Transparency International: Korupsi Gagalkan Upaya Lawan Krisis Iklim

- Korupsi mengancam dana iklim di negara rentan dan menghambat kerja sama global dalam mengatasi perubahan iklim
- Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Transparency International menemukan banyak negara penting bagi diplomasi iklim mengalami penurunan skor, dengan lebih dari dua pertiga negara memiliki skor di bawah 50
- Korupsi memperburuk krisis iklim, mempengaruhi proyek-proyek perlindungan masyarakat, dan membahayakan inisiatif iklim seperti Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP)
Jakarta, IDN Times - Lembaga pengawas korupsi, Transparency International (TI), mengungkapkan bahwa korupsi menggerogoti dana iklim di negara-negara paling rentan di dunia. Serta, menjadi ancaman dalam menggagalkan kerja sama global, guna mengatasi perubahan iklim.
Selama 30 tahun, Indeks Persepsi Korupsi (CPI) TI telah melacak penyalahgunaan kekuasaan di seluruh dunia.
"Kekuatan korup tidak hanya membentuk, tetapi sering kali mendikte kebijakan dan menghancurkan sistem pengawasan dan keseimbangan. Kita harus segera memberantas korupsi sebelum hal itu benar-benar menggagalkan aksi iklim yang berarti," kata Maira Martini, CEO TI, dikutip dari Euro News.
Berdasarkan laporan CPI dari TI pada 2024 yang dirilis pada Selasa (11/2/2025), banyak negara yang penting bagi diplomasi iklim mengalami penurunan skor. Secara keseluruhan, CPI menemukan bahwa korupsi global tetap sangat tinggi tahun lalu.
1. Skor global mengalami stagnasi atau penurunan
TI mengungkapkan lebih dari dua pertiga dari 180 negara yang diperingkat memiliki skor di bawah 50 dari 100. Skor nol dianggap sangat korup, dan skor 100 dianggap sangat bersih.
Laporan itu menggunakan data dari Bank Dunia, Forum Ekonomi Dunia, perusahaan konsultan dan risiko swasta, serta lembaga riset dan sumber lainnya. Laporan juga mencerminkan pandangan para ahli dan pelaku bisnis.
Rata-rata skor global tidak berubah dari tahun 2023, yakni 43. Kendati, 32 negara telah membuat kemajuan signifikan dalam melawan korupsi sejak 2012, namun 148 negara mengalami stagnasi atau penurunan selama periode yang sama.
Hasil tersebut menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk tindakan konkret melawan korupsi. TI mencatat dampak menghancurkan korupsi global terhadap perjuangan melawan krisis iklim.
"Di tengah pemanasan global yang memecahkan rekor dan peristiwa cuaca ekstrem, korupsi memperburuk krisis iklim," kata laporan itu, dikutip dari Al Jazeera.
2. Daftar negara yang mendapat skor tertinggi dan terendah
Lembaga pengawas tersebut memperingatkan dampak korupsi terhadap negara-negara yang rentan terhadap perubahan iklim dan konferensi iklim internasional utama. Baru-baru ini tuan rumah perundingan iklim PBB COP30, Brasil, mendapat skor buruk dalam CPI 2024, dengan skor 34. Angka tersebut menjadi peringkat terendah yang pernah dicapainya.
Temuan tersebut memiliki implikasi yang mengkhawatirkan bagi proyek-proyek yang dimaksudkan untuk melindungi masyarakat. Negara-negara kaya yang juga memimpin perundingan iklim seperti Amerika Serikat, mendapat skor 65.
Laporan itu juga menyoroti meningkatnya risiko terhadap pendanaan iklim bernilai miliaran dolar yang menyelamatkan nyawa dan sering kali di negara-negara yang paling membutuhkannya.
Afrika Selatan, Vietnam, dan Indonesia merupakan contoh bagaimana korupsi menggagalkan inisiatif iklim dengan membahayakan terwujudnya Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP). Kemitraan tersebut dirancang untuk membantu negara-negara yang bergantung pada batu bara mewujudkan masa depan yang lebih maju, akan tetapi Transparency International menemukan bahwa perlindungan yang tidak memadai justru menciptakan peluang bagi aktor-aktor yang tidak bermoral untuk ikut campur.
Negara-negara yang paling rentan terhadap perubahan iklim termasuk di antara negara-negara dengan skor terendah, seperti Sudan Selatan, Somalia, dan Venezuela. Sementara itu, Denmark telah memperoleh skor tertinggi pada indeks tersebut, yakni 90, selama tujuh tahun berturut-turut dan diikuti oleh Finlandia dengan skor 88.
3. Solusi mengatasi korupsi dan mengamankan dana iklim

TI menjelaskan korupsi dapat menghalangi kebijakan iklim di negara-negara dengan peringkat tinggi dan rendah. Namun, di negara-negara kaya dan maju, campur tangan ini memiliki dampak paling serius karena merusak upaya mereka untuk menyepakati tujuan yang ambisius, mengurangi emisi, dan mendukung negara-negara berkembang.
Laporan itu menyatakan bahwa satu solusi untuk mengatasi korupsi dan memastikan dana digunakan secara efisien adalah dengan memiliki metrik dan kerangka kerja yang lebih baik, guna transparansi dan akuntabilitas iklim. TI juga mengatakan peningkatan badan antikorupsi akan membantu mencegah kejahatan lingkungan dan mengurangi impunitas.