PBB Marah Banyak Perempuan Sudan Diperkosa di Tengah Konflik

Jakarta, IDN Times - Kepala hak asasi manusia PBB menyebut situasi di Sudan sangat memilukan. PBB membuat seruan langsung kepada dua jenderal yang bertikai, untuk menghentikan kekerasan seksual dan menyelamatkan nyawa warga sipil.
"Jenderal (Abdel Fattah) al-Burhan, Jenderal (Mohamed Hamdan) Dagalo, Anda harus mengeluarkan instruksi yang jelas, dengan tegas kepada semua orang di bawah komando Anda, bahwa tidak ada toleransi untuk kekerasan seksual," katanya saat konferensi pers Jenewa pada Rabu (24/5/2023), dikutip dari Reuters
"Warga sipil harus diselamatkan dan Anda harus menghentikan kekerasan yang tidak masuk akal ini sekarang," tambahnya.
Dia mengatakan kantornya telah mendokumentasikan setidaknya 25 kasus kekerasan seksual sejauh ini, dan jumlah sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi.
Pertempuran di Sudan yang meletus lebih dari sebulan lalu telah menewaskan ratusan warga sipil dan memaksa lebih dari 1 juta orang mengungsi.
1. Kasus kekerasan seksual tertinggi terdapat di kota Khartoum dan el-Geneina
Kisah pemerkosaan oleh Pasukan Dukungan Cepat paramiliter (RSF) maupun tentara militer telah bermunculan di seluruh Sudan, ketika para dokter dan aktivis bersatu untuk mendukung para korban.
Ibu kota Sudan, Khartoum dan el-Geneina di Darfur Barat dilaporkan memiliki kasus kekerasan seksual tertinggi, dilansir dari Al Jazeera.
“Ada laporan yang dikonfirmasi bahwa sekitar 24 perempuan dan anak-anak diculik dan diperkosa dari kamp IDP Otash di Darfur Selatan bulan lalu,” kata Neimat Abubaker Abas, penasihat program senior di Strategic Initiative for Women in the Horn of Africa (SIHA).
Abas menambahkan bahwa mereka telah dapat memverifikasi 30 kasus pemerkosaan di Khartoum Selatan.
Dia mengatakan bahwa para pengungsi dan perempuan terlantar secara internal telah menjadi sasaran khusus. Menurut SIHA, ada enam kasus perempuan pengungsi yang diperkosa sejak pecahnya konflik.
2. Kekerasan seksual bukan hal baru di Sudan
Adapun pasukan keamanan telah melakukan tindakan kekerasan seksual di Sudan sebelum konflik ini.
Pada Oktober 2014, sekitar 221 perempuan dewasa dan anak perempuan di Darfur Utara diperkosa secara massal. Dalam banyak kasus, mereka diperkosa di depan orang yang mereka cintai oleh pasukan tentara Sudan.
Pada tahun 2019, muncul laporan tentang RSF dan pasukan lain yang memperkosa puluhan perempuan setelah mereka menghancurkan sebuah kamp di Khartoum.
PBB mengatakan pemerkosaan digunakan sebagai senjata perang di Darfur ketika pertempuran dimulai pada 2003, saat sebagian besar kelompok pemberontak non-Arab bangkit melawan pemerintah Sudan tengah.
“Ini bukan hal baru bagi kami di sini di Darfur, kami pernah mengalami dan melalui ini sebelumnya,” kata salah seorang perempuan muda dari Nyala di Darfur Selatan.
3. Bentrokan masih berlanjut meski sedang gencatan senjata
Bentrokan masih terus berlanjut di ibu kota Sudan, Khartoum, meski perjanjian gencatan senjata tujuh hari telah dimulai sejak Senin (22/5/2023).
Penduduk melaporkan adanya artileri berat dan baku tembak di Khartoum pada Rabu. Namun, kantor berita mengatakan, terdapat jeda relatif dalam pertempuran sejak dimulainya gencatan senjata terbaru, dikutip dari DW.
Pengamat Arab Saudi dan Amerika Serikat (AS) juga melaporkan perlambatan pertempuran, meski terdapat pelanggaran di kedua sisi.
Penduduk Khartoum, Mohammed Taher, mengatakan bahwa dia akhirnya berhasil pergi ke pasar pusat Khartoum yang berjarak 5 kilometer untuk membeli makanan dan kembali tanpa insiden.
Adapun Washington dan Riyadh mengatakan bahwa pihaknya sedang melakukan persiapan untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan.
Pertempuran sengit, yang telah berlangsung sejak 15 April, terjadi antara militer Sudan dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter. Beberapa perjanjian gencatan senjata telah ditengahi, namun tidak ada yang berhasil memadamkan pertempuran sepenuhnya.