Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Profil Gus Dur: Kiai, Presiden hingga Jadi Pahlawan Nasional

Haul satu dekade Gus Dur berpulang, Jakarta Selatan, Sabtu (28/12) IDN Times/Irfan Fathurohman
Haul satu dekade Gus Dur berpulang, Jakarta Selatan, Sabtu (28/12) IDN Times/Irfan Fathurohman
Intinya sih...
  • Gus Dur sudah bisa membaca Al-Qur'an di usia 5 tahun
  • Gus Dur pernah menjadi akademisi
  • Gus Dur wafat pada 30 Desember 2009
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Presiden Prabowo Subianto telah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada 10 nama, di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025). Salah satunya Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur.

Dilansir dari laman NU Online, Gus Dur merupakan sosok ulama sekaligus negarawan yang dikenal luas karena pemikirannya yang terbuka dan humanis. Lahir pada 7 September 1940 di Jombang, Jawa Timur, Gus Dur tumbuh dalam lingkungan pesantren dan keluarga besar Nahdlatul Ulama (NU).

Ayahnya, KH Wahid Hasyim, merupakan tokoh pergerakan nasional dan Menteri Agama pertama RI, sementara ibunya adalah putri dari KH Bisri Sansuri, pendiri Pondok Pesantren Denanyar. Dari garis ayah, Gus Dur juga merupakan cucu dari KH Hasyim Asy’ari, pendiri NU. Latar belakang inilah yang menjadikan Gus Dur tumbuh dalam tradisi keilmuan Islam yang kuat sekaligus berpandangan luas terhadap keberagaman.

1. Gus Dur sudah bisa membaca Al-Qur'an di usia 5 tahun

Ilustrasi Alquran dan Buku Yasin (IDN Times/Besse Fadhilah)
Ilustrasi Alquran dan Buku Yasin (IDN Times/Besse Fadhilah)

Sejak kecil, Gus Dur sudah menunjukkan kecerdasan dan rasa ingin tahu yang tinggi. Di usia lima tahun, ia sudah bisa membaca Al-Qur’an. Setelah lulus sekolah dasar, ia melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) Gowongan, Yogyakarta, sembari belajar agama di Pondok Pesantren Krapyak. Masa mudanya diisi dengan semangat membaca karya-karya besar dunia, dari Ernest Hemingway, John Steinbeck, Will Durant, hingga Lenin.

Perjalanan pendidikannya berlanjut ke beberapa pesantren ternama seperti Tegalrejo di Magelang dan Tambakberas di Jombang. Pada usia 22 tahun, Gus Dur berangkat menunaikan ibadah haji, kemudian melanjutkan studi ke luar negeri. Ia sempat belajar di Universitas Al-Azhar Kairo (1964–1966) dan Universitas Baghdad, Irak (1966–1970) di Fakultas Adab Jurusan Sastra Arab. Setelahnya, ia sempat singgah ke Belanda, Jerman, dan Prancis, sebelum akhirnya pulang ke Indonesia pada tahun 1971.

2. Gus Dur pernah menjadi akademisi

Presiden keempat, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. (ANTARA FOTO/Fanny Octavianus)
Presiden keempat, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. (ANTARA FOTO/Fanny Octavianus)

Sekembalinya ke Tanah Air, Gus Dur bergabung dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)—sebuah organisasi intelektual Muslim progresif. Di sini, ia aktif menulis di majalah Prisma dan berkeliling ke berbagai pesantren untuk mendorong pembaruan pendidikan Islam. Ia juga menulis di media nasional seperti Tempo dan Kompas, membangun reputasi sebagai cendekiawan Muslim dengan pemikiran kritis.

Karier akademiknya pun berkembang pesat. Pada 1977, Gus Dur menjabat sebagai dekan di Universitas Hasyim Asy’ari Jombang dan mengajar berbagai mata kuliah keislaman. Tak lama, ia mulai aktif di struktur Nahdlatul Ulama setelah dibujuk oleh kakeknya, KH Bisri Syansuri. Pada 1984 menjadi tonggak penting saat Gus Dur terpilih sebagai Ketua Umum PBNU, jabatan yang diembannya hingga 2000.

Perjalanan Gus Dur kemudian membawanya ke puncak kepemimpinan nasional. Pada 1999, ia terpilih secara demokratis sebagai Presiden ke-4 Republik Indonesia, menggantikan BJ Habibie. Dalam masa kepemimpinannya, Gus Dur dikenal sebagai sosok yang menjunjung tinggi pluralisme, toleransi, dan kemanusiaan. Ia juga dikenang dengan gaya kepemimpinan yang penuh humor namun sarat makna.

3. Gus Dur wafat pada 30 Desember 2009

Gus Dur
ilustrasi kawasan makam gus dur (www.nu.or.id/AruLegoTriono)

Dari pernikahannya dengan Sinta Nuriyah, Gus Dur dikaruniai empat putri: Yenny Wahid, Alissa Wahid, Anita Wahid, dan Inayah Wahid. Keluarga ini hingga kini meneruskan semangat dan perjuangan Gus Dur dalam memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan.

Gus Dur wafat pada 30 Desember 2009 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, dalam usia 69 tahun. Kini, perjuangannya kembali dikenang oleh bangsa Indonesia lewat penganugerahan gelar Pahlawan Nasional, sebuah penghormatan atas dedikasi dan jasanya yang besar bagi persatuan dan kemanusiaan.

4. Gus Dur dikenal sebagai Bapak Pluralisme Indonesia

Gus Dur
Gus Dur(instagram.com/jaringangusdurian)

Hal-hal yang dikenal dari sosok Gus Dur adakah sebagai "Bapak Pluralisme Indonesia" yang memperjuangkan pengakuan dan perayaan bagi kelompok minoritas, serta mendorong rekonsiliasi nasional.

Gus Dur juga dikenal dengan kemampuan menjelaskan hal yang kompleks menjadi sederhana dan mudah dipahami. Ia juga seorang pembaca sastra yang baik, mengutip banyak penulis dari berbagai negara.

Hal lain yang dikenal dari sosok Gus Dur adalah sebagai pejuang kemanusiaan dan demokrasi. Ia memperjuangkan kebebasan pers, hak asasi manusia, dan menolak ekstremisme serta intoleransi dalam bentuk apapun. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us

Latest in News

See More

Ketua KPK Lantik 23 Penyelidik dan Penyidik Baru, Soroti Integritas

11 Nov 2025, 08:10 WIBNews