Fakta-Fakta Perang Saudara Sudan yang Tewaskan Ratusan Ribu Orang

- El Fasher jatuh ke tangan RSF setelah 18 bulan pengepungan, dilaporkan terjadi pembantaian massal terhadap warga sipil.
- RSF dituduh melakukan genosida dan kekejaman brutal, kelompok ini berakar dari milisi Janjaweed yang terlibat dalam konflik Darfur pada awal tahun 2000-an.
- Konflik Sudan dipicu oleh perselisihan antara dua jenderal yang pernah menjadi sekutu, memicu perang saudara dengan dampak kemanusiaan yang sangat menghancurkan.
Jakarta, IDN Times - Kota El Fasher di wilayah Darfur, Sudan, telah jatuh ke tangan kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF). Jatuhnya benteng terakhir militer Sudan (SAF) di wilayah tersebut diikuti laporan mengerikan mengenai pembantaian massal terhadap warga sipil yang terjebak di dalam kota.
Peristiwa tragis ini kembali menyorot perang saudara brutal yang telah menghancurkan Sudan selama lebih dari dua setengah tahun. Berikut fakta-fakta penting seputar konflik Sudan dan apa yang terjadi di El Fasher.
1. Apa yang terjadi di El Fasher?
El Fasher merupakan ibu kota Darfur Utara dan benteng terakhir yang dipertahankan oleh Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) di seluruh wilayah Darfur. Selama 18 bulan, kota ini dikepung oleh RSF, yang memutus akses makanan, obat-obatan, dan jalur evakuasi bagi ratusan ribu warga sipil yang terperangkap, dilansir Al Jazeera.
Setelah berhasil merebut kota, RSF dilaporkan melakukan serangkaian kekejaman brutal. Para pejuang dilaporkan mendatangi rumah-rumah untuk mengeksekusi warga berdasarkan etnis mereka dan bahkan merekam diri mereka sendiri saat melakukan kekejaman. Kelompok Sudan Doctors Network melaporkan sedikitnya 1.500 orang tewas, sementara pemerintah Sudan menyebut angka korban mencapai 2 ribu jiwa.
Salah satu insiden paling mengerikan adalah serangan di Rumah Sakit Saudi, yang oleh para aktivis disebut telah berubah menjadi rumah jagal manusia. Ratusan pasien, staf medis, dan pengungsi yang berlindung di dalamnya dilaporkan dibunuh secara massal.
"WHO terkejut dan sangat terguncang," ujar Tedros Adhanom Ghebreyesus, kepala WHO, merujuk pada laporan pembunuhan 460 orang di rumah sakit tersebut, dilansir BBC.
2. Siapa RSF, kelompok yang dituduh lakukan genosida?
Rapid Support Forces (RSF) adalah kelompok paramiliter yang diperkirakan memiliki sekitar 100 ribu anggota. Meskipun kekuatannya hanya separuh dari militer nasional (SAF), mereka sangat terlatih dan bersenjata lengkap.
Kelompok ini berakar dari milisi Janjaweed, sebuah kelompok bersenjata nomaden Arab yang terkenal sangat kejam selama konflik Darfur pada awal tahun 2000-an. Saat itu, Janjaweed dituduh melakukan genosida dan pembersihan etnis terhadap komunitas non-Arab di Darfur yang menewaskan hingga 300 ribu orang.
Kekejaman tersebut tampaknya terulang kembali. Sebelumnya, pemerintah Amerika Serikat (AS) telah menyatakan bahwa tindakan RSF dan milisi sekutunya merupakan genosida. Mereka dituduh sengaja menarget kelompok etnis non-Arab, khususnya orang-orang Massalit, dengan pembunuhan, pemerkosaan, dan serangan terhadap warga sipil yang melarikan diri.
3. Mengapa perang saudara di Sudan bisa meletus?
Konflik yang meletus pada April 2023 ini pada dasarnya adalah perebutan kekuasaan antara dua jenderal yang pernah menjadi sekutu. Mereka adalah Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, pemimpin SAF dan kepala negara de facto Sudan, serta Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo atau "Hemedti", pemimpin RSF.
Kedua jenderal ini sebelumnya bekerja sama dalam beberapa manuver politik. Mereka bersama-sama menggulingkan Presiden Omar al-Bashir pada 2019 setelah protes massa, lalu kembali melancarkan kudeta pada 2021 untuk merebut kekuasaan dari pemerintahan transisi sipil-militer.
Namun, aliansi mereka pecah karena perselisihan mengenai rencana integrasi RSF ke dalam struktur komando militer nasional. Menurut BBC, ketegangan memuncak terkait siapa yang akan memimpin angkatan bersenjata yang baru dan bagaimana proses peleburan 100 ribu pasukan RSF akan dilakukan, yang akhirnya memicu perang terbuka.
4. Bagaimana dampak perang terhadap warga sipil Sudan?
Perang ini telah menciptakan krisis kemanusiaan yang oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) disebut sebagai yang terbesar di dunia saat ini. Dampaknya terhadap warga sipil sangat menghancurkan, dengan kelaparan dan kehancuran infrastruktur yang meluas.
Angka korban jiwa sangat masif. Berbagai perkiraan, seperti yang dilaporkan CNN, menyebutkan bahwa lebih dari 150 ribu orang telah tewas akibat konflik ini. Selain itu, perang telah memicu krisis pengungsian terbesar secara global, dengan lebih dari 14 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka.
Kondisi diperparah dengan hancurnya fasilitas-fasilitas vital. WHO telah memverifikasi setidaknya 185 serangan terhadap fasilitas kesehatan sejak perang dimulai, yang mengakibatkan 1.204 kematian. Jutaan orang di Sudan kini menghadapi kerawanan pangan akut di tengah hancurnya layanan publik.
5. Apa yang akan terjadi selanjutnya di Sudan?
Jatuhnya El Fasher menandai titik balik yang signifikan dalam konflik. Peristiwa ini secara efektif memecah Sudan, dengan RSF kini menguasai hampir seluruh wilayah Darfur di bagian barat, sementara SAF mengendalikan wilayah timur, tengah, dan ibu kota Khartoum.
Analis memperkirakan pertempuran selanjutnya akan bergeser ke wilayah Kordofan yang kaya minyak, yang berbatasan langsung dengan Darfur. RSF telah merebut Bara, sebuah pusat transportasi penting di Kordofan Utara, menandakan ambisinya untuk terus memperluas wilayah kekuasaannya.
Sementara itu, berbagai upaya perdamaian telah gagal memberikan hasil. Respons komunitas internasional dinilai sangat lamban, dengan para pakar menyebut Sudan sebagai tempat terburuk di Bumi saat ini yang krisisnya terlantar karena minimnya perhatian global.
"Hasil pertempuran di El Fasher dan Kordofan kemungkinan akan menentukan arah masa depan konflik Sudan dan masa depan politik negara itu," kata Jalale Getachew Birru, seorang analis senior di ACLED.



















