah di Um Kadadah, Melit, al-Fashir, Tawisha, dan al-Lait. Semuanya berada di Darfur Utara.
Dilansir VOA News, dalam perkiraan IPC, sekitar 24,6 juta orang Sudan sangat membutuhkan bantuan pangan hingga Februari. Ini meningkat tajam dari 21,1 juta orang yang awalnya diproyeksikan pada Juni untuk periode yang sama.
Pihak RSF dilaporkan telah menjarah persediaan makanan komersial dan kemanusiaan, serta menganggu pertanian. Sedangkan pasukan pemerintah dinilai telah memblokir akses organisasi kemanusiaan ke beberapa bagian negara tersebut.
"Kami punya makanan. Kami punya truk di jalan. Kami punya orang di lapangan. Kami hanya butuh jalur aman untuk mengirimkan bantuan," kata Jean-Martin Bauer, direktur analisis ketahanan pangan dan nutrisi untuk Program Pangan Dunia PBB.
3. Sudan tangguhkan partisipasi di IPC

Persis sebelum laporan IPC dirilis, pemerintah Sudan memutuskan menangguhkan keikutsertaannya dalam sistem pemantauan tersebut. Keputusan itu dinilai merupakan langkah untuk melemahkan upaya mengatasi krisis kelaparan.
Sudan menuduh IPC mengeluarkan laporan yang tidak dapat diandalkan, yang merusak kedaulatan dan martabat negara.
Pemimpin organisasi non-pemerintah yang beroperasi di negara tersebut, mengatakan dengan syarat anonim, bahwa penarikan Sudan dapat menghilangkan kompas komunitas internasional untuk menavigasi krisis kelaparan negara itu.
IPC telah berjuang di berbagai negara untuk memantau kelaparan. Namun gangguan kadang terjadi. Di Myanmar dan Yaman, mereka mendapatkan gangguan dengan cara diblokir atau diberi data yang palsu.
Di Myanmar, IPC bahkan menghapus penilaiannya tentang kelaparan di sana dari situs webnya, karena khawatir akan keselamatan para peneliti.