Hamas Gugat Pemerintah Inggris Minta Status Terorisnya Dicabut

Jakarta, IDN Times - Hamas mengajukan permohonan hukum kepada pemerintah Inggris untuk menghapus namanya dari daftar organisasi teroris. Permohonan tersebut tertuang dalam dokumen 106 halaman yang diserahkan kepada Menteri Dalam Negeri Inggris Yvette Cooper pada Rabu (9/4/2025).
Mousa Abu Marzouk, kepala hubungan internasional Hamas, menjadi pemohon utama dalam pengajuan ini. Hamas beralasan mereka bukan kelompok teroris melainkan gerakan pembebasan dan perlawanan Islam Palestina.
Saat ini, seluruh organisasi Hamas masuk dalam daftar teroris Inggris. Sayap militer Hamas (Brigade Qassam) telah dilarang sejak 2001. Sementara sayap politiknya dilarang pada 2021 setelah pemerintah Inggris menilai tidak ada perbedaan nyata antara kedua sayap tersebut.
1. Hamas klaim sebagai gerakan perlawanan bukan teroris
Hamas berargumen bahwa mereka adalah gerakan perlawanan yang berjuang membebaskan Palestina dan melawan agenda Zionisme. Dalam dokumen hukumnya, Hamas menggunakan Konvensi Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR) sebagai dasar gugatan.
Tim hukum Hamas menyatakan bahwa definisi terorisme dalam Undang-Undang Terorisme 2000 terlalu luas. Menurut mereka, definisi ini bisa mencakup berbagai kelompok yang menggunakan kekerasan untuk tujuan politik, termasuk angkatan bersenjata negara-negara seperti Israel, Ukraina, dan Inggris sendiri.
"Keputusan pemerintah Inggris melarang Hamas tidak adil dan mencerminkan dukungan mereka terhadap Zionisme, apartheid, dan pendudukan di Palestina selama lebih dari satu abad," ujar Marzouk, dilansir The Guardian.
Hamas juga memperingatkan bahwa status teroris menghambat pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza. Mereka khawatir bantuan apapun bisa dicap sebagai dukungan terorisme jika ditujukan untuk wilayah yang dikuasai kelompok berlabel teroris.
Dalam pengajuan hukumnya, Hamas membandingkan kasus mereka dengan African National Congress (ANC) di Afrika Selatan dan Irish Republican Army (IRA) di Irlandia Utara. Hamas berpendapat status teroris justru menghalangi proses perdamaian karena membuat dialog politik menjadi tabu.
2. Pengacara Inggris bantu Hamas tanpa bayaran
Tim pengacara yang membantu Hamas terdiri dari tiga ahli hukum Inggris. Mereka adalah Fahad Ansari dari Riverway Law, Daniel Grutters dari One Pump Court Chambers, dan Franck Magennis dari Garden Court Chambers.
Para pengacara ini mengaku bekerja secara sukarela. Hukum Inggris melarang menerima pembayaran dari organisasi yang ditetapkan sebagai teroris.
"Kami perlu diskusi jujur dan mendalam tentang situasi di Palestina. Kebijakan yang membatasi diskusi justru menghambat upaya mencapai penyelesaian politik jangka panjang, terlepas dari pandangan kita tentang Hamas," kata Grutters, dilansir Middle East Eye.
Firma hukum Riverway Law meluruskan mereka tidak bermaksud mengajak orang mendukung organisasi terlarang. Mereka hanya ingin menjelaskan isi permohonan hukum dan mengapa kasus ini penting untuk dipertimbangkan.
Melansir Jerusalem Post, Hamas juga mengklaim serangan Oktober 2023 sebagai tindakan membela diri melawan Israel. Marzouk menyebut serangan itu sebagai langkah perlawanan untuk membebaskan tahanan Palestina dari penjara Israel.
Menteri Dalam Negeri Inggris kini memiliki waktu 90 hari untuk menanggapi permohonan Hamas. Jika ditolak, Hamas masih bisa mengajukan banding ke Komisi Banding Organisasi Terlarang Inggris.
3. Oposisi Inggris kecam gugatan Hamas

Menteri luar negeri oposisi Inggris, Priti Patel, mengecam upaya Hamas ini. Patel mengatakan, Hamas merupakan organisasi teroris berbahaya yang didukung Iran.
"Hamas merupakan ancaman berkelanjutan bagi keamanan kita dan perdamaian Timur Tengah. Hamas memiliki senjata dan fasilitas pelatihan yang membahayakan nyawa dan kepentingan negara kita," kata Patel.
Chris Philp, menteri dalam negeri oposisi, meminta klaim Hamas ditolak. Menurutnya, upaya ini membuktikan bahwa hukum hak asasi manusia Inggris terlalu lemah hingga bisa disalahgunakan untuk melindungi teroris, dilansir The Telegraph.
Robert Jenrick, menteri kehakiman oposisi, juga mengkritik firma hukum yang mewakili Hamas. Jenrick menilai sangat tidak pantas bagi firma hukum Inggris untuk beranggapan bahwa larangan terhadap Hamas bisa dicabut.