Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Maria Ressa Sebut Algoritma Medsos Jadi Masalah Besar bagi Jurnalistik

Jurnalis Maria Ressa, peraih Nobel Perdamaian 2021 (dok. Youtube IDN Times)

Jakarta, IDN Times - Jurnalis Maria Ressa, yang meraih Nobel Perdamaian 2021 atas kontribusinya menjaga kebebasan berekspresi di Filipina menyoroti perkembangan algoritma media sosial. Menurut Ressa, algoritma merupakan ancaman terhadap proses distribusi berita yang akurat.

"Ini adalah manipulasi yang berbahaya, dan para jurnalis, kita telah kehilangan kekuatan penjagaan (gatekeeping kita) kita," kata Maria Ressa dalam acara Ngobrol Seru IDN Times, Kamis (14/10/2021).

1. Algoritma memecah belah masyarakat

default-image.png
Default Image IDN

Dia berpendapat algoritma di media sosial bisa memecah belah masyarakat. "Algoritma membuat perpecahan semakin lebar. Kemudian Anda berada di dalam apa yang disebut filter buble," tutur dia.

Pasalnya, ketika pengguna A hanya diberikan isu atau informasi yang dia sukai, dia sulit mendapatkan informasi dari sudut pandang lain yang disukai pengguna B. Oleh sebab itu, pengguna A dan pengguna B semakin terpecah belah karena hanya menerima informasi atau berita dari satu sudut pandang.

"Kita semua mengembangkan koneksi di media sosial, itu semua menggunakan algoritma. Dan ada algoritma di semua platform media sosial yaitu friends of friens. Algoritma merekomendasikan friends of friends," ucap Ressa.

2. Distribusi berita bukan dikelola oleh jurnalis, tapi praktisi teknologi

Ilustrasi Media Sosial. (IDN Times/Aditya Pratama)

Ressa mengatakan sumber dari permasalahan distribusi berita di masa kini adalah pihak yang mendistribusikan berita itu sendiri. Saat ini, platform distribusi berita dikelola oleh tokoh yang memiliki latar belakang teknologi, bukan jurnalistik.

"Teknologi akan menjadi masa depan dari jurnalisme. Dan masalah yang kita hadapi saat ini adalah platform distribusi (berita) saat ini dikelola oleh orang-orang dari teknologi yang tidak peduli mana yang fakta, dan mana yang kebohongan. Nyatanya, mereka memperlakukan keduanya dengan sama. Itulah yang menyebabkan lingkungan masyarakat teracuni," ujar Ressa.

"Platform distribusi yang ada saat ini tak hanya mengambil sebuah berita dan mendistribusikannya. Ini bukan seperti tukang koran yang mendistribusikan koran lalu mengantarkannya ke rumah-rumah pembaca," tutur dia.

3. Platform distribusi berita terbesar adalah medsos

Ilustrasi Media Sosial. (IDN Times/Aditya Pratama)

Pada faktanya, menurut Ressa platform media sosial terbesar di dunia adalah Facebook.

"Jadi itulah masalahnya, platform distribusi berita tebesar di dunia adalah Facebook. Dan algoritma sebenarnya memisahkan. Dan lagi, di Youtube sangat jelas mereka meradikalisasi. Jadi itulah masalah besar yang harus kita hadapi," kata Ressa.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
Vadhia Lidyana
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us