Sudan Membara, Kemlu Pastikan Tak Ada WNI yang Jadi Korban

Jakarta, IDN Times - Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha, mengonfirmasi bahwa hingga saat ini tidak ada WNI yang menjadi korban di Sudan.
Sebagaimana diketahui, saat ini perang saudara pecah di Sudah. Setidaknya 56 orang telah tewas akibat pertempuran antara pasukan militer dan paramiliter Rapid Support Forces (RSF).
“Tercatat terdapat sekitar 1.209 WNI yang menetap di Sudan,” kata Judha, dalam keterangannya, Minggu (16/4/2023).
1. KBRI terus memantau situasi

Judha menegaskan, KBRI Khartoum terus memantau situasi dan telah mengeluarkan imbauan kepada WNI untuk waspada.
“KBRI meminta agar WNI menghindari titik-titik rawan. KBRI Khartoum juga terus mengintensifkan komunikasi dengan masyarakat Indonesia,” ujar Judha.
Adapun call center KBRI Sudan adalah +249 90 797 8701, dan +249 90 007 9060.
2. Serangan balasan dari RSF ke militer Sudan
Sementara itu, RSF mengklaim bahwa tentara telah menyerang terlebih dahulu wilayahnya. Dalam pernyataannya, mereka menuding tentara telah menyerang pasukannya di pangkalan selatan Khartoum.
Hal itu membuat RSF melakukan serangan balasan. Alhasil, mereka mampu merebut bandara kota dan mengontrol Istana Kepresidenan.
Lebih lanjut, RSF mengklaim telah merebut bandara sekaligus pangkalan udara di kota Marawi, sekitar 350 kilometer barat laut ibu kota Khartoum.
Bentrokan antara kelompok milisi dengan militer tersebut adalah hasil dari ketegangan beberapa bulan terakhir. Ketegangan berasal dari penundaan penandatanganan kesepakatan dengan partai politik untuk membangun pemerintah transisi yang demokratis.
3. Tentara bertindak untuk melindungi negara
Tentara Sudan mengatakan bahwa milisi adalah kelompok yang melakukan penyerangan terlebih dulu di kamp Khartoum dan tempat lain.
"Pejuang dari RSF menyerang beberapa kamp tentara di Khartoum dan tempat lain di sekitar Sudan," kata juru bicara militer Nabil Abdallah.
Abdallah menggambarkan bahwa bentrokan dua belah pihak sedang berlangsung dan tentara menjalankan fungsinya untk melindungi negara. Belakangan, militer menyatakan RSF sebagai kekuatan pemberontak dan menilai pernyataan kelompok milisi itu sebagai kebohongan.