Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Joe Biden Akan Bahas Soal Nuklir Korut dengan Xi Jinping di G20

Potret Presiden China, Xi Jinping (kiri) bersama Presiden AS, Joe Biden (twitter.com/jacobkschneider)

Jakarta, IDN Times - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden akan memperingatkan Presiden China Xi Jinping terkait dampak pengembangan senjata nuklir milik Korea Utara (Korut) terhadap stabilitas dan keamanan di semenanjung Korea.

Hingga kini, AS masih khawatir dengan uji coba bom nuklir Korut. Namun, pihaknya meyakini bahwa China dan Rusia memiliki pengaruh untuk membujuk Pyongyang menghentikan programnya.

Kekhawatiran itu akan disampaikan Biden saat bertemu dengan Xi Jinping di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada Senin (14/11/2022) nanti.

1. Penempatan militer AS akan bertambah seiring dengan meningkatnya ancaman dari Korut

Potret Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong-un saat peluncuran rudal balistik ((dok. KCNA)

Melansir Reuters, penasihat keamanan nasional Gedung Putih, Jake Sullivan mengatakan kehadiran militer AS di sekitar kawasan akan bertambah seiring dengan meningkatnya ancaman dari Korut.  

Sullivan menambahkan, Biden juga akan memberi tahu Xi Jinping bahwa tindakan Korut merupakan ancaman, tidak hanya bagi AS dan sekutunya, tetapi juga bagi perdamaian dan stabilitas di seluruh kawasan.

"Jika Korut terus menempuh jalan ini, itu berarti kehadiran militer dan keamanan Amerika semakin meningkat di kawasan itu," ujar Sullivan pada Sabtu (12/11/2022), seperti dikutip dari Reuters.

"Jadi Republik Rakyat China memiliki kepentingan untuk memainkan peran konstruktif dalam menahan kecenderungan terburuk Korut, apakah mereka memilih untuk melakukannya atau tidak, tentu saja terserah mereka" tambah Sullivan.

Sanksi Internasional yang dipimpin Washington tidak begitu efektif untuk menghentikan program nuklir Korut. Di sisi lain, Pyongyang pada tahun ini mulai pecahkan rekor uji coba rudal balistik antar benua, yang diproyeksikan bisa mencapai daratan AS.

2. China dan Rusia dinilai gagal menjalankan tugasnya sebagai DK PBB untuk menindak Korut

Potret rapat Dewan Keamanan PBB (twitter.com/UN)

Pada 2017, China dan Rusia mendukung sanksi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang lebih keras usai rentetan uji cobanya. Namun pada Mei, keduanya memveto pengajuan dari sekutu AS yang menginginkan lebih banyak hukuman atas peluncuran rudal balistik Korut versi terbaru.

Pejabat AS menuduh China-Rusia jadi penyebab gencarnya program uji coba senjata Korut. Keduanya dinilai gagal menjalankan tugasnya sebagai DK PBB dengan benar.

Daniel Russel, diplomat senior AS untuk Asia Timur, baru-baru ini mengatakan bahwa China pada akhirnya bisa menjadi faktor penghambat sanksi DK PBB terhadap Korut.

Menurutnya, hal itu bisa terjadi apabila Beijing merasa keamanan wilayahnya terancam secara langsung, dan itu tidak hanya disebabkan oleh tindakan Korut, tetapi dari penumpukan militer AS dan sekutunya yang bersiap untuk menghadapi Pyongyang.

"Bisa dibayangkan, dan saya tidak mengambil banyak penghiburan dari ini ... bahwa pada titik tertentu kemampuan Kim untuk meningkat akan terhambat oleh kepentingan keamanan nasional China sendiri," katanya.

"Itu kenyamanan yang dingin. Dan itu bukan strategi, tetapi apakah ada faktornya," tambah Russel dilansir Reuters.

Sehari sebelum pertemuannya dengan Xi Jinping, Biden akan menggelar pembicaraan dengan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dan Presiden Korea Selatan Yoon Suk-Yeol di Kamboja. Ia akan membahas bagaimana cara menanggapi program nuklir milik Korut.

Sullivan mengatakan, Biden berencana meninjau topik permasalahan Korut terdahulu bersama Kishida dan Suk-Yeol, lalu meminta pendapat dari kedua pemimpin itu untuk masalah yang ingin ia bahas bersama dengan Xi Jinping nanti.

3. Pertemuan Biden dan Xi Jinping diharapkan bisa meredakan ketegangan AS-China

Tidak hanya membahas Korut, pejabat senior AS mengatakan pertemuan Biden dengan Xi Jinping bermaksud untuk meredakan ketegangan Washington-Beijing. Akan tetapi, pihaknya akan jujur menyampaikan masalah terkait kepulauan Taiwan dan hak asasi manusia.

Sullivan mengungkapkan, Biden berharap diskusi tatap muka pertamanya dengan Xi akan menghasilkan lebih banyak pertemuan, seperti saat Washington-Beijing tidak begitu bersitegang.

"Saya pikir presiden memandang ini bukan akhir dari garis, melainkan awal dari serangkaian keterlibatan yang juga akan mencakup pertemuan pemimpin-ke-pemimpin selanjutnya," kata Sullivan dilansir dari Al Arabiya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us