Trump Terang-terangan Dukung Capres Honduras, Intervensi Pemilu?

- Trump dukung Tito melawan narkoba dan Maduro
- Nasralla dan Moncada tolak pernyataan Trump
- Pilpres Honduras goyah imbas dugaan intervensi militer dan kecurangan
Jakarta, IDN Times - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, pada Kamis (27/11/2025), menyatakan dukungan kepada Calon Presiden (Capres) Honduras, Nasry Asfura atau Tito. Dukungan ini dinilai sebagai bentuk intervensi dalam pemilihan presiden (pilpres) di Honduras.
“Saya menyatakan dukungan kepada Asfura karena saya tidak dapat bekerja dengan Moncada dan pihak komunis. Sedangkan Nasralla tidak punya reliabilitas untuk kebebasan dan tidak dapat dipercaya,” tuturnya, dikutip dari The Tico Times.
Pada awal 2025, hubungan kedua negara sempat memanas terkait rencana Trump untuk mendeportasi imigran Honduras dari AS. Sementara, Presiden Honduras, Xiomara Castro mengancam akan menutup pangkalan militer AS di negara Amerika Tengah itu.
1. Sebut Tito dapat diandalkan untuk melawan penyelundup narkoba dan Maduro
Trump mengungkapkan bahwa dukungan kepada Tito karena dipandang dapat diandalkan untuk membantu melawan penyelundup narkoba dan komunis. Selain itu, kemenangan Tito sebagai wujud untuk melawan Presiden Venezuela, Nicolas Maduro.
“Tito dan saya dapat bekerja sama untuk melawan narco-communist dan menyediakan apa yang dibutuhkan oleh seluruh rakyat Honduras. Asfura mampu mempertahankan demokrasi dan membantu kami melawan Maduro,” terangnya, dikutip dari CNN.
Menanggapi dukungan ini, Tito mengucapkan terima kasih kepada Trump. Ia mengatakan siap dalam mempertahankan demokrasi dan kebebasan berpendapat di Honduras dan bekerja sama dengan AS.
2. Nasralla dan Moncada tolak pernyataan Trump
Pada saat yang sama, Capres Honduras, Salvador Nasralla mengungkapkan bahwa ia adalah sekutu Trump di Honduras. Namun, calon dari Partai Liberal itu menyebut bahwa Trump menerima kabar bohong dari partai politik rivalnya.
Di sisi lain, Capres dari Partai Libre, Rixi Moncada menampik pernyataan Trump yang menyebutnya komunis. Menurut politikus sayap kiri itu, Trump menyebutnya komunis untuk menyembunyikan kebenaran.
“Mereka menyebut saya komunis untuk menyembunyikan kebenaran. Mereka takut demokratisasi ekonomi, mereka takut akan Hukum Keadilan Pajak, dan mereka ingin uang untuk berkontribusi pada 10 keluarga terkaya di Honduras dan tidak mendukung kepentingan rakyat,” katanya.
3. Pilpres Honduras goyah imbas dugaan intervensi militer dan kecurangan
Pilpres Honduras pada tahun ini dilanda sejumlah masalah dugaan intervensi militer. Dugaan ini muncul setelah Kepala Staf Militer Honduras, Roosevelt Hernandez mengancam memenjarakan jurnalis dan pemimpin media karena menyebarkan kampanye perlawanan terhadap institusi militer.
Dilansir Latin America Reports, tak hanya intervensi militer, Dewan Elektoral Nasional Honduras (CNE) juga dituding berniat untuk memanipulasi hasil pilpres. Dugaan ini muncul ketika tersebarnya 20 rekaman suara yang menjadi bukti dugaan rencana manipulasi hasil pilpres.
Pada akhir Oktober, Jaksa Agung Honduras, Johel Zelaya sudah mengumumkan pembukaan investigasi terhadap Kepala CNE, Cossette Lopez. Namun, terdapat ketidakjelasan dari proses investigasi ini yang membuat semakin dalamnya polarisasi dan ketidakpercayaan dari warga Honduras.















