Nicolas Maduro Dilantik Jadi Presiden Venezuela untuk Periode Ketiga!

Jakarta, IDN Times – Nicolas Maduro resmi dilantik sebagai Presiden Venezuela untuk masa jabatan ketiganya pada Jumat (10/1/2025). Berkuasa sejak 2013 setelah menggantikan Hugo Chavez, Maduro terus mempertahankan posisinya meskipun menghadapi banyak penolakan.
Pemilu 2018, yang membawanya kembali ke kursi presiden, banyak dituduh curang. Tetapi Maduro tetap bertahan melalui kombinasi populisme dan represi.
Di sisi lain, pemerintahannya dinilai gagal mengatasi krisis ekonomi yang menghancurkan Venezuela selama lebih dari satu dekade terakhir.
1. Dunia internasional dan oposisi tolak legitimasi Maduro
Dilansir Le Monde, pelantikan Maduro mendapat penolakan dari berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, Uni Eropa, dan beberapa negara Amerika Latin. Mereka menyatakan dukungan kepada Edmundo Gonzalez Urrutia, kandidat oposisi yang kalah dalam pemilu, sebagai presiden sah Venezuela.
Dalam pidato pelantikannya, Maduro menyebut masa jabatan ini sebagai periode rekonsiliasi. Namun, oposisi mengecamnya sebagai pemimpin yang mempertahankan kekuasaan dengan cara yang tidak demokratis.
Urrutia, yang saat ini berada di pengasingan, berharap bisa kembali ke Venezuela. Namun, ancaman penangkapan dan hadiah 100 ribu dolar AS (sekitar Rp1,6 miliar) untuk penangkapannya membuat langkah itu sulit diwujudkan dalam waktu dekat.
2. Penahanan Machado perkeruh situasi dalam negeri
Maria Corina Machado kembali mencuri perhatian saat memimpin protes di Caracas, Kamis (9/1/2025), setelah lama bersembunyi dari aparat. Namun, kehadirannya berujung penangkapan setelah konvoinya dihentikan oleh militer.
Dilansir CBS News, tindakan ini menuai kecaman internasional dari negara-negara seperti Kolombia, Spanyol, dan Italia. Sebelum ditangkap, Machado sempat menyampaikan orasi di depan ribuan pendukungnya.
“Kami akan terus melawan sampai Venezuela bebas,” ujar Machado dengan penuh semangat.
Protes yang berlangsung di Caracas itu berubah menjadi bentrokan. Aparat keamanan menggunakan kekerasan untuk membubarkan massa, menangkap 17 orang, dan menahan Machado selama beberapa jam.
3. Maduro bergantung pada militer dan kelompok paramiliter

Krisis politik yang melanda Venezuela memperlihatkan bagaimana Maduro semakin mengandalkan dukungan militer dan kelompok paramiliter. Kelompok colectivos, yang sering dituding sebagai alat intimidasi, memainkan peran penting dalam menjaga kontrol rezim.
Ribuan tentara disiagakan di Caracas selama pelantikan berlangsung. Aparat keamanan memblokir jalan-jalan utama, sementara kendaraan lapis baja terlihat di beberapa titik strategis untuk mencegah demonstrasi besar-besaran.
Data Foro Penal menunjukkan, sejak awal krisis, lebih dari 2.400 orang telah ditangkap, 28 demonstran tewas, dan ratusan lainnya terluka. Meski begitu, oposisi optimistis bisa menumbangkan pemerintahan Maduro melalui tekanan internal dan internasional.
4. Kemelut ekonomi terus memaksa warga meninggalkan Venezuela
Di tengah ketegangan politik, Venezuela juga menghadapi krisis ekonomi yang semakin memperburuk keadaan. Inflasi yang tidak terkendali membuat kebutuhan dasar sulit dijangkau, memaksa jutaan warga untuk mengungsi ke negara-negara tetangga.
Dilansir DW, lebih dari 7 juta warga Venezuela telah meninggalkan negara itu dalam beberapa tahun terakhir. Sebagian besar mengungsi ke Kolombia dan Brasil.
Sementara itu, bantuan kemanusiaan sulit disalurkan akibat konflik politik yang tak kunjung reda. Krisis ini terus memperburuk penderitaan rakyat, meski Maduro tetap bertahan dengan dukungan dari Rusia, Kuba, dan sekutunya.
Terlepas dari situasi yang suram, rakyat Venezuela terus mengharapkan perubahan. Tekanan internasional yang semakin meningkat dan perlawanan dalam negeri menjadi harapan untuk membuka jalan menuju masa depan yang lebih baik.