Korea Selatan Bentuk Satgas Khusus untuk Negosiasi Perdagangan dengan AS

- Satgas khusus untuk negosiasi perdagangan dengan AS dibentuk sebagai respons atas kebijakan tarif AS yang berdampak pada ekspor utama Korea Selatan.
- Tarif AS sebesar 25 persen telah menekan ekspor otomotif, baja, dan semikonduktor Korea Selatan, menyebabkan penurunan tajam meski mencatat surplus perdagangan.
- Negosiasi ditargetkan rampung sebelum 8 Juli 2025, tenggat kembalinya tarif “Liberation Day” jika tidak tercapai kesepakatan, dan melibatkan asosiasi industri serta isu nontarif.
Jakarta, IDN Times– Korea Selatan resmi membentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk menangani negosiasi perdagangan dengan Amerika Serikat (AS). Keputusan ini diambil menyusul tekanan tarif dari pemerintahan Donald Trump yang berdampak pada ekspor utama Korea Selatan, termasuk sektor otomotif, baja, dan semikonduktor.
Kementerian Perindustrian Korea Selatan mengumumkan pembentukan satgas tersebut pada Senin (16/6/2025), dengan fokus menyusun strategi negosiasi terkait tarif dan isu nontarif di sektor industri dan energi. Satgas juga akan melibatkan sektor swasta guna memastikan perlindungan kepentingan nasional dalam diskusi dengan Washington.
1. Tujuan satgas dan kepemimpinan
Satgas ini dibentuk sebagai respons atas kebijakan tarif AS, yang tengah dalam masa jeda 90 hari untuk negosiasi. Menteri Perdagangan Yeo Han-koo ditunjuk sebagai ketua satgas, berbekal pengalaman sebagai negosiator perdagangan pada 2022. Tujuan utama satgas adalah meraih keringanan atau pengecualian tarif bagi produk ekspor strategis Korea Selatan.
“Kami berkomitmen mencapai kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak. Satgas ini akan bekerja intensif demi melindungi industri dalam negeri sekaligus menjaga hubungan dagang yang erat dengan AS,” ujar Yeo dalam konferensi pers di Seoul, dikutip dari Reuters.
Ketergantungan tinggi terhadap ekspor membuat langkah ini mendesak. Penurunan ekspor sebesar 1,3 persen pada Mei 2025 akibat tarif AS memicu kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi.
2. Dampak tarif dan strategi ekonomi
Tarif AS sebesar 25 persen terhadap produk Korea Selatan telah menekan ekspor otomotif, baja, dan semikonduktor. Kementerian Perindustrian mencatat ekspor ke AS dan Tiongkok mengalami penurunan tajam, meski mencatat surplus perdagangan sebesar 6,94 miliar dolar AS (Rp112,8 triliun)—tertinggi sejak Juni 2024. Namun, tren ini dikhawatirkan tidak berkelanjutan.
Untuk meredakan tekanan Washington, Korea Selatan tengah menjajaki pembelian energi seperti gas alam cair dari Alaska guna menyeimbangkan neraca perdagangan.
“Tarif ini menimbulkan ketidakpastian besar bagi ekonomi kami. Kami butuh waktu dan ruang untuk bernegosiasi secara strategis demi kepentingan bersama,” ujar Presiden Korea Selatan Lee Jae-myung, dilansir CNBC.
3. Diplomasi perdagangan dan tenggat waktu
Negosiasi ditargetkan rampung sebelum 8 Juli 2025, tenggat kembalinya tarif “Liberation Day” jika tidak tercapai kesepakatan. Satgas akan bekerja sama dengan asosiasi industri seperti Korea International Trade Association untuk menyusun pendekatan diplomatik yang solid.
Yeo menegaskan bahwa hubungan dagang yang telah dibangun melalui perjanjian perdagangan bebas akan menjadi modal penting. Negosiasi juga mencakup isu non-tarif, seperti akses pasar dan regulasi energi.
“Kami ingin menjaga kemitraan ekonomi dengan AS tanpa mengorbankan kepentingan industri nasional,” ujar seorang pejabat Kementerian Perindustrian, dikutip Yonhap News.
Namun, persaingan dengan negara lain seperti Jepang dan India yang juga tengah menegosiasikan tarif dengan AS menjadi tantangan tersendiri. Pemerintah Korea Selatan berharap pengalaman Yeo akan memberikan keunggulan dalam pembicaraan krusial ini.