Wabah Ebola Kesebelas di Kongo Pecah, WHO Minta Bantuan Dana

Kinshasa, IDN Times - Pada tanggal 1 Juni kemarin, Republik Demokratik Kongo melaporkan 6 kasus ebola baru di bagian barat negara tersebut. Hingga Kamis kemarin (16/07), Dr. Matshidiso Moeti selaku direktur regional WHO untuk Afrika, melaporkan bahwa sudah ada 56 kasus di Mbandaka, Provinsi Equateur. "Angka ini cukup mengkhawatirkan sebab melebihi jumlah kasus 2 tahun lalu yang hanya mencapai angka 54 di daerah yang sama", tuturnya seperti yang dilansir oleh VOA.
Berdasarkan catatan WHO, kasus pada tanggal 1 Juni kemarin menandakan kesebelas kalinya ebola mewabah di Kongo sejak tahun 1976. Ebola Virus Disease sendiri merupakan virus yang ditularkan dari hewan liar kepada manusia. Virus ini dapat menyebar antar manusia melalui cairan tubuh (darah, feses, muntahan) penderita ebola, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.
1. Baru mendeklarasikan selesainya wabah kesepuluh pada 25 Juni kemarin

Pada 1 Agustus 2018, Kongo melaporkan terjadinya wabah ebola kesepuluh di bagian timur negara tersebut. Selama 2 tahun lebih, WHO bersama tenaga medis setempat berusaha mengatasi virus yang mengakibatkan tewasnya 2.280 penduduk. Namun, tidak ada yang menyangka bahwa kasus ebola dapat sampai ke Mbandaka, yang berjarak sekitar 750 mil dari pusat wabah kesepuluh. Dilansir dari The New York Times, belum diketahui bagaimana ebola dapat menyebar di Mbandaka ketika negara tersebut sedang menjalankan lockdown.
Walaupun sempat menghadapi wabah kesepuluh dan kesebelas secara bersamaan selama beberapa waktu, WHO dapat melepas sedikit beban sebab terhitung sejak 25 Juni 2020, bagian timur Kongo sudah resmi terbebas dari ebola. Pengalaman mengurus ebola selama bertahun tahun membuat penanganan kali ini lebih cepat dan tanggap. Dalam sebuah pernyataan, WHO menyampaikan bahwa mereka telah menggelontorkan 1,75 juta dolar AS untuk menangani wabah kesebelas, namun jumlah ini hanya dapat bertahan hingga beberapa minggu kedepan. Maka dari itu, WHO meminta bantuan dana yang akan digunakan untuk vaksin, tes ebola, pelacakan kontak, pengobatan, dan edukasi kesehatan.
2. Vaksin sebagai pencegahan menyebarnya virus

United Nation News melaporkan bahwa ada peningkatan respons terhadap wabah ke sebelas. Terhitung 4 hari setelah dilaporkannya wabah, pemerintah setempat langsung melakukan vaksinasi. Tanggapan pemerintah kali ini jauh lebih cepat dibandingkan ketika tahun 2018, di mana vaksinasi baru dilakukan 2 minggu setelah kasus ebola diumumkan.
VOA memberitakan bahwa selama 6 minggu terakhir sudah dilakukan 12 ribu vaksinasi terhadap penduduk setempat dan lebih dari 40 ribu rumah telah dikunjungi oleh petugas kesehatan. Jumlah ini menandakan vaksinasi telah menjangkau 90 persen dari total penduduk setempat. Selain itu, edukasi mengenai informasi kesehatan dan keselamatan terkait ebola juga telah disampaikan ke lebih dari 273 ribu orang. Walaupun terjadi peningkatan respon, laporan pada hari Minggu (12/07) menunjukkan bahwa sudah ada 17 orang yang meninggal akibat virus ini.
3. Bergelut dengan 2 penyakit lainnya

Sama seperti negara negara lain, Kongo juga dihadapkan dengan pandemi COVID-19. Hingga hari ini (17/07), kasus COVID-19 di Republik Demokratik Kongo telah mencapai angka 8,199 dengan 193 kematian. "Menghadapi ebola ditengah COVID-19 menjadi sebuah tantangan yang sulit. Hal ini diperburuk dengan dana yang tidak memadai dan pusat wabah (ebola) yang terletak di hutan hujan sehingga sulit untuk dijangkau", ucap Dr. Matshidiso Moeti.
Beliau juga menekankan bahwa kita tidak boleh membiarkan COVID-19 mendistraksi fokus akan masalah kesehatan lain. Sebagai salah satu negara termiskin di dunia, Kongo juga dihadapkan dengan penyakit campak. Diperkirakan ada 310 ribu kasus dan 6 ribu kematian akibat campak sejak awal tahun 2019.