Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Gagal Bayar Utang, Politik di Pakistan Terancam Gonjang-ganjing Lagi

Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif (instagram.com/shehbazsharif)

Jakarta, IDN Times - Inflasi dikabarkan sulit untuk dikendalikan di negara Pakistan dalam beberapa waktu terakhir. Pencabutan subsidi yang diwacanakan oleh pemerintah baru Pakistan masih menjadi perdebatan.

Hal tersebut membuat kestabilan politik di negara tersebut menjadi kacau kembali. Saat pembicaraan dengan IMF berakhir pada Rabu (25/05/2022) di Doha, para pejabat mengakui bahwa memenangkan pinjaman dari berbagai pihak internasional walau harus mengorbakan beberapa kebijakan publik yang tak populis.

1. Tanpa bantuan IMF, Pakistan terancam gagal bayar utang yang kedua kalinya

Gedung International Monetary Fund (IMF) (observerbd.com)

Selama berbulan-bulan, Pakistan telah berjuang untuk menjaga perekonomiannya yang melatarbelakangi didepaknya eks Perdana Menteri Imran Khan dari pemerintahan. Banyak yang khawatir bahwa Pakistan akan mengikuti jejak Sri Lanka dalam daftar negara yang berpotensi default atau gagal bayar utang.

Hal tersebut membuat para investor semakin gelisah. Di sisi lain, tanpa adanya bantuan pendanaan dari International Monetary Fund (IMF), Pakistan mungkin gagal bayar untuk kedua kalinya dalam sejarahnya, dilansir Bloomberg

Sebelumnya, Pemerintah Pakistan telah mencabut subsidi bensin dan gas yang telah diterapkan pemerintahan Imran Khan demi memenuhi permintaan dari IMF. Sayangnya, kebijakan ini ditentang oleh sebagian masyarakat Pakistan karena mengakibatkan inflasi yang mencolok. 

2. Pemerintah Pakistan masih optimistis untuk pulihkan perekonomiannya

potret perayaan Iduladha di Pakistan (havehalalwilltravel.com)

Gubernur Bank Sentral Pakistan, Murtaza Syed, menyatakan optimisme terhadap situasi ekonomi yang sedang terjadi di Pakistan saat ini dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg TV.

"Kami yakin kami akan mencapai garis finish," kata Murtaza Syed pada hari Selasa (24/05/2022). Dengan rentetan guncangan keuangan yang disebabkan oleh pandemi COVID-19, invasi Rusia di Ukraina, dan kenaikan suku bunga, Pakistan menjadi salah satu dari beberapa negara berkembang yang menghadapi restrukturisasi utang, dilansir The Straits Times. 

Pemerintah Pakistan mencoba berbagai cara untuk mengatasi permasalahan ekonominya, baik dengan kerja sama bilateral maupul multilateral seperti kerja sama dengan IMF. Namun, IMF mendorong pemerintahan baru Pakistan untuk mencabut subsidi bensin dan gas yang diimplementasikan oleh pemerintahan Imran Khan. 

3. Pemerintah Pakistan mendapatkan tekanan dari kubu eks PM Imran Khan

Pemerintah Pakistan sedang mengupayakan pengucuran dana sebesar 3 miliar dolar AS dari IMF. Jumlah itu akan menambah cadangan devisa negara, yang sebesar 10,2 dolar AS.

Di sisi lain, Pemerintah Pakistan menatap defisit perdagangan sebesar 45 miliar dolar AS pada 2022. Dengan pekerjaan yang tak mudah tersebut, Pemerintah Pakistan juga dihadapi tekanan dari partai oposisi yang dipimpim oleh eks PM Imran Khan. 

Dalam beberapa pekan terakhir, partai Imran Khan yang bernama Pakistan Tehreek-e-Insaf, telah mendorong pemilihan setahun lebih awal dari yang direncanakan dalam upaya untuk merebut kembali kekuasaan. Selain itu, Khan meminta para pendukungnya untuk mengadakan protes pada Rabu (25/05/2022) di Islamabad.

Demi mendapatkan bantuan dana IMF, Pemerintah Pakistan tampaknya harus mengeluarkan kebijakan yang tak populis di mata masyarakatnya. Di sisi lain, kubu Khan berusaha untuk memanfaatkan situasi tersebut untuk merebut suara sebanyak-banyaknya pada pemilu berikutnya. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us