Thailand Desak Kamboja Umumkan Gencatan Senjata Lebih Dulu

- Thailand menetapkan 3 syarat gencatan senjata
- Bentrokan telah tewaskan 52 orang
- Thailand bantah ditekan Trump
Jakarta, IDN Times - Pemerintah Thailand, pada Selasa (16/12/2025), mendesak Kamboja untuk mengumumkan gencatan senjata lebih dulu guna mengakhiri bentrokan di perbatasan. Thailand beralasan Kamboja adalah agresor yang memulai serangan ke wilayahnya.
Kamboja belum menanggapi pernyataan dari Thailand. Kedua belah pihak saling menyalahkan atas pecahnya konflik dan serangan terhadap warga sipil.
1. Thailand ajukan 3 syarat gencatan senjata

Thailand menetapkan tiga syarat yang harus dipenuhi Kamboja sebelum pembicaraan damai dapat dimulai. Syarat pertama adalah deklarasi publik dari Kamboja mengenai penghentian tembakan, disusul oleh bukti komitmen yang tulus dan dapat diverifikasi.
Thailand juga menuntut Kamboja bekerja sama membersihkan ranjau di sepanjang perbatasan kedua negara. Thailand menuduh Kamboja telah menanam ranjau darat baru di wilayah sengketa, sebuah klaim yang dibantah oleh Phnom Penh.
"Kami telah belajar dari pengalaman bahwa komitmen dan tindakan Kamboja tidak selalu selaras. Negosiasi perdamaian membutuhkan kepercayaan, dan kepercayaan harus dibangun di atas tindakan, bukan kata-kata," ujar Nikorndej kepada wartawan, dikutip Khmer Times.
2. Bentrokan telah tewaskan 52 orang

Konflik yang kembali pecah sejak 7 Desember ini telah memakan korban jiwa dari kedua belah pihak. Dilansir Anadolu Agency, bentrokan terbaru menewaskan setidaknya 52 orang, termasuk tentara dan warga sipil, serta memaksa sekitar 800 ribu penduduk mengungsi dari rumah mereka.
Di sisi lain, Kamboja menuduh Thailand menggunakan kekuatan militer yang tidak proporsional. Kamboja mengklaim Thailand mengerahkan jet tempur F-16 dan melakukan serangan udara hingga 90 kilometer ke dalam wilayahnya.
Serangan tersebut dilaporkan merusak infrastruktur vital dan situs budaya bersejarah, termasuk area di sekitar Kuil Preah Vihear yang merupakan situs warisan UNESCO. Phnom Penh juga mendesak komunitas internasional untuk mengecam penggunaan munisi tandan oleh Thailand di area sipil.
Selain isu militer, masalah kemanusiaan juga mencuat dengan adanya ribuan warga negara Thailand yang terjebak di wilayah konflik. Pihak berwenang Thailand saat ini sedang berupaya memulangkan sekitar 6 ribu warganya yang tertahan di kota Poipet setelah Kamboja menutup perbatasan.
3. Thailand bantah ditekan Trump
Eskalasi ini terjadi meskipun Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sempat mengklaim bahwa kedua pemimpin negara telah menyepakati gencatan senjata. Dilansir Al Jazeera, pertempuran justru terus berlanjut setiap hari sejak klaim tersebut dilontarkan, dan Bangkok membantah adanya kesepakatan damai yang disebut Trump.
Perdana Menteri Thailand, Anutin Charnvirakul, menegaskan bahwa tidak ada tekanan internasional yang memengaruhi keputusan militernya saat ini. Ia membantah rumor bahwa Trump menggunakan tarif dagang untuk memaksa Bangkok menghentikan pertempuran.
"Tidak ada yang menekan kami. Siapa yang menekan siapa? Saya tidak tahu tentang hal itu," tegas Anutin saat ditanya mengenai intervensi AS.
Merespons krisis ini, para menteri luar negeri ASEAN dijadwalkan akan menggelar pertemuan darurat pada 22 Desember di Malaysia. Sementara itu, China selaku mitra dekat kedua negara telah menyerukan agar semua pihak menahan diri dan segera melakukan deeskalasi untuk mencegah jatuhnya lebih banyak korban.

















