Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Perempuan Tewas Ditikam saat Sedang Live Streaming di Jepang

Ilustrasi live streaming atau siaran langsung. (unsplash.com/Jana Shnipelson)
Intinya sih...
  • Kenichi Takano (42) ditangkap karena menikam seorang perempuan hingga tewas ketika korban sedang live streaming di Tokyo.
  • Takano marah karena korban berutang lebih dari 2 juta yen dan mengambil pinjaman untuknya, terlibat pertikaian keuangan.
  • Takano membeli pisau melalui pesanan pos dan membantah berniat membunuh korban, namun akhirnya ia menikam korban lebih dari 30 kali.

Jakarta, IDN Times - Seorang laki-laki bernama Kenichi Takano, yang berusia 42 tahun ditangkap atas penikaman yang mengakibatkan tewasnya seorang perempuan bernama Airi Sato.

Sato, 22 tahun tewas ditikam ketika sedang melakukan live streaming atau siaran langsung di sebuah jalan di Tokyo, Jepang. 

Dilaporkan, tersangka menyimpan dendam terhadap korban. Takano mengatakan kepada polisi bahwa ia menghabiskan tabungannya dan mengambil pinjaman untuk meminjamkan jutaan yen kepada wanita tersebut. Mereka diyakini terlibat dalam pertikaian terkait keuangan. 

"Saya pikir dunia akan tahu apa yang telah dilakukannya, jika saya menciptakan insiden dan persidangan diadakan," kata Takano, menurut sumber investigasi dari para penyelidik pada Jumat (14/3/2025), dikutip dari Kyodo News.

1. Kronologi insiden penusukan

Pernyataan tersebut muncul setelah ia ditangkap pada 11 Maret 2025 atas pembunuhan Sato di daerah Takadanobaba, di kawasan permukiman Shinjuku, yakni salah satu distrik tersibuk di Tokyo. Takano yang diserahkan ke Jaksa pada Kamis atas tuduhan pembunuhan, mengklaim bahwa Sato berutang lebih dari 2 juta yen atau. setara Rp220 juta.

Menurut keterangan penyidik, Takano dapat menemukan Sato melalui live streaming-nya. Takano datang ke Tokyo karena melihat Sato mengumumkan bahwa ia akan menyiarkan langsung perjalanannya di sepanjang jalur Yamanote East Japan Railway. 

Saat insiden terjadi, Takano mendekati Sato saat dia sedang berjalan sendiri dan mulai menusuknya tanpa berkata apa-apa. Tindakannya tersebut menyebabkan lebih dari 30 luka termasuk luka fatal di leher dan dada Sato.

Takano membeli pisau bertahan hidup yang digunakan dalam insiden itu melalui pesanan pos, sekitar dua hingga tiga bulan lalu dan membawanya dari rumahnya di Oyama, Prefektur Tochigi, ke distrik Takadanobaba. Namun, ia membantah berniat membunuh Sato. Ia mengungkapkan kepada polisi bahwa ia membeli pisau itu tanpa tujuan tertentu.

2. Bermula dari masalah utang

Takano menuturkan bahwa ia telah mengambil pinjaman sebesar 1 juta yen (Rp110 juta) dari dua perusahaan kredit konsumen untuk meminjamkan ke Sato. 

Selama penggeledahan di rumahnya di Oyama, polisi menyita lebih dari 10 tanda terima transfer bank, beberapa diantaranya ditujukan kepada Sato.

Takano pertama kali mengetahui Sato melalui streaming-nya pada Februari 2021. Sekitar Agustus 2022, dia mulai sering mengunjungi restoran tempat Sato bekerja dan kemudian mulai meminjaminya uang setelah dia mengaku kesulitan membayar biaya hidupnya.

Sekitar Januari hingga Februari 2023, Takano kehilangan kontak dengan Sato. Lalu, ia pun menggugat Sato pada Agustus atas uang yang belum dikembalikan.

Pengadilan kemudian memerintahkannya untuk membayar 2,5 juta yen (Rp275,1 juta) kepada Takano. Namun, pada Januari 2024, ia berkonsultasi dengan polisi di Prefektur Tochigi dan mengatakan Sato telah hilang setelah keputusan pengadilan tersebut.

3. Insiden tersebut menyoroti risiko live streaming

Ilustrasi suasana distrik perbelanjaan Ginza di Tokyo, Jepang. (unsplash.com/Pema Lama)

Akiko Takahashi, seorang profesor tamu di Seikei University dan seorang pakar masalah yang berhubungan dengan internet, memperingatkan bahwa sangat berisiko untuk membagikan informasi real-time kepada penonton.

"Seseorang dapat diidentifikasi berdasarkan nama siaran langsungnya, kontennya, dan latar belakang video langsungnya. Jadi, jika anda pergi ke lokasi tersebut, anda dapat melakukan kontak nyata," ujarnya, dikutip dari NHK News.

Takahashi juga menekankan agar mereka para streamer tidak menampilkan informasi tersebut secara langsung. Ia juga mengungkapkan live streaming dicirikan oleh sifatnya yang interaktif, dengan penyiar langsung dapat bereaksi terhadap permintaan penonton. Genre yang dihasilkannya adalah strolling stream, yakni streamer berjalan-jalan dan mengobrol dengan pemirsa selama siaran berlangsung.

Shinichi Yamaguchi, seorang profesor madya di International University of Japan dan ahli dalam media sosial, mengatakan bahwa penonton dapat merasa dekat dengan para penyiar langsung. Kendati, memiliki aspek positif, namun ada juga risiko yang melekat. 

"Berbagai macam perasaan, masalah, dan dendam dapat berkembang antara streamer dan penonton," ujar Yamaguchi. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sonya Michaella
EditorSonya Michaella
Follow Us