Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Taliban Berkuasa, Joe Biden Dinilai Gagal dan Panen Kritik

Presiden Amerika Serikat Joe Biden dalam sebuah konferensi pers di Gedung Pentagon pada Kamis 11 Februari 2021. (Facebook.com/President Joe Biden)

Jakarta, IDN Times – Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menjadi sasaran kritik saat pemberontak Taliban berhasil menguasai Kabul, ibu kota Afghanistan, dan mendeklarasikan kemenangan perang pada Senin (16/8/2021). Agresivitas Taliban juga memaksa Presiden Ashraf Ghani melarikan diri ke Tajikistan bersama keluarganya.

Dilansir dari The Straits Times, pemimpin Senat dari Partai Republik Mitch McConnell menyebut kebijakan Biden terhadap Afghanistan sebagai kegagalan atas kepemimpinan AS yang memalukan.

Pernyataan itu merujuk pada kebijakan Biden menarik seluruh personel militer AS dari Afghanistan pada 31 Agustus 2021, lebih cepat dari rencana awal pada September 2021. Biden berkata bahwa tugas AS telah usai di Afghanistan dan Washington tidak bisa menanggung kerugian hanya untuk negara yang berurusan dengan konflik sipil.

"Teroris dan pesaing utama seperti Tiongkok menyaksikan aib negara adidaya yang diremehkan," kata McConnell.

1. Fokus AS saat ini adalah mengevakuasi warga negaranya

Helikopter militer terbang diatas Kabul, Afghanista, Minggu (15/8/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Adapun fokus utama Washington saat ini adalah mengevakuasi seluruh staf diplomatik, warga negara AS, dan orang-orang Afghanistan yang bekerja untuk AS. Pentagon telah menerjunkan 1.000 tentara untuk membantu misi evakuasi tersebut.

Pejabat senior pertahanan AS menyampaikan, target mereka adalah mampu mengevakuasi 5.000 warga dalam sehari, ketika pasukan AS telah tiba di Kabul. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dengan tegas mengatakan, Taliban akan mendapat ganjaran tegas dan keras jika mereka berani mengganggu proses evakuasi warga AS.

Lebih dari 60 negara Barat, termasuk AS, Inggris, Prancis dan Jepang, menyerukan Taliban supaya tidak mencegah proses evakuasi warga negara asing.

2. AS kucurkan dana lebih dari Rp1.279 untuk melatih tentara Afghansitan

Prajurit Tentara Nasional Afganistan (ANA) berpatroli di area di dekat pos perbatasan yang diambil kembali dari Taliban, di distrik Alishing provinsi Laghman, Afganistan, Kamis (8/7/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Parwiz.

Dalam pernyataan terbarunya, Biden mengatakan bahwa stabilitas tidak akan pernah terwujud di Afghanistan jika pasukan keamanan tidak mampu atau tidak ingin mempertahankan negaranya sendiri.

Ironisnya adalah Washington telah mengucurkan dana lebih dari 89 miliar dollar AS (sekitar Rp1.279 trilun) untuk melatih tentara Afghanistan, hanya untuk ditaklukkan oleh pemberontak Taliban kurang dari satu bulan sejak serangkaian serangan kilat dimulai, sebagaimana dikabarkan Reuters.

Agresi Taliban jauh lebih cepat dari prediksi intelijen AS, yang sebelumnya menduga bahwa Kabul akan jatuh dalam kurun waktu 90 hari. Prediksi itu juga menyebut, kejatuhan Kabul bisa semakin cepat atau semakin lama tergantung bagaimana reaksi pasukan keamanan.

3. Korupsi menjadi akar permasalahan di Afghanistan

Anggota Pasukan Khusus Afghanistan berkumpul kembali setelah bentrokan hebat dengan Taliban selama misi penyelamatan seorang polisi yang terkepung di sebuah pos pemeriksaan, di provinsi Kandahar, Afghanistan, Selasa (13/7/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Danish Siddiqui.

Dalam beberapa kasus, pejabat AS menyoroti reaksi pasukan keamanan yang menyerah atau melarikan diri ketika Taliban menaklukkan ibu kota provinsi. Satu-satunya hal yang menjelaskan sikap itu adalah otoritas setempat berusaha untuk menghindari pertumpahan darah karena mereka pesimis mampu menanding Taliban. 

Hal itu merefleksikan pasukan keamanan tidak memberi perlawanan berarti ketika berhadapan dengan Taliban. Di sisi lain, Taliban juga mengklaim bila mereka berhasil menaklukkan sejumlah ibu kota hanya dengan negosiasi, tanpa menembakkan peluru.

Perwira AS, berbicara dengan syarat anonim, khawatir dengan korupsi yang menjadi akar permasalahan di Afghanistan. Perbuatan seperti itu bisa merusak semangat tentara di garis depan, karena mereka dibayar dengan upah rendah, pasokan makanan yang tidak menentu, dan manajemen penugasan yang buruk.

"Maukah Anda memberikan hidup Anda untuk para pemimpin yang tidak membayar Anda tepat waktu dan lebih tertarik pada masa depan mereka sendiri?" kata pejabat itu. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
Vanny El Rahman
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us