Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Berbagai Dampak Gas Air Mata pada Tubuh, Bisa Bahaya!

ilustrasi gas air mata (unsplash.com/Baudouin Wisselmann)
Intinya sih...
  • Penggunaan gas air mata dapat menimbulkan efek berbahaya bagi tubuh, terutama pada anak-anak dan individu dengan masalah pernapasan.
  • Gas air mata adalah senyawa kimia yang bisa menyebabkan iritasi pada mata, mulut, tenggorokan, kulit, dan paru-paru. Beberapa jenis senyawa gas air mata juga diketahui memiliki dampak jangka panjang yang serius.
  • Gas air mata dapat menyebabkan gejala iritasi pada mata, saluran pernapasan, dan kulit. Paparan gas air mata dalam konsentrasi tinggi atau di dalam ruangan bahkan bisa mengakibatkan kebutaan, gangguan pernapasan, hingga kematian.

Gas air mata atau lakrimator kerap digunakan oleh pihak kepolisian untuk mengendalikan kerusuhan dan membubarkan massa. Penggunaannya bisa menimbulkan efek yang berpotensi bahaya untuk tubuh, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Sebuah tinjauan penelitian tahun 2013 menemukan bahwa komplikasi kesehatan yang signifikan secara klinis akibat gas air mata jarang terjadi. Namun, ada perdebatan mengenai penggunaannya yang dapat diterima.

Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menilai keamanannya dengan lebih baik. Anak-anak dan orang-orang dengan komplikasi pernapasan mungkin berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi jika terkena gas air mata.

1. Apa itu gas air mata?

ilustrasi gas air mata (unsplash.com/Colin Lloyd)

Gas air mata atau riot control agent adalah senyawa kimia yang menyebabkan iritasi. Bukan gas, gas air mata umumnya berbentuk semprotan atau bubuk dan berinteraksi dengan kelembapan. Itulah mengapa gas air mata memengaruhi area tubuh yang lembap, seperti mata, mulut, tenggorokan, kulit, dan paru-paru.

Beberapa senyawa umum yang menjadi komponen gas air mata meliputi:

  • Chloroacetophenone (CN)
  • Chlorobenzylidene malononitrile (CS)
  • Chloropicrin (PS)
  • Bromobenzylcyanide (CA)
  • Dibenzoxazepine (CR)

Gas air mata awalnya dikembangkan sebagai senjata perang kimiawi. Sementara Protokol Jenewa 1925 melarang penggunaan gas air mata di medan perang, gas air mata tetap digunakan untuk membubarkan huru-hara. Dalam Peraturan Keamanan dan Pengamanan Stadion pasal 19b, FIFA juga melarang gas air mata.

Selain itu, terdapat berbagai peraturan ketat bagaimana penggunaan gas air mata di area publik. Hal-hal ini seperti gas air mata hanya bisa ditembakkan dari arah jauh, digunakan hanya di luar ruangan, dan konsentrasi yang diperbolehkan harus serendah mungkin.

2. Pengaruh gas air mata pada tubuh

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, gas air mata menyebabkan iritasi saluran napas, mata, dan kulit. Senyawa gas air mata memengaruhi dua reseptor rasa sakit, yaitu TRPA1 dan TRPV1.

TRPA1 adalah reseptor serupa yang terdapat dalam mustar, wasabi, dan lobak pedas (horseradish) sehingga menimbulkan rasa yang kuat. Faktanya, gas CS dan CR 10.000 kali lebih kuat dibanding TRPA1 yang terdapat dalam bumbu-bumbu tersebut.

Keparahan gejala bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti:

  • Apakah kamu berada di dalam atau luar ruangan.
  • Seberapa banyak gas air mata yang digunakan.
  • Jarak antara kamu dan gas air mata saat ditembakkan.
  • Apakah kamu memiliki komorbiditas atau kondisi tertentu yang bisa diperparah akibat senyawa dalam gas air mata.

3. Gejala instan paparan gas air mata

ilustrasi gas air mata (unsplash.com/ev)

Secara langsung, gas air mata bisa menyebabkan gejala-gejala berikut pada mata:

  • Produksi air mata.
  • Kelopak mata tertutup.
  • Sensasi gatal.
  • Sensasi perih.
  • Kebutaan sementara.
  • Pandangan kabur.
  • Luka bakar kimiawi.

Menghirup gas air mata bisa menyebabkan iritasi terhadap saluran pernapasan hingga pencernaan. Beberapa gejala pernapasan dan pencernaan yang langsung terjadi ketika terpapar gas air mata adalah:

  • Sensasi tercekik.
  • Rasa perih dan gatal di hidung dan tenggorokan.
  • Sesak napas.
  • Mengi.
  • Batuk.
  • Produksi air liur tak terkendali.
  • Sensasi sesak di dada.
  • Kesulitan menelan.
  • Mual dan muntah.
  • Diare.

Kulit juga bisa menunjukkan reaksi saat terpapar gas air mata. Gejala-gejala iritasi kulit, seperti ruam, rasa gatal, kulit berubah kemerahan, sampai luka bakar bisa terpicu gas air mata.

Gejala-gejala ini biasanya hilang dalam 15–20 menit. Selai gejala-gejala tersebut, kelongsong gas air mata yang ditembakkan juga bisa menyebabkan luka-luka di tubuh, terutama daerah kepala dan wajah.

4. Komplikasi akibat gas air mata

Gas air mata juga bisa menyebabkan dampak jangka panjang, terutama bila gas air mata digunakan dalam konsentrasi tinggi, di dalam ruangan, atau yang terdampak memiliki kondisi tertentu. Glaukoma hingga kebutaan bisa terjadi akibat paparan ekstrem gas air mata.

Selain reaksi alergi, mereka yang memiliki kondisi pernapasan tertentu (seperti PPOK dan asma) berisiko terkena komplikasi gagal pernapasan. Luka bakar kimiawi di tenggorokan dan paru-paru sampai gagal pernapasan, kondisi ini—jika dibiarkan—bisa mengakibatkan kematian. 

Sebuah penelitian di Amerika Serikat meneliti paparan gas air mata terhadap 5.910 partisipan selama 25 tahun. Dari angka tersebut, sebanyak 5.131 partisipan mengalami komplikasi dan dua partisipan wafat akibat gagal pernapasan dan cedera kepala parah akibat kelongsong gas air mata.

Dalam studi tersebut, sebanyak 58 orang mengalami disabilitas permanen akibat paparan gas air mata. Disabilitas tersebut mencakup:

  • Masalah pernapasan.
  • Masalah mental.
  • Kebutaan.
  • Cedera otak.
  • Kehilangan fungsi anggota tubuh.
  • Amputasi.
  • Kondisi kulit.

5. Perawatan gejala paparan gas air mata

ilustrasi gas air mata (unsplash.com/ev)

Jika gas air mata ditembakkan, kamu disarankan untuk segera menjauh untuk bisa tetap menghirup udara segar. Lalu, usahakan untuk berlindung di tempat tinggi agar tidak terkena senyawa gas air mata. Jika gas air mata ada di luar ruangan, berlindung di dalam ruangan dan tutup pintu serta jendela.

Agar tetap terlindung, tutupi mulut dan hidung dengan pakaian bersih atau jaket, masker, dan kacamata debu. Jika sudah keluar dari area gas air mata, tanggalkan pakaian secepat mungkin. Bilas wajah dan badan, kacamata, serta perhiasan dengan sabun (seperti sampo bayi) serta air mengalir untuk menyingkirkan senyawa-senyawa gas air mata.

Jika mengalami gejala mata perih dan produksi air mata tak terkendali, bilas mata selama 10–15 menit dengan air bersih (lepaskan lensa kontak jika menggunakan). Dengan begitu, jejak-jejak gas air mata bisa disingkirkan sehingga tak menimbulkan komplikasi mata jangka panjang.

6. Kapan butuh penanganan medis?

Dalam menangani gejala dan komplikasi gas air mata, segera bergegas ke fasilitas layanan kesehatan. Ini karena efek gas air mata bisa berdampak serius terhadap tubuh. Tidak ada penawar untuk racun dari gas air mata.

Mereka yang mengalami luka bakar kimiawi dan gejala-gejala iritasi kulit lainnya harus segera mendapatkan perawatan medis. Perawatan standar adalah membilas sisa-sisa senyawa gas air mata dari kulit. Lalu, kulit didinginkan dengan air untuk kemudian dibalut dengan perban.

Untuk menyelesaikan gejala pernapasan (terutama yang memiliki komorbiditas pernapasan) setelah paparan gas air mata, pasien butuh perawatan medis dalam bentuk oksigen. Selain itu, pasien yang memiliki kondisi asma juga bisa mengonsumsi obat asma (seperti bronkodilator dan/atau steroid) untuk melegakan saluran pernapasan.

Referensi

Rothenberg, Craig, Satyanarayana Achanta, Erik R. Svendsen, and Sven‐Eric Jordt. “Tear gas: an epidemiological and mechanistic reassessment.” Annals of the New York Academy of Sciences 1378, no. 1 (July 8, 2016): 96–107.
Medical News Today. Diakses pada Agustus 2024. Effects of tear gas on the body.
Healthline. Diakses pada Agustus 2024. How Does Tear Gas Affect the Human Body?
Centers for Disease Control and Prevention. Diakses pada Agustus 2024. Facts About Riot Control Agents Interim document.
Haar, Rohini J., Vincent Iacopino, Nikhil Ranadive, Sheri D. Weiser, and Madhavi Dandu. “Health impacts of chemical irritants used for crowd control: a systematic review of the injuries and deaths caused by tear gas and pepper spray.” BMC Public Health 17, no. 1 (October 19, 2017). 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
Delvia Y Oktaviani
3+
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us