Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Langka, Filipina Hukum Polisi yang Bunuh Remaja saat Perang Narkoba

ilustrasi (Unsplash.com/ Niu Niu)

Jakarta, IDN Times - Jefrey Perez, seorang perwira polisi Filipina, dinyatakan bersalah karena membunuh dua remaja. Kasus itu terjadi pada 2017 ketika Presiden Rodrigo Duterte masih berkuasa dan menjalankan kampanye perang melawan narkoba.

Pengadilan menghukum Perez minimal 20 tahun kurungan penjara untuk kesalahannya. Dia dianggap terbukti membunuh Reynaldo De Guzman berusia 14 tahun dan Carl Arnaiz berusia 19 tahun.

1. Dua remaja terbunuh, dengan satunya memiliki bekas puluhan luka tusukan

ilustrasi garis polisi (IDN Times/Mardya Shakti)

Ketika Duterte jadi Presiden Filipina, dia melaksanakan kampanye perang melawan narkoba, dengan memerintahkan polisi untuk menembak mati tersangka jika nyawa petugas dalam bahaya.

Menurut perhitungan resmi, lebih dari 6.200 orang tewas selama kampanye enam tahun. Namun menurut kelompok HAM, diperkirakan angka sebenarnya mencapai puluhan ribu orang.

Dilansir France24, ada beberapa eksekusi di luar hukum yang melanggar aturan oleh polisi selama era perang melawan narkoba itu. Hanya tiga petugas polisi yang dihukum karena membunuh terduga tersangka, yang memicu penyelidikan di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).

Jefrey Perez dinilai besalah karena telah menyiksa dan membunuh De Guzman dan Carl Arnaiz. Mayat De Guzman ditemukan beberapa hari usai ditangkap pada 17 Agustus 2017 dan tubuhnya penuh luka tusukan.

2. Keterangan dari saksi

Hukuman yang dijatuhkan pada Perez dilihat sebagai peristiwa yang langka. Perez sendiri sudah menjalani hukuman karena dinyatakan bersalah oleh pengadilan berbeda karena menyiksa dua remaja yang terbunuh itu.

Dilansir Straits Times, Perez tidak melakukannya sendiri, tapi bersama petugas polisi lain bernama Ricky Arquilita. Namun rekan petugas itu meninggal dalam persidangan pertama. Baik Perez atau Arquilita membantah tuduhan itu.

Saksi yang dihadirkan dalam persidangan, melihat mobil polisi parkir di pinggir jalan dan melihat Carl diborgol turun dari kendaraan itu dengan tangan terangkat. Dia juga mendengar Carl dan Arnaiz mengatakan akan menyerah. Tapi, petugas polisi kemudian menembaknya.

3. Keputusan pengadilan disambut baik aktivis HAM

Ilustrasi. (Pexels.com/Sora Shimazaki)

Pembunuhan besar selama perang melawan narkoba di Filipina, telah membuat para aktivis HAM melakukan penyelidikan. Peneliti senior Human Rights Watch (HRW), Carlos Conde, menyambut baik putusan pengadilan itu.

"Ini adalah vonis (pembunuhan) perang narkoba kedua dari ribuan kasus serupa. Ini adalah bukti bahwa ICC perlu masuk," kata Conde dikutip Inquirer.

Dalam penjelasan polisi, De Guzman dan Carl Arnaiz dituduh telah mencoba merampok sopir taksi lalu mereka berdua tewas dalam baku tembak dengan Perez dan Arquilita. Namun dalam penyelidikan, hal tu tidak terbukti.

Jenazah Arnaiz ditemukan oleh orang tuanya di kamar mayat di Caloocan City dengan lima luka tembak, 11 hari setelah dilaporkan hilang. Sementara De Guzman ditemukan mengambang di sungai di Kota Gapan di Nueva Ecija dengan 28 bekas tikaman pada 5 September 2017.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
Yogi Pasha
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us