Oposisi Guinea Desak Junta Militer Kembalikan Kekuasaan ke Sipil

Jakarta, IDN Times - Koalisi Oposisi Guinea (ANAD), pada Minggu (19/5/2024), mendesak agar junta militer mengembalikan kekuasaan ke tangan sipil. Pihaknya pun menyerukan kepada pemerintahan transisi untuk segera mengumumkan jadwal pemilu di negara Afrika Barat tersebut.
Guinea sudah dikuasai junta militer sejak September 2021 setelah peristiwa kudeta militer untuk menggulingkan Alpha Condé. Setelah itu, Guinea dipimpin oleh Presiden militer Mamady Doumbouya sampai saat ini.
1. Mendesak junta militer serahkan kekuasaan pada akhir tahun
Komisaris Komunikasi ANAD, Souleymane Souza Konate, mengatakan bahwa ada ancaman junta militer tidak menghormati kesepakatan untuk mengembalikan kekuasaan ke tangan sipil.
"Dalam beberapa waktu terakhir, kami melihat adanya keinginan keras dari junta militer (CNRD) untuk mengambilalih kekuasaan. Mereka masih memiliki keinginan berkuasa dan menyita seluruh kebebasan kolektif maupun setiap individu di negara kami," tegasnya, dikutip RFI.
Sebelumnya, sudah ada kesepakatan antara ECOWAS dan junta militer Guinea untuk mengembalikan kekuasaan ke tangan sipil. Di dalamnya, junta militer berjanji menyerahkan kekuasaan tidak lebih dari 31 Desember 2024.
Souza Konate menyebut terdapat keinginan junta militer untuk kembali mengubah jadwal tersebut dengan dalih belum selesainya transisi pemerintahan. Ia pun menyerukan agar warga mengadakan demonstrasi jika junta militer tidak memenuhi janjinya.
2. Klaim Guinea terancam selama berada di bawah kekuasaan militer
Souza Konate memperingatkan bahwa terdapat ancaman Guinea terdampak dalam risiko besar di tengah rencana junta militer untuk memperpanjang kekuasaannya.
"Semua justifikasi penundaan penyerahan kekuasaan tidak dapat lagi dilakukan junta militer. Tidak ada lagi yang dapat dibodohi. Penundaan penyerahan akan menghilangkan legitimasi junta dalam transisi pemerintahan dan berpotensi membahayakan negara," ujarnya, dilansir VOA News.
Ia pun mengecam tindakan junta militer karena menunda pemilu di Guinea yang seharusnya dilakukan pada 2024 dan melarang segala bentuk demonstrasi sejak 2022. Bahkan, pemimpin oposisi, aktivis, dan jurnalis sudah ditangkap oleh militer.
"Jika junta militer menolak menyerahkan kekuasaan sesuai permintaan rakyat, maka ANAD akan membentuk transisi pemerintahan sipil untuk mengorganisir pengembalian peraturan konstitusional di Guinea," tambahnya.
3. Sebanyak 47 orang tewas selama dipimpin junta militer Guinea
Pekan lalu, Amnesty International sudah mengumumkan bahwa setidaknya ada 47 orang tewas di Guinea sejak dipimpin junta militer. Mayoritas korban adalah pemuda yang melakukan unjuk rasa memprotes rezim militer.
"Setidaknya terdapat 47 orang tewas dan banyak lainnya mengalami luka parah di Guinea akibat kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan ketika membubarkan demonstrasi," ungkapnya, dikutip The Guardian.
Pada 2019-2021, dilaporkan sudah ada 66 orang tewas ketika dipimpin oleh mantan Presiden Alpha Conde. Aksi kekerasan itu dilakukan aparat keamanan ketika warga mengadakan unjuk rasa menolak reformasi konstitusi agar Conde dapat mencalonkan untuk periode ketiga.
Selama berada di bawah rezim militer, segala bentuk demonstrasi dilarang dan akses internet dibatasi selama 3 bulan. Selain itu, sejumlah saluran televisi diblokir dan beberapa siaran radio dihentikan.