Jumlah Anak Depresi di Korsel Melonjak 70 Persen dalam 4 Tahun

- Peningkatan depresi pada remaja lebih cepat terjadi.
- Mayoritas anak di bawah umur yang dirawat karena depresi berusia 10-19 tahun
- Gejala depresi yang paling umum ditandai dengan kehilangan nafsu makan, insomnia, gangguan kecemasan, dan gangguan perilaku.
Jakarta, IDN Times - Berdasarkan sebuah penelitian, jumlah anak-anak dan remaja yang dirawat karena depresi di Korea Selatan (Korsel) telah mengalami peningkatan yang signifikan.
Menurut data dari Layanan Peninjauan dan Penilaian Asuransi Kesehatan, jumlah tersebut naik sekitar 72,6 persen dalam empat tahun, dari 49.983 pada 2020 menjadi 86.524 pada 2024.
Peningkatan terlihat pada kedua gender, dengan jumlah anak perempuan yang dirawat meningkat dari 31.149 menjadi 55.199 dan anak laki-laki dari 18.834 menjadi 31.055, dilansir Korea Herald pada Minggu (7/9/2025).
1. Peningkatan depresi pada remaja lebih cepat
Berdasarkan kelompok usia, mayoritas anak-anak yang dirawat karena depresi berusia 10-19 tahun. Namun, jumlah di bawah 10 tahun yang menerima perawatan meningkat menjadi 2.734 anak. Angka tersebut lebih dari dua kali lipat dari angka pada 2020, yakni 1.338.
Peningkatan depresi di kalangan remaja lebih cepat, daripada peningkatan keseluruhan pasien depresi dalam periode yang sama, yaitu 32,4 persen dari 837.808 pada 2020 menjadi 1,1 juta.
2. Diagnosis depresi paling umum pada anak-remaja

Mirip dengan depresi pada orang dewasa, gejala depresi yang paling umum di antara anak-anak ditandai dengan gejala-gejala, seperti kehilangan nafsu makan, insomnia, gangguan kecemasan, gangguan perilaku, dan gangguan kurang perhatian atau hiperaktivitas (ADHD).
Semua gejala tersebut dapat mengganggu kehidupan sehari-sehari. Mereka yang menunjukkan beberapa gejala selama setidaknya dua minggu dapat didiagnosis depresi. Skala Penilaian Depresi Anak-anak yang Direvisi digunakan untuk menentukan tingkat depresi pada pasien potensial.
3. Kapan perlu mencari bantuan profesional untuk atasi depresi?

Dulunya, depresi pada anak dianggap langka. Namun, para ahli medis mengatakan jumlah kasusnya saat ini meningkat. Ini dapat disebabkan oleh faktor meningkatnya stres akademik, tekanan ujian masuk, dan kesulitan dalam hubungan keluarga atau teman sebaya.
Menurut departemen psikiatri anak di Rumah Sakit Seoul National University, anak-anak kerap kali gagal mengenali kondisi depresi mereka sendiri. Mereka justru menunjukkan sifat mudah tersinggung atau hipersensitif. Dalam banyak kasus, gejala depresi dapat disalahartikan sebagai perilaku menantang yang biasa dialami remaja.
Para ahli menyarankan untuk mendapatkan perawatan klinis dan mencari bantuan profesional, jika seorang anak menunjukkan perubahan perilaku yang drastis. Ini termasuk kelelahan yang terus-menerus atau kesulitan berkonsentrasi yang signifikan, dilansir Korea Times.