Duma Boko, Presiden Botswana yang Akhiri Dominasi Partai Penguasa

- Duma Gideon Boko dilantik menjadi presiden Botswana setelah partainya memperoleh suara mayoritas dalam pemilihan calon anggota parlemen dengan 36 kursi.
- Kemenangan Boko mengakhiri dominasi Partai Demokratik Botswana (BDP) selama 58 tahun dan membuktikan demokrasi di negara Afrika tersebut berjalan dengan baik.
- Boko, seorang pengacara HAM, masuk dunia politik pada 2010 dan memiliki tantangan besar di bidang ekonomi karena perlambatan ekonomi dan kritikan atas kebijakan ekonomi sebelumnya.
Jakarta, IDN Times - Duma Gideon Boko resmi dilantik menjadi presiden Botswana pada Jumat (8/11/2024). Pemimpin berusia 54 tahun itu terpilih setelah partainya, Umbrella for Democratic Change (UDC) berhasil memperoleh suara mayoritas dalam pemilihan calon anggota parlemen dengan 36 kursi.
Kemenangan Boko resmi mengakhiri dominasi Partai Demokratik Botswana (BDP) selama 58 tahun sejak negara Afrika bagian selatan itu memerdekakan diri dari Inggris pada 1966. Pemilu di Bostwana juga berakhir damai setelah calon petahanan dari PDB, Mokgweetsi Masisi bersedia mengakui kekalahannya.
Keberhasilan calon oposisi Boko menduduki kursi pemerintahan di Botswana membuktikan demokrasi di negara Afrika tersebut berjalan dengan baik. Berikut profil Duma Boko yang akan menjabat sebagai presiden di Bostwana hingga 2029.
1. Dikenal sebagai ahli hukum di bidang HAM

Duma Boko lahir di kota kecil bernama, Mahalapye, Botswana bagian tengah pada 31 Desember 1969. Ia menempuh pendidikan di Jurusan Hukum di Universitas Botswana pada 1987-1992 dan sempat menjabat sebagai Dewan Perwakilan Mahasiswa.
Setelah lulus S-1, Boko melanjutkan pendidikan S-2 di Sekolah Hukum Universitas Harvard pada 1993. Usai lulus, ia pun mendapatkan gelar LL.M dan memutuskan kembali ke negara asalnya untuk menjadi dosen di Universitas Botswana dan mengampu mata kuliah hukum konstitusional.
Tidak hanya menjadi dosen, Boko juga mendirikan sebuah firma hukum yang mengambil konsentrasi pada ligitasi kepentingan publik dan konsultasi terkait masalah hak asasi manusia (HAM). Perusahaannya juga menangani masalah tenaga kerja, korporasi, kasus kriminal hingga hukum intelektual dan properti.
Sebagai seorang pengacara HAM, Boko pernah menjadi advokat untuk hak-hak suku pribumi Basarwa di Botswana. Ia pun pernah menjadi kepala Botswana Network on Ethics, Law and HIV/AIDS (Bonela), organisasi yang mengupayakan pendekatan kemanusiaan dalam menangani penyebaran HIV/AIDS dan TB.
2. Boko masuk ke dunia politik sejak 2010

Boko masuk dalam dunia politik setelah menjadi ketua Partai Front Nasional Bostwana (BNF) pada 2010. Meski awalnya sempat tersandung kasus hukum karena afiliasinya dengan Partai Front Nasional Demokratik, ia membuktikan kesuksesannya memimpin BNF.
Melansir APA News, Boko mampu merevitalisasi partai yang dipimpinnya setelah mengalami kemunduran selama dipimpin Otsweletse Moupo. Di bawah kepemimpinannya, BNF akhirnya bergabung dengan Partai Pergerakan Demokrasi Botswana dan membentuk partai baru bernama, Umbrella for Democratic Change (UDC).
Popularitas partainya terus meningkat dalam beberapa tahun setelah dibentuk. Pada pemilu 2014, UDC mampu mendapatkan suara terbanyak kedua dengan mengamankan 17 kursi di parlemen. Partainya hanya berada di bawah partai penguasa BDP yang memenangkan 37 kursi.
Pada 2019, partai Boko kembali kalah dalam pemilu parlemen oleh BDP. Bahkan karier politiknya sempat anjlok setelah kalah dari kandidat BDP untuk Konstituensi di Gaborone Bonnington North dan gagal masuk dalam kepemimpinan oposisi di parlemen.
3. Hadapi tantangan besar di tengah kesulitan ekonomi di Botswana

Sebagai presiden baru di Bostwana, Duma Boko menghadapi tantangan besar di bidang ekonomi. Negara Afrika bagian selatan itu mengalami perlambatan ekonomi menyusul kurangnya permintaan berlian yang berdampak pada turunnya harga berlian dunia.
Botswana merupakan produsen berlian terbesar kedua di dunia setelah Rusia dan menjadi penyuplai terbesar berlian dalam beberapa dekade terakhir. Pada paruh pertama 2024, perusahaan berlian Bostwana, Debswana mengalami penurunan hampir 50 persen dari pendapatan tahun lalu, dikutip Associated Press.
Selama di bawah kepemimpinan Masisi dan BDP, pemerintah Bostwana mendapatkan kritikan keras karena tidak mengupayakan diversifikasi ekonomi dan tetap menggantungkan ekonomi negara pada berlian. Alhasil, warga memilih Boko untuk mengharapkan perubahan di negaranya.
Kini, Boko harus menuntaskan permasalahan pengangguran di Bostwana yang jumlahnya mencapai 45 persen dan kemiskinan sebesar 17 persen dari populasi penduduk. Selain itu, banyak pemuda di Bostwana tidak memiliki pekerjaan dan jumlahnya terus meningkat hingga mencapai 27 persen dari total penduduk.