Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

RS Al Shifa Gaza Terpaksa Makamkan 179 Jasad Secara Massal

Gedung-gedung yang hancur akibat serangan Pendudukan Israel terhadap rumah-rumah warga sipil Palestina di Gaza di utara Kamp Jabalia, utara wilayah Al-Sikka, Rabu (11/11/2023). (dok. Yayasan Persahabatan dan Studi Peradaban (YPSP))

Jakarta, IDN Times - Rumah Sakit Al Shifa di Gaza terpaksa menggali kuburan massal di dekat gedung. Hal itu terpaksa dilakukan demi memakamkan ratusan jasad warga yang tewas akibat serangan Israel yang tak berhenti.

“Ada banyak jasad berserakan di kompleks rumah sakit dan listrik tak lagi mengalir di kamar jenazah," kata Direktur RS Al Shifa, Mohammad Abu Salmiyah, dikutip dari Channel News Asia, Rabu (15/11/2023).

Hingga saat ini, dijelaskan Salmiyah, sudah ada 179 jasad yang dikebumikan di kuburan massal. Setidaknya, ada tujuh bayi dan 29 pasien perawatan intensif, termasuk di antara yang meninggal, setelah RS sudah tidak punya lagi cadangan BBM untuk generator.

"Kami terpaksa memakamkan mereka di kuburan massal," ujar dia.

1. Korban tewas menjadi 11.451 orang

Per Rabu (15/11/2023), Kementerian Kesehatan Palestina mencatat korban tewas sudah mencapai 11.451 orang dan lebih dari 31 ribu orang terluka. Mayoritas dari mereka adalah anak-anak, perempuan, serta lansia.

Selain itu, lebih dari 700 ribu orang harus mengungsi karena kehilangan tempat tinggalnya di Gaza akibat agresi Israel.

2. PBB kibarkan bendera setengah tiang

Staf kantor PBB di Jenewa, Swiss, mengheningkan cipta selama satu menit untuk mengenang rekan-rekannya yang tewas akibat serangan Israel di Gaza. Bendera PBB juga dikibarkan setengah tiang di gedung kantor pada Senin (13/11/2023).

Menurut informasi dari Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), sebanyak 101 staf tewas sejak perang Israel-Hamas dimulai pada Oktober 2023 lalu.

"Ini adalah jumlah tertinggi pekerja bantuan kemanusiaan yang terbunuh dalam sejarah organisasi kami dalam waktu singkat," kata Tatiana Valovaya, Direktur Jenderal PBB di Jenewa.

3. Staf PBB di Gaza tewas saat antre makanan

Menurut UNRWA, beberapa stafnya tewas ketika sedang antre untuk mendapatkan roti, sementara lainnya meninggal saat sedang bersama keluarga di rumah.

Para staf tersebut terdiri dari berbagai profesi, termasuk guru, kepala sekolah, petugas kesehatan, termasuk dokter kandungan, insinyur, elemen pendukung, dan psikolog.

“Saya ingin mengatakan, kita benar-benar menghadapi masa-masa yang sangat menantang bagi multilateralisme, bagi dunia. Tapi, PBB kini lebih relevan dari sebelumnya," ujar Valovaya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Satria Permana
EditorSatria Permana
Follow Us