Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Wamenlu: Ancaman Global Beragam, Tak Cuma Konflik Senjata

Wakil Menteri Luar Negeri, Arrmanatha Nasir dalam acara gathering Duta Besar RI di IDN HQ pada Rabu (9/4/2025). (IDN Times/Alya Achyarini)
Intinya sih...
  • Wamenlu Arrmanatha Nasir: Ancaman global bukan hanya konflik bersenjata, tapi juga geoekonomi, stagnasi ekonomi, resesi, inflasi, dan pengangguran.
  • Ancaman lainnya: perubahan iklim ekstrem, krisis pangan, kekurangan air, perkembangan teknologi AI dengan dampak negatif seperti misinformasi dan polarisasi sosial.
  • Direktur Eksekutif TYI AHY: Kebijakan Trump menaikkan tarif impor bisa memicu resesi global dan fragmentasi blok ekonomi politik baru serta aliansi-aliansi baru yang saling bersaing.

Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu), Arrmanatha Nasir, menekankan bahwa ancaman terhadap stabilitas global saat ini tidak hanya bersumber dari konflik bersenjata.

Hal tersebut disampaikan dalam acara diskusi yang digelar The Yudhoyono Institute (TYI) yang bertajuk 'Dinamika dan Perkembangan Dunia Terkini: Geopolitik, Keamanan dan Ekonomi Global' di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Minggu (13/4/2025).

1. Konfrontasi geoekonomi, stagnasi, resesi, inflasi, hingga pengangguran

Ilustrasi menabung (IDN Times/Sukma Shakti)

Nasir menjelaskan, dalam laporan Global Risk Report World Economic Forum tahun 2025, diungkapkan ada berbagai ancaman global yang berpotensi menerpa negara-negara di dunia. Di antaranya konfrontasi geoekonomi, stagnasi ekonomi, resesi, inflasi, dan pengangguran.

"Terkait dengan hal yang pertama, saya ingin menyampaikan suatu report dari Global Risk Report World Economic Forum tahun 2025 yang menggambarkan, bahwa mayoritas ancaman terhadap stabilitas dunia di masa depan tidak hanya bersumber dari konflik bersenjata. Laporan tersebut menyebutkan konfrontasi geoekonomi, stagnasi, resesi, inflasi, dan pengangguran telah menjadi dimensi ancaman yang semakin nyata," tuturnya.

2. Ancaman iklim hingga teknologi

ilustrasi AI (Pixabay.com/Gerd Altmann)

Selain itu, ancaman lainnya berkaitan dengan perubahan iklim ekstrem, krisis pangan, kekurangan air, perkembangan teknologi, hingga kecerdasan buatan alias Artificial Intelligence (AI).

"Perkembangan teknologi termasuk artificial intelligence yang di satu sisi memberikan harapan untuk mengatasi berbagai tantangan dunia, namun di sisi lain juga dapat berdampak negatif dengan isu-isu seperti misinformasi, disinformasi, dan polarisasi sosial," ujar Nasir.

3. AHY sebut kebijakan Trump bisa bawa dunia ke dua arah ekstrem

Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute (TYI), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif TYI, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyebut, kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menaikkan tarif impor, bisa membawa dunia ke arah dua gejolak ekstrem.

AHY menuturkan, saat ini eskalasi baru yang dipicu kebijakan Trump berdampak lebih luas dan jauh lebih signifikan. Kenaikan tarif ini akan berdampak baik ke pasar keuangan maupun sektor riil. 

"Dampaknya risiko resesi global di tahun ini meningkat tajam," kata AHY.

"Unfortunately, this is not an April Mob. This is not a hoax. Ini adalah fakta baru dunia. Kebijakan sepihak Amerika Serikat ini tentu bisa membawa dunia menuju dua arah yang ekstrem," sambung dia.

Kebijakan Trump tersebut, menimbulkan perlawanan kolektif di mana negara-negara akan menjauhi dominasi Amerika Serikat dan membangun blok ekonomi baru. 

"Yang kedua, jika kebijakan ini terbukti efektif maka dunia justru akan semakin tunduk pada satu kekuatan yang semakin hegemonik, yaitu Amerika Serikat," tutur AHY.

Menko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan ini pun mengatakan, bagaimana pun hasilnya, Indonesia wajib menghadapi risiko fragmentasi yang akan muncul. Bukan hanya secara ekonomi, tapi juga secara politik dan keamanan aliansi baru akan terbentuk. 

"Polarisasi akan semakin tajam, konflik lama berpotensi membesar," ungkapnya.

Lebih lanjut, AHY juga mengapresiasi langkah Presiden RI Prabowo Subianto yang telah menjalankan diplomasi dua jalur (dual track diplomacy). Pertama, mengirimkan tim negosiasi ke Washington DC.

Kemudian kedua, membangun komunikasi dengan para pemimpin ASEAN dan juga para pemimpin dunia lainnya.

"Inilah wajah diplomasi strategis yang adaptif dan juga tanggap diplomasi yang tidak reaktif, tapi juga tidak pasif," tutur dia.

Ia mengatakan, kebijakan tarif impor Trump ini bukan hanya akan mengguncang sistem perdagangan global, tetapi juga sangat berpotensi mengganggu stabilitas keamanan internasional jika negara lain memilih berhadapan dengan AS dan membangun aliansi tandingan.

"Maka dunia akan terdorong ke arah fragmentasi politik saya ulangi, fragmentasi blok ekonomi politik baru, aliansi-aliansi baru bisa berkembang menjadi kutub kekuatan yang saling bersaing. Bukan hanya dalam perdagangan tapi juga dalam pengaruh strategis dan militer polarisasi ini bisa memperparah konflik regional yang sudah ada termasuk yang tengah terjadi di kawasan Asia Pasifik," imbuh dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah
Yosafat Diva Bayu Wisesa
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us