Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Israel Kembali Serang Gaza, 2 Warga Palestina Tewas

pengeboman Kota Gaza
pengeboman Kota Gaza (unsplash.com/Mohammed Ibrahim)
Intinya sih...
  • Israel klaim menargetkan gudang senjata di Beit Lahia, Gaza utara.
  • Serangan udara terbaru merupakan kelanjutan dari malam paling mematikan sejak gencatan senjata.
  • Hamas bantah terlibat penembakan tentara Israel dan menyalahkan Israel atas eskalasi di Gaza.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Dua warga Palestina dilaporkan tewas dalam serangan udara terbaru Israel di Jalur Gaza utara yang terjadi pada Rabu (29/10/2025). Serangan yang menyasar kota Beit Lahia ini dianggap sebagai pelanggaran terbaru terhadap perjanjian gencatan senjata yang rapuh.

Pihak militer Israel mengklaim serangan tersebut menargetkan infrastruktur yang dapat menimbulkan ancaman. Insiden mematikan ini terjadi sehari setelah serangkaian serangan yang menewaskan lebih dari seratus warga sipil Palestina di berbagai wilayah Gaza, dilansir Anadolu Agency.

1. Israel klaim menargetkan gudang senjata

Serangan udara yang menewaskan dua orang itu berlokasi di wilayah Beit Lahia, di bagian utara Jalur Gaza. Kedua jasad korban tersebut segera dilarikan dan dipindahkan ke Rumah Sakit Al-Shifa.

Militer Israel, atau IDF, menyatakan bahwa mereka melakukan apa yang disebut sebagai serangan presisi. Serangan ini diklaim menargetkan tempat penyimpanan senjata yang akan digunakan untuk serangan teror.

IDF menegaskan bahwa pasukannya akan tetap ditempatkan sesuai dengan kesepakatan gencatan senjata Gaza. Mereka juga akan terus beroperasi untuk menghilangkan ancaman apa pun yang dianggap dapat membahayakan pasukannya.

Seorang warga Palestina yang pengungsi, Jalal Abbas, mengungkapkan keputusasaannya atas eskalasi ini.

"Masalahnya adalah Donald Trump memberi mereka kedok untuk membunuh warga sipil karena mereka menyesatkannya dengan informasi palsu,” ujar Abbas, dilansir Straits Times.

2. Ratusan korban tewas pada malam paling mematikan sejak gencatan senjata

Serangan pada Rabu merupakan kelanjutan dari gelombang serangan udara Israel sebelumnya yang jauh lebih mematikan. Malam sebelum serangan terbaru ini, Israel melancarkan pengeboman terberat sejak gencatan senjata yang dimediasi AS mulai berlaku pada 10 Oktober.

Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas melaporkan bahwa serangan pada Selasa malam itu telah menewaskan 104 orang Palestina. Data menunjukkan korban tewas mencakup 46 anak-anak dan 24 perempuan, sementara lebih dari 250 lainnya terluka.

Gelombang serangan mematikan itu diperintahkan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu setelah seorang tentara cadangan Israel terbunuh di Rafah pada hari Selasa. Israel menuduh serangan itu melanggar perjanjian damai dan mengklaim serangan balasannya menargetkan puluhan komandan Hamas.

Di tengah eskalasi ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turut menyuarakan kekhawatiran mendalam. Kepala Hak Asasi Manusia PBB, Volker Turk, mengingatkan semua pihak agar tidak membiarkan prospek perdamaian kembali runtuh.

3. Hamas bantah terlibat penembakan tentara Israel

pemandangan reruntuhan di Gaza. (pixabay.com/hosnysalah)
pemandangan reruntuhan di Gaza. (pixabay.com/hosnysalah)

Kelompok Hamas telah membantah bahwa pejuangnya terlibat dalam insiden penembakan yang menewaskan tentara Israel di Rafah. Hamas menegaskan bahwa mereka tetap berkomitmen penuh pada perjanjian gencatan senjata tersebut.

Namun, Hamas menyalahkan Israel atas eskalasi di Gaza yang kembali terjadi. Mereka juga meminta mediator dan penjamin gencatan senjata, seperti Qatar, Turki, dan AS, untuk segera menekan Israel menghentikan pembantaian di Gaza.

Presiden AS Donald Trump dan Qatar masih berharap gencatan senjata akan dipertahankan, meskipun terjadi pelanggaran-pelanggaran terbaru. Gencatan senjata ini sendiri merupakan hasil dari rencana 20 poin yang disepakati di bawah pemerintahan Trump.

Bagi penduduk Gaza yang telah lama menderita, serangan udara terbaru Israel kembali mengancam harapan mereka untuk hidup damai.

"Kami baru mulai bernapas lagi, mencoba membangun kembali hidup kami, ketika bombardir itu datang kembali. Anak-anak tidak bisa tidur, mereka pikir perang sudah berakhir” kata Khadija al-Husni, seorang ibu pengungsi di kamp Al-Shati, dilansir Al Jazeera.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us

Latest in News

See More

Pakar Sebut Motor Mogok Massal di Jatim Bukan karena Pertalite Campur Etanol

30 Okt 2025, 23:58 WIBNews