Nelayan Gaza Nekat Melaut di Tengah Ancaman Kapal Israel

Jakarta, IDN Times - Nelayan Palestina, Mohammed Al Jabour, tetap melaut meski di tengah ancaman konflik yang berlangsung di Jalur Gaza. Ia biasa mencari ikan di pelabuhan Khan Younis, tempat kapal perang Israel berpatroli di perairan tersebut.
“Kami pergi ke laut dengan cemas, mencari nafkah sulit,” kata Al Jabour, kepada The National.
Para nelayan di Gaza mengatakan, mereka mempertaruhkan hidupnya setiap hari saat pergi melaut di tengah risiko kapal perang Israel.
“Saya datang ke sini setiap hari pukul 6 pagi, saya membawa jaring ikan dan keluar meskipun ada risiko dari kapal perang, sehingga kami dapat mencari nafkah untuk anak-anak kami,” kata seorang nelayan, yang bernama Ahmad Al Laham.
“Jika kami tidak menangkap ikan, kami tidak dapat bertahan hidup. Tidak ada pekerjaan sama sekali,” tambahnya.
1. Blokade Israel di laut Gaza melanggar Perjanjian Oslo
Israel telah membatasi wilayah penangkapan ikan di Gaza hanya 9,6 km dari pantai, dan berpatroli dengan kapal dan pasukan komando angkatan lautnya yang siap melukai dan membunuh siapa pun yang melintasi perbatasan. Israel juga mengontrol berapa banyak dan jenis ikan apa yang boleh ditangkap.
Blokade ini melanggar Perjanjian Oslo yang ditandatangani antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pada 1993, yang memperbolehkan nelayan Gaza beroperasi hingga 32 km dari bibir pantai.
Menurut laporan dari Euro-Med Human Rights Monitor, jumlah nelayan di Gaza telah menurun dari 10 ribu menjadi empat ribu sejak 2000.
2. Penyeberangan di Kerem Shalom kembali dibuka
Pada September, Israel menutup penyeberangan di Kerem Shalom, satu-satunya penyeberangan yang digunakan untuk pengiriman komersial di Jalur Gaza selama empat hari, dan melarang ekspor dari wilayah tersebut.
Serikat nelayan utama Gaza mengatakan, hal tersebut menyebabkan 26 ton ikan membusuk dan mengakibatkan kerugian sebesar 300 ribu dolar AS (sekitar Rp4.6 miliar) per minggunya. Nelayan, pengusaha, dan pembela hak asasi manusia Palestina mengutuk tindakan tersebut sebagai hukuman kolektif terhadap 2 juta penduduk Gaza.
Penyeberangan itu ditutup kembali setelah serangan 7 Oktober, dan baru dibuka pada Minggu (17/12/2023) untuk memungkinkan masuknya truk bantuan.
3. Israel kerap menyita perahu dan menembak nelayan
Sejak Hamas mengambil alih kekuasaan di Gaza pada 2007, Israel telah memberlakukan blokade dan mengurangi luas zona tersebut secara drastis. Penyitaan perahu nelayan dan jaring juga sering terjadi.
Nelayan melaporkan, mereka kadang-kadang menjadi sasaran tembakan Israel, meski mereka berada di dalam batas yang diizinkan.
Sejak awal tahun ini, kantor kemanusiaan PBB (OCHA) mencatat lebih dari 400 insiden di mana pasukan Israel melepaskan tembakan ke arah nelayan Palestina yang mendekati perbatasan laut.
“Penembakan yang berulang di lepas pantai Gaza sangat meresahkan. Tindakan ini sangat membahayakan mata pencaharian," kata Noel Tsekouras, kepala kantor OCHA di Gaza.