Tewasnya Yahya Sinwar Picu Kekhawatiran Keluarga Sandera Israel

- 101 sandera masih ditahan di Gaza setelah tewasnya Yahya Sinwar, pemimpin Hamas
- Keluarga sandera mendesak pemerintah Israel untuk memanfaatkan momentum ini sebagai daya tawar dalam negosiasi pembebasan
- Berbagai organisasi keluarga sandera memberikan tanggapan beragam atas tewasnya Sinwar, menyambut baik namun menegaskan bahwa misi belum selesai sampai semua sandera kembali
Jakarta, IDN Times - Yahya Sinwar, pemimpin Hamas di Gaza, tewas dalam serangan pasukan Israel pada Rabu (16/10/2024). Kematian Sinwar memicu kekhawatiran di kalangan keluarga sandera Israel yang masih ditahan di Gaza.
Mereka takut nyawa para sandera kini semakin terancam. Menurut data terbaru, 101 sandera masih berada dalam tahanan Hamas di Gaza. Setidaknya setengah dari mereka diyakini masih hidup.
Situasi ini membuat keluarga sandera semakin gelisah dan mendesak pemerintah Israel untuk segera mengambil tindakan.
"Kita telah menuntaskan masalah dengan Sinwar si pembunuh. Tapi sekarang, lebih dari sebelumnya, nyawa putra saya Matan dan sandera lainnya dalam bahaya nyata," ungkap Einav Zangauker, dikutip dari Reuters.
1. Keluarga sandera desak pemerintah Israel manfaatkan momentum untuk negosiasi
Pasca tewasnya Sinwar, keluarga sandera mendesak pemerintah Israel untuk memanfaatkan momentum ini sebagai daya tawar dalam negosiasi pembebasan. Mereka menekankan bahwa tidak ada kemenangan total tanpa kepulangan semua sandera.
"Tidak akan ada penyelesaian yang sesungguhnya, tidak akan ada kemenangan total, jika kita tidak menyelamatkan nyawa mereka dan membawa mereka pulang," tegas Zangauker, salah satu orangtua sandera, dilansir dari Jerusalem Post.
Orang tua sandera lain, Orna dan Ronen, juga menyuarakan kekhawatiran serupa. Mereka menyebut situasi ini sebagai titik kritis yang membutuhkan tindakan segera.
"Nyawa mereka dalam bahaya besar sekarang lebih dari sebelumnya," kata pasangan tersebut.
Mereka mendesak pemerintah Israel dan AS untuk melakukan segala upaya demi mencapai kesepakatan dengan Hamas.
2. Sebut Sinwar sebagai penghalang utama negosiasi
Berbagai organisasi yang mewakili keluarga sandera memberikan tanggapan beragam atas tewasnya Sinwar. Forum Keluarga Sandera menyambut baik tewasnya Sinwar, yang dianggap sebagai salah satu penghalang utama kesepakatan sandera.
"Kami memuji pasukan keamanan karena telah melenyapkan Sinwar, yang merencanakan pembantaian terburuk yang pernah dihadapi negara kita," ujar forum tersebut.
Sementara itu, Hasamba, organisasi anggota keluarga muda sandera, menyatakan bangga atas pencapaian IDF. Namun, mereka menegaskan bahwa misi belum selesai sampai semua sandera kembali.
"Kami bangga dengan para tentara IDF atas tewasnya Sinwar yang mengancam keamanan kami. Kita selangkah lagi menuju kemenangan. Misi akan selesai ketika semua orang pulang," tulis Hasamba di Instagram.
3. Total 117 sandera Israel pulang hidup dan 37 meninggal sejak awal konflik
Sejak pecahnya konflik, 117 sandera telah berhasil kembali dalam keadaan hidup. Jumlah ini termasuk mereka yang dibebaskan saat gencatan senjata singkat pada November lalu. Namun, 37 sandera lainnya dibawa pulang dalam keadaan meninggal dunia.
Sinwar, yang dianggap sebagai perencana serangan 7 Oktober 2023 berhasil menghindari deteksi israel selama berbulan-bulan. Ia diduga bersembunyi di jaringan terowongan Hamas yang rumit di bawah Gaza.
Sementara, operasi militer Israel di Gaza tercatat telah menewaskan lebih dari 42 ribu orang. Sebagian besar wilayah Gaza kini menjadi puing-puing dan mayoritas penduduknya mengungsi.
Beberapa pihak berpendapat bahwa tujuan perang di Gaza telah tercapai, kecuali pembebasan sandera.
"Kita berada di titik balik di mana tujuan yang ditetapkan untuk perang dengan Gaza telah tercapai, kecuali pembebasan para sandera," kata keluarga seorang sandera.
Sementara itu, Forum Tikva, yang mewakili beberapa keluarga sandera, justru mendukung peningkatan tekanan militer. Mereka mendesak militer untuk menguasai sebanyak mungkin wilayah dan menghentikan pasokan bantuan berkelanjutan kepada Hamas.