Konser Musik Jepang di China Mendadak Dibatalkan Massal

- Pernyataan PM Jepang memicu reaksi keras dari China.
- Ancaman balasan China memperlebar ketegangan bilateral.
- Ketidakpastian industri hiburan Jepang di China kian terasa.
Jakarta, IDN Times – Konser-konser bertema Jepang di China mendadak dihentikan di tengah suasana hubungan China–Jepang yang kembali memanas. Pada Kamis (20/11/2025), beberapa jam sebelum grup jazz The Blend tampil di Beijing, petugas berpakaian preman datang ke klub DDC saat pemeriksaan suara dan langsung membatalkan acara tanpa ruang negosiasi. Agen musik Christian Petersen-Clausen yang menyiapkan proses sensor selama berbulan-bulan hanya menerima penjelasan singkat bahwa semua hal bernuansa Jepang dihentikan.
Gelombang pembatalan itu juga terjadi di sejumlah kota tanpa pemberitahuan resmi. Pada malam Rabu (19/11/2025), konser penyanyi Kokia di Beijing urung digelar setelah ratusan penggemar menunggu lebih dari satu jam dengan alasan teknis. Di Shanghai dan Guangzhou, acara melibatkan anggota boy group JO1 serta festival komedi Jepang selama tiga hari turut dibatalkan mendadak dengan dalih force majeure (keadaan memaksa).
1. Pernyataan PM Jepang memicu reaksi keras dari China

Pemicu rangkaian pembatalan tersebut adalah pernyataan Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi pada 7 November 2025 bahwa Jepang siap membela Taiwan jika menghadapi ancaman militer serius dari China. China yang menilai Taiwan sebagai bagian wilayahnya menolak keras pernyataan itu dan menunda Forum Beijing–Tokyo yang seharusnya berlangsung akhir pekan ini.
Dampaknya melebar ke industri perfilman. Penayangan film animasi Crayon Shinchan the Movie: Super Hot! The Spicy Kasukabe Dancers serta Cells at Work! ditunda di China daratan, sementara media pemerintah menyebut langkah itu tepat karena minat penonton sedang menurun. Muncul pula isu penghentian total impor hasil laut Jepang, meski Kementerian Perdagangan China belum memberi kepastian.
2. Ancaman balasan China memperlebar ketegangan bilateral

Dilansir dari CNBC, Kementerian Perdagangan China menyatakan siap mengambil langkah balasan apabila Jepang tetap dianggap bergerak ke arah yang keliru. Dua kementerian lainnya telah meminta masyarakat mempertimbangkan ulang rencana liburan dan studi ke Jepang, padahal wisatawan China daratan masih menjadi penyumbang terbesar kunjungan ke Jepang sepanjang tahun ini. Lembaga keuangan Nomura memperkirakan situasi ini dapat memotong produk domestik bruto Jepang hingga 0,29 persen.
Kecepatan dan luasnya reaksi Beijing dipandang sangat signifikan oleh George Chen dari The Asia Group yang berbasis di Washington. Ia menyebut ancaman terbesar bagi merek Jepang adalah kemungkinan boikot massal oleh konsumen walaupun gejalanya saat ini masih terbatas.
3. Ketidakpastian industri hiburan Jepang di China kian terasa

Christian Petersen-Clausen yang telah menyelenggarakan lebih dari 70 konser di China dalam setahun terakhir menyebut ketidakpastian terbaru ini sangat memukul bisnisnya.
Ia menjelaskan konteks situasi itu sebelum menyampaikan pernyataannya.
“Musisi asing menolak tawaran kami karena mereka bilang kami tak tahu apakah konser itu benar-benar akan berlangsung atau dibatalkan mendadak,” katanya, dan meski satu konser Jepang tetap berlangsung lancar di Shanghai, ia belum yakin acara pada akhir pekan ini bisa berjalan.
Dilansir dari SCMP, banyak anak muda China yang tumbuh dengan animasi, komik, permainan, serta film Studio Ghibli karya Hayao Miyazaki, ruang pertukaran budaya terasa semakin sempit. Mahasiswi Tianjin Wang Shu (21) khawatir publik akan mulai menyudutkan penggemar budaya Jepang. Sementara penggemar lain berkeluh bahwa dulu ada gagasan desa global, namun kini hubungan justru terasa makin berjauhan.
Acara musik dan seni kerap menjadi sasaran awal ketika ketegangan geopolitik meningkat, seperti pembatasan konser K-pop setelah Korea Selatan memasang sistem pertahanan rudal Terminal High-Altitude Area Defence (THAAD) milik Amerika Serikat pada 2016. Pengacara Beijing James Zimmerman, eks ketua Kamar Dagang Amerika di China, berkata sebelum kutipannya disampaikan.
“Apa yang terjadi dengan diplomasi,” ucapnya, seraya memperingatkan bahwa langkah-langkah seperti ini hanya akan mengikis kepercayaan yang makin sulit dipulihkan di kedua negara.

















