Israel Dituding Halangi Kesepakatan Pertukaran Tahanan dengan Hamas

- Keluarga sandera Israel menuduh Netanyahu menghalangi kesepakatan pertukaran tahanan dengan Hamas setelah pernyataan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich.
- Meski beberapa sandera telah dibebaskan, masih ada 79 sandera yang ditahan di Gaza, keluarga menyuarakan kritik terhadap keputusan politik pemerintah Israel.
- Netanyahu berangkat ke AS untuk membahas tahap kedua gencatan senjata dengan Trump, namun akan menghadapi tekanan dari berbagai pihak dalam prosesnya.
Jakarta, IDN Times - Keluarga sandera Israel, pada Sabtu (1/2/2025), mengatakan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan pemerintahannya berusaha menghalangi kesepakatan pertukaran tahanan dengan Hamas.
Pernyataan ini disampaikan setelah Menteri Keuangan Bezalel Smotrich mengklaim bahwa Israel akan melanjutkan perang di Gaza setelah tahap pertama perjanjian gencatan senjata selesai.
“Kami, keluarga yang menunggu implementasi kesepakatan tahap selanjutnya, sangat prihatin. Kami mengajukan permohonan lainnya kepada Presiden (Donald) Trump, karena Netanyahu dan para menterinya berusaha menggagalkan dan menghalangi perjanjian tersebut," kata keluarga sandera dalam konferensi pers di dekat markas Kementerian Pertahanan di Tel Aviv, dilansir Anadolu.
"Menteri Smotrich telah menyatakan bahwa perang akan dilanjutkan segera setelah tahap pertama selesai, tetapi kami tidak akan membiarkan mereka merusak kesepakatan dan membiarkan sandera-sandera yang tersisa menghadapi nasib mereka," tambah mereka.
1. Keluarga kritik pemerintah karena biarkan para sandera ditahan terlalu lama di Gaza
Meski mengaku gembira atas pembebasan beberapa sandera dalam tahap pertama gencatan senjata, keluarga mengkritik keputusan politik yang diambil oleh pemerintah Israel, sehingga menyebabkan para sandera yang tersisa ditahan terlalu lama di Gaza.
“Masih ada 79 sandera yang ditahan, menunggu untuk diselamatkan sekarang," tambah mereka.
Pada Sabtu, Israel membebaskan 183 tahanan Palestina dalam pertukaran tahanan-sandera keempat berdasarkan kesepakatan gencatan senjata. Tiga sandera Israel, yaitu Keith Siegel, Ofer Kalderon dan Yarden Bibas, juga dibebaskan oleh Hamas pada hari yang sama.
2. Netanyahu bahas kelanjutan gencatan senjata dengan Trump
Sementara itu, Netanyahu telah berangkat ke Amerika Serikat (AS) untuk mendiskusikan tahap kedua gencatan senjata. Kantor Perdana Menteri Israel mengatakan bahwa Netanyahu akan memulai diskusi dengan utusan Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, mengenai syarat-syarat gencatan senjata selanjutnya pada Senin (3/2/2025).
Presiden AS Donald Trump diperkirakan akan menjamu Netanyahu di Gedung Putih pada Selasa (4/2/2025). Ini akan menjadi pertemuan pertama Trump dengan pemimpin asing sejak pelantikannya pada 20 Januari 2025.
Kunjungan Netanyahu ke AS terjadi 2 minggu setelah dimulainya tahap pertama gencatan senjata, yang mencakup pembebasan 33 sandera Israel dengan imbalan hampir 2 ribu tahanan Palestina. Tahap kedua diperkirakan mencakup pembebasan sandera yang tersisa dan diskusi mengenai kemungkinan penghentian perang secara permanen.
3. Kelompok sayap kanan di pemerintahan Israel tidak ingin adanya tahap kedua
Dilansir Al Jazeera, Scott Lucas, profesor politik internasional di University College Dublin, mengatakan bahwa tahap kedua gencatan senjata akan menghadapi tekanan dari berbagai pihak.
"Di sini, ada empat pihak yang memberikan tekanan terhadap Benjamin Netanyahu dan Trump," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa tekanan pertama berasal dari kelompok sayap kanan di Israel, terutama dari Smotrich dan mantan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, yang sama sekali tidak menginginkan adanya tahap kedua. Sebaliknya, mereka ingin Israel melanjutkan perang di Gaza.
Tekanan kedua berasal dari kelompok-kelompok di Israel yang menganggap prioritas utama adalah pemulangan semua sandera. Selanjutnya, ada Hamas yang akan terus menolak upaya Israel untuk melenyapkan kelompok tersebut dari Gaza beserta warga Palestina yang menolak pendudukan militer.
“Keempat adalah Donald Trump, yang ingin menjadi pembawa perdamaian, namun juga sangat pro-Israel sehingga solusinya untuk membawa perdamaian adalah dengan mengirim seluruh penduduk Gaza ke Mesir dan Yordania. Jadi tidak ada cara untuk menyatukan keempat pihak ini untuk mencapai tahap kedua pada titik ini," jelasnya.