Ukraina Ngarep Jaminan Keamanan dari AS, Zelenskyy Ingin Ketemu Trump

- Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, meminta jaminan keamanan dari Amerika Serikat agar perang dapat berakhir.
- Zelenskyy juga menyerukan keanggotaan di NATO dan mengandalkan kekuatan Trump untuk membawa Moskow ke meja perundingan.
- Situasi di medan perang Ukraina semakin memburuk, dengan serangan terbaru di wilayah Kursk dan penolakan Rusia terhadap proposal gencatan senjata.
Jakarta, IDN Times – Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, mengatakan pihaknya mengharapkan jaminan keamanan dari Amerika Serikat (AS) jika ingin perang berakhir. Ia berharap bisa bertemu dengan Presiden terpilih, Donald Trump, tak lama setelah dilantik 20 Januari mendatang.
"Tanpa Amerika Serikat, jaminan keamanan tidak mungkin terwujud. Maksud saya jaminan keamanan yang dapat mencegah agresi Rusia," katanya, dilansir Reuters, Senin (6/1/2025).
Pernyataan Zelenskyy dipublikasikan dalam sebuah podcast AS Lex Fridman. Pada kesempatan itu, ia mengandalkan kekuatan Trump yang bisa memaksa Moskow untuk sebuah pembicaraan damai.
Zelenskyy juga kembali menyerukan keanggotaan di NATO. Ia mengatakan, gencatan senjata tanpa jaminan keamanan dari AS hanya akan memberi waktu bagi Rusia untuk mengisi ulang persediaan senjatanya.
1. Tak bisa bertahan tanpa kehadiran AS
Zelenskyy mengatakan bahwa Washington memiliki peran penting dalam memberikan jaminan keamanan di wilayah Eropa. Ia juga sepakat tentang perlunya pendekatan perdamaian melalui kekuatan untuk mengakhiri konflik.
Menurut Zelenskyy, Presiden Rusia Vladimir Putin tidak tertarik pada negosiasi serius untuk mengakhiri perang. Pemimpin Kremlin itu, katanya, harus dipaksa berhenti dan menyetujui perdamaian abadi.
Situasi di medan perang paling menantang bagi Ukraina sejak bulan-bulan awal invasi Rusia tahun 2022. Saat itu, pasukan Kiev yang kalah jumlah telah kehilangan desa demi desa di wilayah Donbas timur selama berbulan-bulan.
2. Zelenskyy sayangkan keinginan AS untuk keluar dari NATO
Zelenskyy menyayangkan keinginan Trump untuk menarik diri dari keanggotaan NATO. Ia memperingatkan bahwa keputusan apa pun yang diambil Washington untuk keluar dari NATO akan melemahkan aliansi militer dan membuat Putin semakin berani di Eropa.
"Saya hanya mengatakan bahwa jika itu terjadi (keluar dari aliansi), Putin akan menghancurkan Eropa," katanya.
Dilansir Politico, selama masa pemerintahan awalnya, Trump telah memberikan kritik terhadap keanggotaan NATO. Ia menyebut keanggotaan kerap kali membebani anggaran berlebih. Terlebih lagi, anggota NATO hanya mengharapkan perlindungan dari AS tanpa kontribusi yang berarti.
Pemimpin Ukraina mengatakan dia perlu duduk bersama Trump untuk menentukan tindakan untuk menghentikan Kremlin. Ia mengatakan bahwa pemerintah Eropa juga perlu memiliki suara dalam proses tersebut sebelum Kiev dapat duduk untuk berunding dengan pihak Rusia.
3. Belum ada tanda-tanda gencatan senjata akan disepakati
Hingga saat ini, konflik Rusia dan Ukraina masih terus berlanjut. Terbaru, Ukraiana kembali melancarkan serangan ke wilayah Kursk yang dikuasai Rusia. Sementara pasukan Rusia terus menggempur Ukraina timur.
"Di wilayah Kursk, Rusia sangat khawatir. Mereka diserang dari berbagai arah, yang mengejutkan mereka," kata Andriy Kovalenko, seorang pejabat keamanan senior Ukraina, dilansir Al Jazeera, Minggu.
Sementara itu, belum ada tanda-tanda gencatan senjata akan segera tercapai. Tim Trump telah mengajukan serangkaian proposal gencatan senjata berupa pembentukan zona demiliterisasi antara dua negara dan penangguhan keanggotaan Ukraina di NATO selama 20 tahun. Namun, proposal itu ditolak oleh Moskow.
Putin menyebut, penangguhan keanggotaan Ukraina di NATO saja tak cukup. Putin berulang kali menyatakan bahwa bergabungnya Ukraina dalam aliansi tersebut menjadi ancaman utama bagi Rusia.
“Dalam hal jarak dan kerangka waktu historis, ini adalah momen yang tepat. Apa bedanya bagi kita hari ini, besok, atau dalam 10 tahun?” tanyanya.
Meski begitu, beberapa pengamat mengatakan bahw Putin sebenarnya menginginkan perundingan damai. Ia sengaja memberikan gertakan menjelang perundingan dengan menolak segalanya.