Malta Dituduh Sengaja Abaikan Sinyal Darurat Kapal 500 Migran  

Milisi Libya buru kapal migran yang dalam bahaya

Jakarta, IDN Times - Malta dituding sengaja abaikan sinyal bahaya dari kapal yang mengangkut hampir 500 migran. Alih-alih menyelamatkan mereka, negara kepulauan di Eropa itu dituding bekerja sama dengan Tripoli untuk mendaratkan para migran ke Libya, di mana kasus pelanggaran HAM migran sangat tinggi.

Hal itu disampaikan sejumlah LSM kelompok penyelamat migran untuk wilayah Mediterania, seperti Alarm Phone, Sea-Watch, Mediterranea Saving Humans dan EMERGENCY dalam pernyataan bersama pada Senin (29/5/2023).

Ratusan orang berusaha menyeberang ke Eropa menggunakan sebuah kapal penangkap ikan yang berkarat pada 23 Mei. Kapal yang mengangkut 55 anak-anak dan perempuan hamil itu terapung-apung dan kemasukan air. Kabar itu didapat saat kelompok tersebut menghubungi hotline organisasi Alarm Phone. 

Melansir Associated Press, penyelundupan migran dan pengungsi yang berangkat dari Libya ke Italia atau Malta semakin meningkat. Mereka terkadang diselundupkan pakai kapal penangkap ikan yang rapuh dan berbahaya. 

Baca Juga: PBB Minta Dukungan Atasi Krisis Migran di Mediterania

1. Malta abaikan keselamatan migran yang berpotensi jadi korban pelanggaran HAM di Libya  

Malta Dituduh Sengaja Abaikan Sinyal Darurat Kapal 500 Migran  Ilustrasi kapal (pixabay.com/Gerd Altmann)

Para migran di kapal membagikan lokasi GPS mereka kepada Alarm Phone yang menunjukkan mereka berada di perairan internasional di wilayah Mediterania. Di kawasan itulah, Malta bertanggung jawab untuk melakukan pencarian dan penyelamatan.

Meskipun sinyal bahaya berulang kali dikirim ke otoritas Malta, para migran dilaporkan dibawa kembali ke Benghazi di Libya timur tiga hari kemudian, lapor Alarm Phone yang mengutip kerabat para migran.

“Alih-alih membawa orang-orang yang mencoba melarikan diri dari kekerasan ekstrem yang dialami orang-orang yang sedang berpindah di Libya ke tempat yang aman, Malta memutuskan untuk mengorganisir serangan balik massal melalui perwakilan di laut, memaksa 500 orang melintasi 330 km ke dalam penjara Libya,” bunyi pernyataan bersama itu pada Senin, dikutip dari Associated Press.

Sejauh ini, belum ada tanggapan dari angkatan bersenjata Malta yang bertanggung jawab dalam operasi pencarian dan penyelamatan.

Baca Juga: Penjaga Pantai Tunisia Temukan 210 Mayat Migran dalam 10 Hari

2. Milisi Libya diduga buru kapal migran yang dalam bahaya 

Menurut laporan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) dan Badan Pengungsi PBB (UNHCR), 485 migran dibawa kembali ke Benghazi oleh sebuah kapal seperti milik Tentara Nasional Libya. Namun, keduanya belum bisa memastikan bahwa itu adalah rombongan migran yang persis dilaporkan Alarm Phone.

Kapal bernama Tareq Bin Zeyad diketahui yang mencegat para migran. Kapal tersebut diberi nama oleh milisi yang dipimpin putra dari Khalifa Hifter selaku komandan militer Tentara Nasional Libya.

Tahun lalu, Amnesty International merilis laporan bahwa milisi Tareq Bin Zeyad dituduh melakukan pelanggaran brutal dan tanpa henti pada ribuan warga Libya dan Migran sejak tahun 2016, dilansir dari ABC News.

Terkait pernyataan bersama oleh para LSM, kapal Tareq Bin Zeyad terindikasi berlayar di dekat lokasi terakhir saat kapal migran mengirim sinyal bahaya pada 24 Mei. Hal itu mengindikasikan bahwa milisi sedang mencari mereka.

Baca Juga: Uni Eropa Dilaporkan Terlibat Pelanggaran HAM terhadap Migran di Libya

3. Pendaratan migran ke Libya tidak sesuai standar hukum maritim internasional 

Malta Dituduh Sengaja Abaikan Sinyal Darurat Kapal 500 Migran  ilustrasi bendera Libya (unsplash.com/aboodi vesakaran)

Secara terpisah, pasukan Libya timur mengatakan telah mencegat sebuah kapal besar yang membawa lebih dari 800 migran selama akhir pekan. Mereka kemudian dibawa kembali ke pantai Libya di Benghazi pada 26 Mei, tiga hari setelah kapal mereka mogok di Mediterania. 

Terlepas dari laporan para LSM maupun pasukan Libya, IOM dan UNHCR berulang kali mengutuk pemulangan para migran ke Libya. Kedua organisasi itu mengatakan bahwa Libya tidak boleh dianggap sebagai tempat yang aman untuk menurunkan para migran. Pasalnya, negara itu tidak memenuhi standar hukum maritim internasional.

Para migran yang dikembalikan ke Libya biasanya mengalami penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, pemerasan dan penghilangan paksa oleh milisi dan pelaku penyelundupan. PBB pun menganggap perbuatan itu sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, dikutip The Telegraph.

Syahreza Zanskie Photo Verified Writer Syahreza Zanskie

Feel free to contact me! syahrezajangkie@gmail.com

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya