Presiden Belarus Ancam Matikan Internet jika Terjadi Demonstrasi

Jakarta, IDN Times - Presiden Belarus Alexander Lukashenko, pada Jumat (22/11/2024), mengancam akan mematikan jaringan internet di negaranya jika terjadi demonstrasi akbar usai penyelenggaraan pemilu. Ia mengaku tidak akan membiarkan demo besar seperti 2020.
Menjelang pilpres pada Januari 2025, Belarus sudah mengadakan operasi penangkapan kepada lebih dari 1.200 aktivis dan oposisi beserta keluarganya. Penangkapan tersebut karena tudingan terlibat dalam organisasi esktremis yang diklaim membahayakan negara.
1. Lukashenko akui batas internet pada demonstrasi 2020

Lukashenko mendukung pembatasan jaringan internet seperti yang dilakukan di tengah demonstrasi besar-besaran usai pengumuman hasil pilpres 2020. Ia menyebut langkah ini dilakukan untuk menekan pembelot negara.
"Jika ini terjadi lagi, kami akan menutup seluruh jaringan internet secara menyeluruh. Anda pikir saya akan duduk diam dan berdoa kepada Anda untuk tidak mengirimkan pesan ketika nasib negara dalam risiko besar?" ungkapnya, dikutip RFE/RL.
Ia mengakui bahwa pembatasan internet di tengah demonstrasi pada 2020 dilakukan atas perintahnya. Lukashenko menambahkan langkah tersebut penting dilakukan demi melindungi negara dari ancaman besar.
Pada Agustus 2020, beberapa negara Barat sudah menyatakan protes kepada Belarus terkait tidak dibebaskannya akses internet. Bahkan, internet di negara Eropa Timur tersebut sempat terganggu dalam sepekan.
2. Belarus adakan latihan anti-kerusuhan jelang pilpres
Pada Selasa (19/11/2024), Menteri Dalam Negeri Belarus Ivan Kubrakou menggelar latihan keamanan kepada polisi anti-huru-hara. Latihan berfungsi menjaga keamanan dan ketertiban selama penyelenggaraan pilpres pada Januari 2025.
"Latihan ini didasarkan pada skenario terburuk situasi di Belarus di tengah penyelenggaraan pilpres. Kami berharap situasi di Belarus tetap tenang dan berada di bawah kontrol oleh aparat keamanan," ungkap Kubrakou, dilansir Novaya Gazeta.
Ia menambahkan, pasukan Belarus sudah menganalisis dan menggambarkan konklusi berdasarkan insiden pada 2020. Dalam latihan tersebut, polisi sudah dilatih cara menekan demonstran dan menggunakan meriam air, beserta tameng.
3. Tsikhanouskaya tolak latihan untuk membubarkan demonstran

Pemimpin oposisi Belarus, Svyatlana Tsikhanouskaya, mengecam latihan anti-kerusuhan yang dilakukan polisi Belarus. Ia menyebut polisi tersebut dilatih untuk mendukung kemenangan Lukashenko yang ketujuh kalinya.
"Pasukan keamanan dilatih untuk mempersiapkan dalam membubarkan paksa massa beberapa bulan sebelum diselenggarakan pilpres. Latihan penekanan kepada warga bukan tanda paksaan. Mereka ditugaskan karena takut. Tidak ada intimidasi yang dapat menekan rakyat Belarus untuk mendukung kebebasan dan demokrasi," ujarnya.
Dalam kunjungannya ke Tallinn, Tsikhanouskaya sudah mendapat dukungan penuh dari Menteri Luar Negeri Estonia Margus Tsahkna. Ia mengaku negara-negara Baltik tidak akan mengakui pemilu palsu yang diadakan rezim Belarus.
Sampai saat ini, suami Tsikhanouskaya, Syarhey Tsikhanouski dan beberapa aktivis politik lainnya masih ditahan di Belarus. Beberapa di antara aktivis dan politikus oposisi itu bahkan sudah divonis hukuman penjara berat.