Uzbekistan: Mirziyoyev Diprediksi Kembali Menang Pilpres

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Uzbekistan resmi menyelenggarakan pemilihan presiden pada Minggu (24/10/2021). Sementara pemilu kali ini menjadi yang keenam kalinya diselenggarakan di negara Asia Tengah itu setelah memisahkan diri dari Uni Soviet pada tahun 1989 silam.
Pilpres di Uzbekistan kali ini juga diselenggarakan di tengah pandemik COVID-19 dan krisis keamanan setelah pasukan Taliban berhasil menguasai Afghanistan. Hal ini sebagai upaya meningkatkan pertahanan dan mencegah kemungkinan serangan Taliban di perbatasan.
1. Shavkat Mirziyoyev hanya ditantang lawan pro pemerintah
Pemilihan presiden di Uzbekistan disebut hanya menghadirkan lawan yang tidak berarti bagi kandidat kuat petahana Presiden Shavkat Mirziyoyev. Pasalnya empat kandidat presiden lainnya diketahui termasuk pro pemerintah dan tidak begitu dikenal di masyarakat.
Presiden yang sudah menjabat sejak 2016 lalu itu diprediksi akan dapat menang mudah dalam pilpres kali ini. Hal ini setelah tiga partai politik oposisi di Uzbekistan dilarang hadir ataupun ikut andil untuk mengikutsertakan calonnya dalam gelaran pilpres, dilansir dari laman RFE/RL.
Kepala Pusat Komisi Pemilu, Zayniddin Nizamkhodjaev mengumumkan jika pada pukul 8 malam para pemilih sudah mencapai 89.9 persen dan lebih banyak dibandingkan pemilu 2016 silam, ketika Mirziyoyev terpilih sebagai presiden.
"Rakyat Uzbekistan mengakui bahwa pemilu berjalan dengan baik dan transparan, hal ini sesuai dengan norma internasional dan prinsip-prinsip demokrasi" ujar Nizamkhodjaev, dikutip dari laman Reuters.
2. Mirziyoyev berusaha hilangkan citra diktator pada era Karimov
Dikutip dari RFE/RL, Mirziyoyev merupakan presiden kedua di Uzbekistan setelah menggantikan Islam Karimov yang meninggal dunia di tahun 2016. Karimov merupakan presiden terlama dan sudah memimpin selama 27 tahun sejak negara Asia Tengah itu pecah dari Uni Soviet.
Mirziyoyev yang diketahui dekat dengan Karimov tengah berupaya untuk melawan citra otoriterisme dalam masyarakat yang sudah ditanamkan sejak masa kepemimpinan pemerintahan sebelumnya.
Presiden berusia 64 tahun itu juga kembali membuka Uzbekistan terhadap investasi asing dan meningkatkan hubungan dengan negara tetangganya. Bahkan ia juga menghapus pembatasan kebebasan beragama yang diterapkan pada masa kepemimpinan Islam Karimov, serta membebaskan sejumlah tahanan politik.
Namun, upaya dari Mirziyoyev sedang terganjal oleh efek pandemik COVID-19 yang mengakibatkan krisis ekonomi di negaranya. Hal ini mengakibatkan tingginya angka pengangguran dan naiknya biaya hidup di Uzbekistan.
3. Mirziyoyev disebut berusaha menyingkirkan aktivis politik
Meski begitu, Mirziyoyev juga kerap mendapatkan kritikan lantaran sikapnya yang berusaha untuk menyingkirkan aktivis dan sejumlah oposisi menjelang penyelenggaraan pemilihan presiden. Hal ini setelah ia memutuskan untuk maju kembali sebagai calon presiden di Uzbekistan.
Selain melarang keikutsertaan beberapa partai oposisi, Mirziyoyev juga melarang seorang calon kandidat presiden bernama Jahongir Otajonov untuk meninggalkan Uzbekistan menuju ke Turki.
"Saya dihadang saat hendak masuk ke pesawat menuju ke Turki pada minggu lalu terkait tuduhan bahwa saya tidak membayarkan bantuan kepada anak-anak. Sejak saat itu, polisi memanggil untuk menanyakan semua orang yang bertemu dengan saya, terkait apa yang saya lakukan dan rencanaya saya ke depan" ujar Otajonov.
Di samping itu, aktivis politik bernama Mahmud Davronov juga mengungkapkan bila ia tidak dapat meninggalkan negaranya terkait alasan ia memiliki hutang. Padahal Davronov tidak memiliki rumah dan tinggal di sebuah apartemen dengan nama istrinya.
Uzbekistan diketahui tidak pernah menyelenggarakan pemilu yang dinilai adil dan demokratis oleh pengamat dari Barat. Bahkan banyak warga Uzbekistan percaya jika pilpres ke depan ini tidak akan berbeda jauh dari sebelumnya dan akan dimenangkan oleh kandidat pemerintahan, dikutip dari RFE/RL.